Unduh
0 / 0
1397503/03/2011

MACAM-MACAM MANASIK BAGI PENDUDUK MEKAH YANG MELAKUKAN IHRAM

Pertanyaan: 160092

Bagaimana tata cara haji bagi penduduk Mekah, haji macam apa yang seharusnya saya lakukan; Qiran, Ifrad atau Tamattu?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Para fuqoha sepakat bahwa
penduduk Mekkah dianjurkannya melaksanakan haji Ifrad, dan tidak ada masalah
seseorang melakukan haji tanpa umrah sebelum atau bersamanya. Dan ini asal
dari perintah Allah kepada manusia akan kewajiban haji.
Akan tetapi para ulama berbeda pendapat
tentang haji Tamattu dan Qiran menjadi dua pendapat,

Pendapat pertama: Penduduk Mekkah boleh melakukan haji Qiran atau Tamattu
tanpa diharuskan menyembelih dam (hadyu) dan hal itu tidak dimakruhkan. Ini
adalah pendapat mayoritas fuqoha dari kalangan Malikiyah, Syafiiyyah dan
Hanabilah. Mereka berdalil dengan semua dalil yang menganjurkan melaksanakan
haji Tamattu dan Qiran.

Di
antaranya firman-Nya Ta’ala,

“Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin
mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia
menyembelih) korban yang mudah didapat.” (QS.
Al-baqarah: 196).

Mereka mengatakan, ayat ini tidak membedakan antara penduduk
Mekkah dengan bukan penduduk Mekkah.

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Mazhab kami
berpendapat bahwa penduduk Mekkah tidak dimakruhkan melakukan haji Tamattu
dan Qiran. Kalau dia melakukan Tamattu, maka tidak diharuskan menyembelih
dam. Ini merupakan pendapat Malik, Ahmad dan Daud. Teman-teman kami
berdalil, bahwa manasik itu termasuk pendekatan (diri kepada Allah) dan
ketaatan bagi orang luar Mekah begitu juga pendekatan dan ketaatan untuk
penduduk Mekkah seperti haji Ifrad.

(Al-Majmu, 7/169 Silahkan lihat, Syarh Mukhtashar Khalil,
karangan Al-Kharsyi, 2/311, Kasyaful Qana, 2/412)

Pendapat kedua: Penduduk Mekkah tidak dianjurkan melakukan
haji Qiran atau Tamattu. Kalau dia
melakukannya, maka dia harus menyembelih dam (tebusan). Ini pendapat
Hanafiyah. Mereka berdalil:

1.Firman Allah Ta’ala, “Apabila
kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah
sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang
mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak
mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi)
apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya
tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk
kota Mekah).” (QS.
Al-Baqoroh: 196)

Mereka mengatakan, “Haji tamattu bagi orang
yang bukan penduduk Kota Mekkah secara khusus.”

2.
Pelaksanaan umrah pada bulan haji, telah ada ketetapan keringanan
(dispensasi) bagi bukan penduduk Mekkah atau orang yang tinggal di dalam
tempat miqat, untuk menghidari kepayahan beberapa kali safar, sehingga
digugurkan salah satu safarnya. Adapun bagi penduduk Mekkah, maka asalnya
dia tidak membutuhkan safar, sehingga umrah baginya tidak dianjurkan baginya
pada bulan haji.

Silahkan lihat, Al-Mabsuth, karangan
As-Sarkasi, 4/169, Badai’ Shanai’, karangan Al-Kasani, 2/169.

Imam An-Nawawi rahimahullah menjawab dalil-dalil ini dengan mengatakan,

“Jawaban tentang ayat tersebut, maknanya adalah, “Barangsiapa yang melakukan
haji Tamattu, maka dia terkena hadyu jika bukan penduduk Mekkah. Kalau dia
penduduk Mekkah, maka tidak terkena dam. Makna ini jelas nampak sekali dan
tidak bisa dibelokkan.

Jika mereka mengatakan, “Firman Allah Ta’ala adalah
( ذلك لمن لم يكن
أهله ) bukan,(على
من لم يكن أهله )  , maka kita katakan, “Huruf lam
(لـ) punya
arti ‘ala (على)
seperti dalam firman Ta’ala(
وإن أسأتم فلها ) أي : فعليها dan firman Ta’ala lainnya,
(أولئك لهم اللعنة)
أي : عليهم.

Adapun perkataan mereka, “Orang yang melakukan Tamattu seharusnya orang yang
tidak bercampur baur dengan penduduk (Mekkah). Maka ulama di kalangan kami
mengatakan, ‘Kami tidak dapat menerima hal itu. Tidak ada pengaruhnya
bercampur baur dengan penduduk Mekkah dalam Tamattu. Oleh  karena itu kalau
ada orang yang asing dari penduduk Mekkah, kemudian dia bercampur baur
dengan penduduk Mekkah, maka Tamattunya sah. Begitu juga kalau dia melakukan
tamattu tanpa bercampur baur dengan penduduk Mekkah, maka menurut mereka
makruh.” (Kitab ‘Al-Majmu’, 7/169)

Pendapat pertama yang dikatakan oleh mayoritas (ulama) adalah pendapat yang
dipilih Syekh As-Syinqiti dalam tafsirnya. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Yang lebih mendekati kebenaran dari pendapat para ulama menurutku dalam
masalah ini adalah bahwa penduduk Mekkah dibolehkan melakukan haji Tamattu
dan Qiran tanpa menyembelih dam.

Karena firman Allah Ta’ala,

“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan
umrah sebelum haji (di dalam bulan haji),”

Adalah bersifat umum secara zahir, mencakup
semua orang, baik penduduk Mekkah maupun selain penduduk Mekkah. Tidak
dibenarkan menghkhusukan keumumuman ini kecuali jika terdapat rujukannya.

Adapun pengkhususan dalam firman-Nya,

“Demikian itu (kewajiban membayar fidyah)
bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).”

Tidak harus merujuk padanya. Karena ada
kemungkinan kata tunjuk kembali ke hadyu dan puasa. Bukan pada Tamattu
sebagaimana yang telah kami jelaskan, bahwa penduduk Mekah kalau ingin
umrah, hendaknya mereka keluar ke tanah halal dan berihram darinya.’

(Adhwaul Bayan, 4/491)

Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan,
“Tamattu dan Qiran sah bagi penduduk Mekah dan selain penduduk Mekkah. Akan
tetapi bagi penduduk Mekah tidak perlu menyembelih hadyu. Hadyu hanya bagi
selain penduduk Mekkah dari luar yang datang ke Mekkah dengan berihram
Tamatu atau Qiran.”

(Majmu Fatawa Ibnu Baz, 17/83)

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android