Unduh
0 / 0
2795316/10/2010

Apakah Dibolehkan Mengeluarkan Kafarat (tebusan) Sumpah Untuk Orang Yatim Di Panti Asuhan

Pertanyaan: 153980

Apakah diperbolehkan memberikan makanan kepada anak-anak yatim di panti anak yatim dalam rangka untuk mengeluarkan kafarat sumpah? Apakah dibolehkan menganggap mereka itu seperti orang fakir karena mereka tidak mempunyai bapak dan tidak bekerja. Akan tetapi mereka dalam kondisi lapang karena kebanyakan orang memberikan kepada mereka sodaqah setiap hari?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Kafarat (tebusan) dikeluarkan
untuk orang fakir dan miskin saja, yaitu mereka yang tidak mempunyai harta
yang mencukupi. Kalau mereka mempunyai sesuatu yang mencukupi, maka tidak
dibolehkan memberikan kafarat kepada mereka.

Ibnu Qudamah rahimahullah
berkata tentang kafarat sumpah, “Yang boleh diberikan (zakat) itu mempunyai
empat sifat, mereka adalah miskin, ini adalah dua kelompok yang diberikan
zakat yang disebutkan pertama kali dalam firman Allah
 (
إنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ )orang
fakir itu lebih miskin. Karena fakir sangat membutuhkan dibandingkan orang
miskin. Dan tidak boleh diberikan kepada selain darinya. Baik termasuk
kelompok yang menerima zakat atau tidak. Karena Allah memerintahkan untuk
orang miskin dan dikhususkannya maka tidak boleh diberikan kepada selain
mereka.” (Al-Mughni, 10/3).

Kalau anak yatim mempunyai
sesuatu yang mencukupi dari sodakah yang diberikan orang, maka mereka bukan
fakir dan bukan miskin. Maka tidak diperbolehkan menyalurkan kafarat kepada
mereka. Kalau mereka memerlukan, maka tidak mengapa (kafarat) diberikan
kepada mereka.

Ulama’ Al-Lajnah Ad-Daimah
Lil Ifta’ ditanya, “Suatu hari saya bersumpah dan melakukan kaffarat, dimana
saya mengambil dari pasar sepuluh tas plastic beras. Masing-masing kantong
berisi 1,5 kg beras. Saya bagikan kantong beras ini kepada orang-orang yatim
masing-masing mendapatkan satu kantong beras. Perlu diketahui bahwa orang
yatim ini tidak ada pemasukan bulanan, akan tetapi mereka masuk dalam
jaminan sosial setiap akhir tahun. Begitu juga mendapatkan shodaqoh dari
orang baik. Apakah kaffarah yang saya lakukan dengan cara ini sudah benar?

Mereka menjawab, “Kalau
kondisi orang yatim seperti yang anda sebutkan dalam pertanyaan, apa yang
anda lakukan diterima insyaallah untuk kafarat wajib bagi anda. Kafarat
sumpah itu pilihan antara memberi makan, pakaian dan memerdekakan budak.
Ketiganya dilakukan secara berurutan dengan puasa. Puasa tidak diterima
kecuali orang yang tidak mampu tiga hal ini.” Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah,
(23/22-23).

Syekh Ibnu Utsaimin
rahimahullah ditanya, “Ada orang yatim yang mendapatkan zakat dari umat
Islam, begitu juga mendapat jaminan sosial sampai dananya mencapai 100.000
riyal. Apakah mereka harus mengeluarkan zakat padahal mereka orang yatim
yang tidak mendapatkan orang yang mendanainya.

Beliau menjawab, “Pertama,
perlu diketahui bahwa zakat bukan untuk orang yatim. Zakat diberikan kepada
orang fakir, miskin dan golongan lainnya. Orang yatim terkadang kaya.
Terkadang kedua orang tuanya meninggalkan harta yang mencukupinya. Terkadang
dia mendapatkan gajian dari jaminan social atau dari lainnya yang dapat
mencukupinya. Oleh karena itu kami katakan: “Wali yatim seharusnya tidak
menerima zakat kalau yatim mempunyai sesuatu yang mencukupinya. Sementara
kalau sadaqah dianjurkan diberikan kepada orang yatim meskipun mereka kaya.

Kedua, kalau harta terkumpul
pada orang yatim, maka zakat wajib dikeluarkan. Karena zakat tidak
disyaratkan balig dan berakal. Maka zakat wajib kepada hartan anak kecil dan
pada harta orang gila.” (Majmu Fatawa Wa Rosail Ibnu Utsaimin, 13/1551).

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android