Kenapa orang membutuhkan agama? Apakah tidak cukup dengan undang-undang untuk mengatur kehidupan manusia?
Kebutuhan Orang Terhadap Agama
Pertanyaan: 14055
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Kebutuhan manusia terhadap agama itu lebih agung dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan primer lainnya dalam kehidupan. Karena manusia harus mengetahui perkara yang mengundang ridha Allah –Subhanahu – dan perkara yang mengundan murka Allah. Harus ada perbuatan yang dapat mendapatkan manfaat dan perbuatan yang dapat menolak bahaya. Sementara syariat fungsinya adalah untuk membedakan antara perbuatan yang bisa memberi manfaat atau yang dapat memberikan kerugian. Itu adalah keadilan Allah terhadap makhluknya. Dan menerangi di antara hamba-hamba-Nya. Maka seseorang tidak mungkin hidup tanpa ada syariat untuk memilah mana perbuatan yang harus dilakukan dan apa yang ditinggalkan.
Kalau manusia itu mempunyai keinginan, maka dia harus mengetahui apa yang diinginkannya, apakah itu bermanfaat atau celaka? Apakah itu untuk perbaikan atau merusaknya?
Hal ini dapat diketahui oleh sebagian orang dengan fitrahnya dan sebagian lagi mengetahuinya dengan berpatokan pada akal mereka. Dan sebagiannya tidak mengetahuinya kecuali dengan mengenal para Rasul dan penjelasan untuk mereka dan menunjukkan kepadanya. (Silahkan melihat kitab ‘At-Tadmuriyah karangan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 213, 214 dan kitab ‘Miftahu Darus Sa’adah juz. 2 hal. 383)
Apapaun ideologi materialisme dan atheisme walau tampak spektakuler dan penuh dengan segala macam pemikiran dan teorinya, semua itu tidak dapat mengganti hajat indivu maupun sosial terhadap agama yang benar. Karena tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhan ruh dan jasad. Bahkan setiap kali seseorang mendalaminya, dia akan semakin yakin bahwa dia tidak mendapatkan harapannya, tidak menghilangkan dahaganya serta tidak bisa pergi kecuali menuju kepada agama yang benar.
Arnes Rinan mengatakan, “Bahwa memungkinkan segala sesuatu yang kita cintai akan menyusut dan kehidupan yang mempergunakan akal, ilmu dan industry akan berhenti, akan tetapi yang mustahil sirnanya kehidupan beragama. Dia akan tetap menjadi hujjah (bukti) atas kebatilan dari ideologi materialism yang ingin membatasi manusia dalam gerakan yang sempit untuk kehidupan dunia.” (Silakan lihat kitab ‘Ad-Din, karangan Abdullah Diroz hal. 87)
Muhammad Farid Wajdi mengatakan, “Sangat mustahil pemikiran beragama musnah. Karena dia merupakan kecenderungan manusia yang tinggi dan paling mulia. Bukan sekedar kecenderungan yang dapat mengangkat kepala manusia. Bahkan kecenderungan ini akan terus bertambah. Fitrah beragama akan terus bersamaan dengan manusia selagi dia mempunyai akal dan dapat berfikir tentang kebaikan dan keburukan. Kecenderungan ini akan terus bertambah seiring bertambahnya pengetahuan dan pemahaman.” (ibid, hal 87)
Jika seseorang menjauh dari Tuhannya, maka seiring dengan tingginya pengetahuan dan luasnya wawasan keilmuannya, dia akan semakin menyadari besarnya kebodohannya tentang Tuhannya dan apa yang harus dilakukan untuknya serta kebodohan dirinya tentang apa yang baik dan yang merusaknya serta apa yang membahagiannya dan mengsengsarakannya, juga kebdodohannya tentang bagian-bagian sains dan detail-detailnya, seperti ilmu bumi, galaksi, ilmu komputer, nuklir, dan lain-lain. Pada titik itu, seorang ilmuwan menanggalkan arogansi dan kesombongan menuju kerendahan hati dan ketundukan, dan percaya bahwa dibalik ilmu adalah yang Maha Mengetahui dadn Maha Bijaksana. Dan dibalik alam ada Pencipta dan Maha Mampu. Dengan hakekat ini, menuntut peneliti yang obyektif untuk beriman (mempercayai) dengan yang gaib dan menerima terhadap agama yang lurus. Serta menerima panggilan fitrah dan insting yang natural. Kalau seseorang sia-siakan itu semua, maka akan luntur firtahnya dan turun derajatnya ke tingkat hewan.
Kita ringkas dari ini kepada keberagaman yang benar –yang bersandar kepada pengesaan Allah dengan tauhid, dan beribadah kepada-Nya sesuai dengan syariat – termasuk unsur terpenting dalam kehidupan agar seseorang dapat merealisasikan penghambaan diri kepada Allah Tuhan seluruh Alam. Agar mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan dari gundah dan resah di dua alam (dunia dan akhirat). Dan ini termasuk perkara aksiomatis untuk menyempurnakan kekuatan pandangan manusia. Hanya dengan ini, akal akan mendapatkan asupannya dan tanpanya tidak akan dapat menghilangkan dahaganya.
Agama adalah unsur terpenting untuk mensucikan ruh dan mendidik kekuatan perasaan. Perasaan yang mulia akan mendapatkan tempat yang baik dalam agama, di dalamnya terdapat sumber yang terus mengalir tak pernah habis.
Dia termasuk unsur terpenting untuk menyempurnakan kekuatan motivasi yang dapat menggerakkan dan melawan keputusasaan.
Maka, kalau ada orang yang mengetakan, “Bahwa manusian itu tabiatnya dapat bersosial..” Maka selayaknya kita katakan, “Bahwa manusia tabiatnya itu beragama.” (Silahkan melihat rujukan tadi, hal. 84, 98)
Karena manusia mempunyai dua kekuatan, kekuatan teori pengetahuan dan kekuatan pengetahuan keinginan. Dan kebahagiaan sempurna tergantung atas kesempurnaan kekuatan pengetahuan dan keinginan. Kekuatan ilmu tidak dapat terwujud sempurna kecuali dengan hal berikut;
- Mengenal Tuhan Pencipta Pemberi Rizki yang menciptakan manusia dari yang asalnya tidak ada dan memenuhi berbagai macam kenikmatan
- Mengenal nama-nama dan sifat Allah, dan apa yang wajib untuk-Nya serta menghadirkan pengaruh dari nama-nama ini kepada hamba-Nya.
- Mengenal jalan yang menghantarkan kepada-Nya subhanahu
- Mengenal kendala-kendala dan rintangan yang menghalangi manusia untuk mengenal jalan yang menghantarkan kepada kenikmatan nan agung ini.
- Mengenal diri anda sendiri dengan pengenalan yang benar. Serta mengenal apa yang dibutuhkannya dan apa yang dapat memperbaiki atau yang merusaknya. Juga mengenal kelebihan dan kekurangannya.
Dengan pengenalan lima hal ini, maka kekuatan pengetahuannya seseorang akan sempurna. Hal ini tidak terwujud kecuali memenuhi hak-hak Allah yang menjadi kewajiban hambanya. Dan menunaikannya dengan penuh keikhasan, kejujuran, saling menasehati dan sesuai (dengan ajaran Nabi) juga mensyukuri nikmat-nikmatnya. Semua ini tidak terwujud sempurna kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka manusia sangat membutuhkan petunjuk ke jalan yang lurus melalu kekasihnya (Rasulullah saw) yang telah diberi petunjuk kepadanya. (Silahkan melihat Al-Fawaid, hal. 18-19)
Setelah kita mengetahui bahwa agama yang benar adalah bantuan Ilahi untuk kekuatan jiwa yang berbeda-beda. Maka agama –juga- tameng yang kuat untuk masyarakat. Hal itu karena kehidupan manusia tidak berdiri kecuali dengan adanya saling kerja sama diantara anggotanya. Dan kerja sama ini tidak bisa sempurna kecuali dengan adanya aturan yang mengatur hubungan mereka dan menentukan arahnya, serta melindungi hak-hak mereka.
Aturan ini tidak dapat lepas dari kebutuhan adanya kekuatan yang dapat melarang dan mencegah terjadinya kebinasaan dan memerintah untuk menjaga hak manusia serta menghormatinya serta melarang Tindakan yang dapat merusak kehormatan. Kekuatan macam apakah itu? Maka saya katakan, “Tidak ada di atas bumi kekuatan yang dapat menandingi kekuatan keberagamaan atau keberagamaan yang dapat menjamin dihormatinya aturan. Dan jaminan kesatuan sosial dan ketetapan aturannya serta tergabungnya sebab ketenangan dan keindahan di dalamnya.
Rahasia dari hal itu adalah bahwa manusia diberi kelebihan dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya, bahwa gerakan dan tindak tanduknya yang sesuai dengan keinginannya diatur oleh sebuah kekuatan yang tidak dapat didengar dan dilihat. Dia adalah aqidah (keyakinan) keimanan dapat mengarahkan ruh dan membersihkan anggota badan. Maka manusia diarahkan oleh aqidah (keyakinan) apakah dia benar atau atau salah. Kalau aqidahnya benar, maka akan bagus segala sesuatunya. Kalau rusak, maka akan rusak juga segala sesuatunya.
Aqidah dan iman keduanya adalah pengawas manusia. Keduanya – sebagaimana yang terlihat ada manusia secara umum – ada dua macam:
- Meyakini betapa bernilainya kemuliaan dan kehormatan serta berbagai nilai yang murni lainnya dan secara fitrah manusia menolak untuk menentangnya bahkan walaupun tidak ada konsekwi hukum dari aspek luar atau denda yang bersifat materi.
- Meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala Maha mengawasi dari sesutau yang tersembunyi. Dia Maha mengetahui yang tersembunyi dan tidak tampak. Syariat mengandalkan kekuatannya dalam memberlakukan perintah dan larangan. Perasaan menyala-nyala dengan rasa malu darinya, mungkin karena rasa cinta atau rasa takut darinya atau dengan keduanya sekaligus.
Tidak diragukan lagi bahwa keyakinan maca mini dari dua keyakinan di atas lebih kuat pengaruhnya terhadap jiwa manusia, dia lebih kuat dalam melakukan perlawan terhadap tarikan hawa nafsu dan berbagai macam perubahan perasaan juga lebih cepat aksinya pada hati orang, baik yang awam atau khusus.
- Dengan demikian, maka agama adalah jaminan terbaik dalam menunaikan interaksi di antara manusia sesuai dengan kaidah yang adil dan seimbang. Oleh karena itu ada sangat dibutuhkan dalam interaksi sosial. Tidak diragukan lagi bahwa agama bagi umat ini ibarat hati bagi jasad. Silahkan melihat ‘Ad-Din hal, 98, 102
- Kalau agama secara umum dengan posisi seperti ini, sedangkan sekarang adalah banyaknya agama dan keyakinan di alam ini. Kita dapatkan setiap penganut merasa bangga dengan agamanya dan berpegang teguh dengannya. Maka agama apa sebenarnya yang dapat merealisasikan kebutuhan jiwa manusia? Dan apa patokan-patokan agama yang benar ??
Refrensi:
Dari kitab Prinsip-prinsip Islam karangan Dr. Muhammad bin Abdullah bin Sjoleh As-Suhaim