Unduh
0 / 0

Hukum Memancing Ikan Cuma Sekedar Untuk Olahraga

Pertanyaan: 152261

Apakah dibolehkan memancing sebagai olahraga, perlu diketahui bahwa kita tidak menyia-nyiakan atau membiarkannya waktu memancing, akan tetapi kita akan memakannya?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Hukum asal berburu itu halal kecuali bagi orang yang berihram atau yang ada di tanah haram. Ini terkait dengan berburu di darat. Adapun kalau berburu ikan dan lainnya dari berburu di laut, maka tidak diharamkan meskipun bagi orang yang berihram. Allah ta’ala berfirman:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

سورة المائدة: 96

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Maidah: 96)

Siapa yang berburu hewan-hewan mubah dengan niat mubah seperti untuk bekerja, untuk dijual atau untuk dimakan, maka tidak mengapa berburu sesuai dengan kesepakatan para ulama.

Begitu juga kalau niat awalnya dari berburu ikan mubah –dari sisi asalnya- untuk hiburan dan mainan dan semisal itu. Begitu juga kalau apa yang didapatkan dari ikannya dimanfaatkan baik dijual atau dimakan atau semisal itu dari berbagai macam manfaatnya, maka semua itu tidak mengapa.

Kedua:

Kalau orang yang memancing itu tidak ada kebutuhan secara khusus dalam memancingnya hanya sekedar hobi dan olahraga semata (sia-sian dan permainan semata), maka hukum memancingnya – pada kondisi semacam ini – berpindah dari mubah ke makruh.

Terdapat dalam ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhyyah, (28/115), “Ketika diketahui bahwa masalah berburu itu mubah, maka tidak dihukumi hal itu menyalahi yang lebih utama atau makruh atau haram atau sunnah atau wajib, kecuali pada bentuk tertentu dan dengan dalil tertentu, yang kita akan sebutkan berikut ini:

…. Dimakruhkan berburu kalau niat darinya adalah untuk melalaikan dan sia-sia, berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

لاَ تَتَّخِذُوا شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضًا (رواه مسلم، رقم 1957)

“Janganlah engkau jadikan sesuatu yang ada ruh itu sebagai sasaran.” (HR. Muslim, (1957). Maksudnya adalah sebagai sasaran alat buru.

Tidak hanya satu orang saja dari kalangan ahli ilmu yang menegaskan akan makruhnya berburu dalam kondisi seperti ini.

An-Nafrowi Al-Maliki rahimahullah mengatakan, “Berburu untuk hoby dengan maksud untuk menyembelihnya itu dimakruhkan makruh tanzih (pensucian).” (Kitab ‘Al-Fawakih Ad-Dawani, 1/390).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Berburu untuk keperluan itu dibolehkan. Adapun kalau berburu hanya sekedar hoby dan permainan semata itu makruh. Kalau di dalamnya ada kezaliman kepada orang dengan melampaui batas terhadap rezki dan harta orang lain, maka hukumnya haram.” (Al-Fatawa Al-Kubro, 5/550).

Syekh Mansur Al-Bahuti rahmahullah mengatakan, “Dimakruhkan berburu untuk hoby karena dia termasuk sia-sia. Kalau berburunya itu ada unsur berbuat zalim kepada orang dengan melampaui batas atas rezki dan harta orang lain, maka ia menjadi haram. Karena sarana itu dihukumi sama dengan tujuannya.”  (Kasyaful Qana’, 6/213).

Ibnu Abidin rahimahullah mengatakan, “Dalam Majma’ Fatawa dikatakan, ‘Dimakruhkan kalau sekedar hoby.” (Raddul Mukhtar, 5/297).

Ketiga:

Kalau tujuan dari berburu adalah hoby dan olahraga, cuma nanti dia akan memanfaatkan hasil buruannya, mungkin dimakan atau dijualnya atau dihadiahkan atau semisal itu. Maka illat (sebab) dimakruhkannya yang disebutkan disini menjadi hilang. Maka (hukum) berburu kembali kepada asalnya yaitu mubah. Karena berburu dalam kondisi seperti ini bukan menyia-nyiakan, dan tidak menghilangkan hartan atau menyiksa hewannya.

Syekh Muhammad bin Ibrohim rahimahullah mengatakan, “Tidak disyariatkan menghilangkan nyawa dengan sia-sia, seperti pemburu menembak buruannya di atas mobil, niatnya bukan untuk dimakan juga bukan diberikan kepada orang lain agar dimakan, maka kebolehannya dianggap lemah. Dalam hadits disebutkan :

من قتل عصفوراً بغير حق سئل عنه

“Siapa yang membunuh buruh kecil (emprit) tanpa dibenarkan, maka dia akan ditanya tentangnya.”

(Fatawa wa rasail Muhammad bin Ibrohim Ali Syekh, 12/231).

Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan,”Kalau untuk kemaslahatan syar’iyyah untuk dimakan atau dijualnya seperti berburu elang, dhob (sejenis kadal di padang pasir), kelinci dan sesuatu yang mubah lainnya untuk dimakan atau dijualnya, maka tidak mengapa. Adapun kalau dia berburu untuk membunuhnya dan ditinggalkan begitu saja, hal ini tidak semestinya. Minimal kondisinya adalah sangat dimakruhkan, maka jangan berburu hewan yang bisa dimakan kecuali untuk suatu kemaslahatan. Bisa untuk dimakan atau untuk memberi makanan kepada orang-orang fakir atau dijualnya. Adapun kalau cuma sekedar untuk permainan, maka tidak dibolehkan. Permainan ini tidak layak bagi orang beriman melakukannya. Telah diriwayatkan dari Nabi sallallahua’alaihi wa sallam bahwa beliau melarang berburu kecuali untuk dimakan. Maksudnya untuk dimakan dan dimanfaatkannya. (website Syekh Ibnu Baz di tautan berikut ).

Ringkasannya:

Berburu seperti dalam pertanyaan diatas  itu mubah,tidak mengapa. Selagi dapat dimanfaatkan ketika berburu baik untuk dimakan, atau dijual atau semisal itu. Wallahua’lam

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android