Unduh
0 / 0
4953929/03/2010

Saya Rancu Dalam Membaca Tasyahud, Apakah Hukumnya?

Pertanyaan: 144858

Apa hukum orang yang rancu dalam membaca tasyahud antara redaksi yang berbeda-beda. Ketimbang membaca

وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

“Saya bersaksi bahwa Muhamad adalah hamba dan utusan-Nya.

Saya membaca dengan redaksi yang lain, yaitu;

وأشهد أن محمدا رسول الله

“Saya bersaksi bahwa Muhamad adalah utusan Allah.

Atau membaca shalawat Ibrahimiah. Jika mengetahui kekeliruannya setelah selesai shalat, apa yang harus dilakukan?

Dan jika ingatnya sebelum salam, apa yang harus dilakukan?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Selayaknya bagi setiap muslim menjaga redaksi-redaksi zikir
yang disyariatkan dan terdapat riwayatnya dalam shalat atau selainnya,
semampunya.

Berdasarkan riwayat Bukhari (347) redaksi dari beliau dan
riwayat Muslim (2710), dari Barra bin Azib radhiallahu anhu, dia berkata,
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ
فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الْأَيْمَنِ
ثُمَّ قُلْ : اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي
إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ ،
لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ
. اللَّهُمَّ آمَنْتُ
بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ . فَإِنْ
مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ
. وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ
مَا تَتَكَلَّمُ بِهِ.

“Jika engkau hendak tidur, maka berwudulah seperti wudhu
hendak shalat, kemudian berbaringlah di sisi kananmu, kemudian bacalah;

اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ ،
وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ ، رَغْبَةً
وَرَهْبَةً إِلَيْكَ ، لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ .
اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي
أَرْسَلْتَ .

“Ya Allah saya serahkan wajahku kepada-Mu, saya pasrahkan
urusanke kepadaMu. Dan baringkan punggungku kepadaMu. Dalam kondisi harap
dan takut kepadaMu. Tidak ada tempat kembali dan tempat keselamatan dariMu
kecuali kepadaMu. Ya Allah, saya beriman dengan kitabMu yang Engkau turunkan
dan dengan NabiMu yang Engkau utus.

Jika engkau mati pada malam itu, maka engkau mati dalam
keadaan fitrah, dan jadikan dia akhir dari apa yang engkau ucapkan.

Dia berkata, “Lalu aku ulangi di hadapan Nabi shallallahu
alaihi wa sallam (doa tersebut), ketika tiba pada bacaanku

اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي
أَنْزَلْتَ

Aku membaca

وَرَسُولِكَ

Beliau berkata, “Bukan, tapi…

وَنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Al-Maziri dan selainnya
memilih pendapat bahwa sebab pengingkaran adalah bahwa karena ini merupakan
zikir dan doa, maka hendaknya membatasi diri dengan redaksi persisi
sebagaiman riwayat yang disampaikan. Boleh jadi balasannya terkait dengan
huruf-hurufnya, dan boleh jadi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
diwahyukan dengan kata-kata tersebut, sehingga harus dibaca persis
sebagaimana adanya. Inilah adalah pendapat yang baik.”

Syarah Muslim (17/33)

Yang menguatkan hal itu adalah terkait dengan redaksi
tasyahhud, sebagaiman diriwayatkan oleh Muslim (403), dari Ibnu Abas
radhiallahu anhuma, dia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا التَّشَهُّدَ كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ
مِنْ الْقُرْآنِ

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kami
tasyahud sebagaiamana beliau mengajarkan kami surat dalam Al-Quran.”

Hal ini menunjukkan kuatnya penekanan agar menjaga redaksi
tasyahud sebagaimana adanya.

Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Keserupaan ini dalam
hal menjaga huruf-hurufnya, urutan kata-katanya dan larangan menambah atau
mengurangi, mempelajarinya dan memeliharanya.” (Fathul Bari, 11/184)

Kedua:

Jika seseorang membaca

وأشهد أن محمدا رسول الله

Sebagai ganti membaca

وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

Tidaklah bermasalah, karena tidak keluar dari redaksi Nabi.
Karena lafaz

وأشهد أن محمدا رسول الله

Adalah riwayat Muslim (403), sedangkan An-Nasai meriwayatkan
dengan redaksi

وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

Jika tertukar redaksi tasyahud dan redaksi-redaksi dalam
shalawat Nabi namun masih tidak keluar dari redaksi yang bersumber dari Nabi,
maka tidak ada masalah baginya dan shalatnya sah.

Adapun jika rancunya menyebabkan berubahnya makna, jika hal
itu terjadi sebelum salam shalat, hendaknya dia mengulangi bacaan
tasyahudnya dengan cara yang benar. Jika baru diketahui setelah salam shalat,
jika waktunya masih dekat dari selesainya, hendaknya dia kembali tasyahhud
dan mengulanginya kemudian dia salam dan melakukan sujud sahwi.

Jika sudah terjadi setelah berselang lama, maka hendaknya dia
mengulangi shalatnya (dari awal).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Jika orang
yang shalat keliru atau lupa dalam tasyahud akhir, apakah dia mengulangi
tasyahud dari awal atau dari tempat kelirunya?”

Beliau menjawab, “Hendaknya dia mengulangi dari tempat
kelirunya, kemudian dia membaca bacaan yang tadi salah dan bacaan sesudahnya,
karena urutannya harus dilakukan.”

(Fatawa Nurun Alad-Darbi, 7-8/148)

An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab Al-Majmu (3/441),
“Tasyahud harus dibaca secara urut. Jika urutannya ditinggalkan, maka
dinilai, jika hal itu dapat menyebabkan perubahan yang merusak makna, maka
shalatnya tidak sah dan shalatnya batal jika dia sengaja. Karena itu berarti
ucapan di luar shalat. Jika tidak merubah maknya, maka pendapat dalam mazhab
adalah shalatnya sah. Dan inilah yang benar.”

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android