Unduh
0 / 0
1167623/12/2010

TELAH DICERAIKAN YANG KETIGA, DAN DIA MENGATAKAN BAHWA CERAI YANG PERTAMA DALAM KONDISI SUCI TAPI TELAH DIKUMPULINYA

Pertanyaan: 158115

Saya telah menceraikan istriku dalam kondisi suci tapi telah saya kumpuli (jima’). Setelah beberapa minggu, dia pergi dan pulang ke negaranya. Sebelum berangkat dia meminta kepadaku akte cerai yang telah saya tulis, ketika akan berangkat, dia pergi ke Mahkamah dan mengeluarkan akte cerai. Selang beberapa lama sekitar enam bulan, dia kembali lagi ke negara yang dia tingggal dulu. Kami bertemu kembali dan saya menikahi lagi untuk kedua kalinya. Setelah setahu dari perceraian yang kedua, telah terjadi perceraian yang ketiga kali setelah berlangsung pernikahan selama empat tahun. Telah saya dengarkan bahwa perceraian yang pertama berlangsung dengan cara bid’ah ‘talak bid’ah’. Karena saya menceraikan dalam kondisi suci dan saya campuri. Dimana sebagian mazhab dalam islam, hal itu tidak jatuh perceraian karena itu talak bid’ah dan tidak dihitung perceraian ini. Sesungguhnya diantara kami saling mencintai, akan tetapi karena kondisi yang menjadikan seperti itu. dan kami telah memiliki tiga orang anak, setahun, setengah tahun dan tiga tahun. Kami telah mengakui kesahan yang tejadi. Apakah kami dapat kesempatan terakhir selain dia harus menikah dengan laki-laki lain. Apakah kami terjerumus dalam haram kalau sekiranya mengikuti salah satu mazhab yang mengatakan tidak jatuhnya talak bid’ah. Karena terjadi pada waktu suci dan telah digauli yang memungkinkan untuk rujuk. Kalau sekiranya talak pertama tidak terjadi, apakah semua perceraian selanjutnya dianggap tidak sah dan hal itu lebih tepat, karena kita memulai menghitung dari pertama bukan dari kedua (dan karena kedua itu ada dengan adanya perceraian pertama)?

Kalau perceraian pertama itu tidak sah, apakah merupakan suatu keharusan mengulangi pernikahan lagi ataukah kami masih sepasang suami istri seperti tidak terjadi apa-apa?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Yang sesuai sunnah dalam bercerai adalah
seseorang menceraikan dalam kondisi suci dan tidak dikumpulinya. Kalau dia
menceraikan dalam kondisi suci tapi dikumpulinya, maka perceraiannya jatuh
menurut mayoritas para ulama’. Sebagian ulama’ mengatakan itu adalah
termasuk talak bid’ah dan tidak jatuh. Barangsiapa yang menceraikan istrinya
dengan talak bid’ah dan dihitung telah jatuh karena ijtihad dan mengambil
pendapat mayoritas ulama. Atau dengan pendapat orang yang telah memberikan
fatwa kepadanya, maka talaknya jatuh dan berlalu. Maka kalau dia menceraikan
istrinya lagi talak yang ketiga tidak diperbolehkan melihat kebelakang talak
yang telah berlalu setelah dirujuknya. Karena hal ini termasuk mempermainkan
(tipu daya) dalam hal yang diharamkan. Istrinya sudah tidak dihalalkan lagi
baginya.

Doktor Ahmad bin Abdurrahman Al-Qidi
hafidhohullah berkata: “Saya pernah bertanya kepada syekh kami –syekh Ibnu
Utsaimin rahimahullah- seseorang pergi dengan istrinya ke rumah keluarga
istrinya dengan niatan akan menceraikannya. Ketika bertemu dengan ayahnya,
dia tidak suka mengucapkan dengan ucapan secara langsung kata ‘cerai’ dan
mengatakan ‘yang nampak kita telah habiskan’ atau semisal itu. sementara dia
dalam kondisi suci tapi sudah dikumpuli. Apakah jatuh talaknya?

Beliau menjawab, ‘Perkataan ini diiringi
dengan niatan, maka telah jatuh perceraian. Sementara kondisi dia suci tapi
sudah dikumpuli atau dicerai dalam kondisi haid, maka metodeku dalam
memberikan fatwa, kalau pertanyaan itu ada sementara kondisi wanita dalam
masa iddah, maka saya berikan fatwa kepada penanya tidak jatuh talak
sebagaimana itu yang kuat. Kalau adanya pertanyaan itu telah berlalu masa
iddahnya, maka saya berfatwa telah jatuh talaknya, sebagaimana pendapat
jumhur (mayoritas ulama’) jatuhnya talak bid’ah. Karena suami berkeyakinan
telah keluar dari tanggunngannya. Dan karena kalau wanita itu kawin setelah
masa iddah dengan orang lain, maka itu sah pernikahannya. Kemudian beliau
melanjutkan, saya telah bertanya kepada guru kami rahimahullah, ‘Seseorang
menceraikan istrinya tiga kali, kemudian dia memberitahukan kepada istrinya
bahwa dia masih dicerai perceraian kedua dalam kondisi haid, apakah sudah
harus berpisah?

Beliau menjawab, ‘Saya memberikan fatwa
berpisah dengannya. Karena dia telah berkeyakinan talak yang terakhir. Dan
orang-orang dahulu tidak pernah mengetahui talak dalam kondisi haid kecuali
itu (telah  jatuh) talak. Dan tidak dihitung talak tiga kali dengan dihitung
talak sekali. Sampai dikenal fatwa dari Syekh Abdul Aziz bin Baz yang
berlainan dengan itu. maka menjadi talak satu ketika istrinya berpisah
dengannya beliau mengatakan, ‘Jatuh talak satu dalam kondisi sangat marah.
Dan jatuh sekali ketika dia dalam kondisi haid. Sampai akhirnya agar dapat
jatuhnya talak.

Kemudian Doktor Qodi mengatakan, ‘Saya telah
kembali dari (masalah ini0 begitu juga sebagian saudaraku telah kembali (ke
pendapat)  dikarenakan melihat tidak jatuhnya talak bid’ah. Maka telah ada
ketetapan dalam fatwa akan jatuhnya talak itu kepadanya.’ Selesai dari kitab
‘Tsamarot Tadwin Min Masail Ibnu Utsaimin’.

Dari sini, maka anda telah menceraikan istri
anda tiga kali cerai.

Wallahu’alam .

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android