Keluarga menikahkan saya tanpa persetujuan saya pada saat saya berusia 16 tahun, saya sebenarnya tidak menyukai orang tersebut. Pada waktu dirumahnya Syeikh tertentu saya pun tidak berbicara sepatah kata pun, karena saya sebenarnya tidak setuju. Syeikh tersebut berkata: “kamu harus berusia 18 tahun”, kemudian keluargaku memanipulasi data saya dengan menambahkan umur 2 tahun, maka menjadi 18 tahun. Saya menikah di pengadilan, suami saya pergi ke Eropa, setelah 3 tahun kemudian datang untuk menikahi dan melakukan walimah dan pergi lagi, ia pun belum mensetubuhi saya, saya tidak akan memberinya kesempatan untuk itu. Setelah 6 bulan saya pergi ke eropa menemuinya di rumahnya dan memintanya untuk menceraikan saya, saya pun pergi ke pengadilan meminta cerai di eropa, mereka menceraikan saya dengan anggapan laki-laki tersebut tidak menyukai saya karena ditinggal jauh selama satu tahun tiga bulan. Apakah di dalam Islam status saya resmi dicerai (sebagai janda); karena perceraiannya hanya di pengadilan, mereka tidak mengakui pernikahan islami di negara tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa mereka mabuk-mabukan dan mencela agama. Saya mohon bantuan anda..
Keluarganya Menikahkannya Tanpa Meminta Persetujuannya Kemudian Terjadi “Talak Madani” (Talak Sesuai Dengan Undang-undang Kota) di Barat
Pertanyaan: 138734
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Tidak boleh memaksa seorang wanita untuk menikah dengan orang yang ia tidak menyukainya, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
الأيم أحق بنفسها من وليها ، والبكر تستأذن في نفسها وإذنها صماتها ) رواه مسلم (1421).
“Wanita yang belum menikah lebih berhak dari pada walinya, seorang perawan dimintai persetujuan dan persetujuannya adalah diam”. (HR. Muslim: 1421)
Dalam riwayat yang lain:
لا تُنْكَح الأيم حتى تُسْتَأمر ، ولا تنكح البكر حتى تستأذن . قالوا : يا رسول الله وكيف إذنها ؟ قال : أن تسكت ) رواه البخاري (4843) ومسلم (1419).
“Wanita yang sendirian tidak boleh dinikahi sampai diajak bermusyawarah, dan wanita perawan tidak boleh dinikahi sampai dimintai izin. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana persetujuannya ?. Beliau menjawab: “kalau ia diam”. (HR. Bukhori: 4843 dan Muslim: 1419)
Dan jika tetap dinikahkan tanpa persetujuannya, maka pernikahan tersebut tidak sah, dan wajib diputusan pada pengadilan agama.
Bisa dilihat juga pada jawaban soal nomor: 112796
Pada negara-negara yang tidak memiliki pengadilan agama, maka dikembalikan kepada para ulama yang ada di Islamic Center setempat sebagai rujukan. Jika mereka memutuskan untuk berpisah, maka setelah itu boleh merujuk kepada pengadilan negeri untuk menguatkan proses talaknya.
Adapun penetapan yang dilakukan oleh pengadilan negeri sejak awal, maka hasil putusan itu tidak dianggap benar, kecuali jika seorang wanita memang berhak ditalak, dan suaminya telah mengucapkan talak, maka talak pun ditetapkan karena ucapan suaminya, bukan karena putusan pengadilan negeri.
Telah dijelaskan sebelumnya dengan terperinci pada jawaban soal nomor: 127179.
Kedua:
Jika suami terindikasi murtad dari Islam, seperti: mencela agama, meninggalkan shalat menurut pendapat yang lebih kuat, jika dia belum bersetubuh dengan sang istri, maka pernikahannya secara otomatis batal.
Dan jika dia kemurtadan itu dilakukan setelah pasca bersetubuh dengan sang istri, maka perkara ini bergantung pada taubatnya sebelum masa iddahnya berakhir, jika dia bertaubat sebelum masa iddahnya habis, maka hubungan suami istri tetap berlangsung, dan jika belum bertaubat sampai masa iddah habis, maka secara otomatis pernikahan keduanya batal menurut syari’at. Dalam kondisi seperti ini maka memungkinkan untuk meminta surat resmi cerai yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri sebagai bukti resmi perceraian keduanya.
Dan jika ia bertaubat kemudian murtad lagi, seperti mencela agama, lalu bertaubat kemudian mencela lagi, maka bagi seorang istri harus mengadukannya kepada pengadilan agama untuk meminta cerai, dan kalau tidak ada kembali kepada Islamic Center sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Adapun seorang Syeikh di atas telah menjelaskan bahwa anda harus berusia 18 tahun, maka ini adalah syarat yang bathil, tidak memiliki dasar pada syari’at Allah. Syarat itu adalah yang ditetapkan oleh sebagian undang-undang buatan manusia pada negara-negara Islam yang mengikuti negara barat, tunduk kepada keinginan mereka dan tekanan mereka. Hal tersebut adalah bagian dari strategi yang terstruktur untuk merusak masyarakat muslim, agar kondisi wanita manapun sama dengan kondisi wanita pada negara-negara orang kafir.
Akhirnya kami memperingatkan anda, pada saat anda berpisah dengan suami tersebut, anda wajib kembali ke negara asal anda, jika anda hidup di sana sendirian, jauh dari keluarga dan tidak ada mahram yang menemani anda.
Semoga Allah memudahkan urusan anda dan membantu anda untuk taat kepada-Nya mengharap ridhonya.
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam