Unduh
0 / 0

MAKNA FIRMAN ALLAH TA’ALA: <br> وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيم

Pertanyaan: 171726

Saya mendengar bahwa sekedar bisikan berbuat buruk dalam hati di Mekkah atau Madinah dianggap dosa dan dicatat di lembaran seorang hamba. Oleh karena itu para ulama salaf menjaga agar tidak berlama-lama tinggal di Mekkah dan Madinah. Apakah hal ini benar. Sementara saya ingin hidup di Madinah, akan tetapi saya takut keburukan pada diriku atas sebagian lintasan pikiran buruk yang terdapat dalam pikiranku. Saya harap informasi banyak seputar masalah ini sebanyak mungkin.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Masalah tentang keinginan
melakukan kemaksiatan pada pertanyaan anda, dalilnya adalah firman Allah
Ta’ala:

إنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي
جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ
فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (سورة الحج:  25)

“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan
Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang
bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya
melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya
sebagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj: 25)

Jawaban akan hal itu
adalah:

1.Ancaman terkait dengan keingan
berbuat kemaksiatan itu ketika berada di Tanah Haram, Mekkah Al-Mukarromah,
bukan di Madinah. Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata, “Masjidil Haram disini,
maksudnya disini adalah semua tanah haram.”

(Zadul Maad Fi Hadyi Khoiril Ibad, 3/434)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Barangsiapa ingin melakukan
keburukan di Haram Mekkah, maka dia dia diancam dengan siksaan yang pedih.”

(Majmu Fatawa Syekh Ibnu Baz, 16/135)

2.Ancaman terkait dengan
keinginan melakukan kemaksiatan di Mekkah Mukarromah ada tiga macam;

a.Orang yang ingin
melakukan kemaksiatan di bumi manapun dan akan melakukannya di haram Mekkah.

Ad-Dohhaq rahimahullah berkata, ‘Sesungguhnya seseoarang yang ingin
melakukan dosa di Mekkah sementara dia berada di tempat lain, maka akan
dicatat (dosa) baginya meskipun tidak melakukannya. Seperti itu juga
pandangan  Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, sebagaimana akan disebutkan
kemudian.

b.Orang yang berkeinginan
melakukan kemaksiatan di haram meskipun dilaksanakan di luar haram.

c.Yang
paling berat adalah keinginan dan perbuatan maksiatnya dilakukan di Tanah
Haram Mekkah.

3.Sebagian
ulama berpendapat bahwa maksud firman Allah Ta’ala ‘Yuridu’ maksudnya adalah
melakukan. Maka ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah ‘Dorongan sangat
kuat’. Ada pula yang mengatakan ‘Bisikan jiwa’, ini adalah pendapat yang
paling dekat dan paling kuat.

Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata,
“Diantara adalah firman Ta’ala, ‘dan siapa yang bermaksud
di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan
kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj: 25) Kata kerja
‘irodah’ (keinginan) tidak diiringi dengan huruf ba’, akan tetapi mengandung
makna ‘yahummi fihi bikadza’ (keinginan melakukan ini), ini lebih kuat
dibanding sekedar keinginan.
Adapun penyebutan huruf ba  mengisyaratkan kepastian
mendapatkan siksa ketika ada keinginan, meskipun tidak tegas.” (Badai’
Fawaid, 2/259)

4.
Makna ‘Ilhad’ adalah keluar dari kebenaran. Makna ‘Dzulmi’
dalam ayat adalah semua yang menyalahi syariat. Hal itu mencakup kesyirikan,
bid’ah dan dosa seperti membunuh. Pendapat ini yang dikuatkan oleh
Ath-Thabari dan Asy-Syinqiti rahimahullah. Syekh Muhammad Amin Syinqiti
rahimahullah berkata, “Yang tampak dalam masalah ini, bahwa setiap
penyimpangan dengan meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram, masuk
dalam katagori kezaliman yang disebutkan. Adapun yang dibolehkan, seperti
seorang suami memarahi istrinya atau budaknya, bukan termasuk ilhad tidak
juga masuk dalam kategori kezaliman. Sebagian ulama mengatakan, barangsiapa
yang berkeinginan kuat untuk melakukan kejelekan di Mekkah,  maka Allah akan
menyiksanya dengan siksaan yang pedih karena keinginan kuat akan hal itu,
meskipun dia tidak melakukannya.
Berbeda dengan tempat lain selain Haram
Mekkah, dia tidak disiksa dengan keinginan kuatnya.’

Dari Ibnu Mas’ud
radhiallahu anhu berkata, “Jika ada orang yang ingin berbuat maksiat dengan
kezaliman sementara dia berada di kota Aden Abyan, pasti Allah akan dengan
siksaan yang pedih. Hal ini merupakan kesimpulan dari Ibnu Mas’ud
radhiallahu anhu. Penyandaran kata-kata ini kepada beliau (mauquf) lebih
kuat dibanding penyandaran kepada Nabi (Marfu). Yang berpendapat seperti ini
berdalil dengan firman Allah Ta’ala, “dan siapa yang bermaksud di dalamnya
melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya
sebagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj: 25) Karena Allah Ta’ala mengganjar
dengan siksaan pedih terhadap keinginan ilhad (penyimpangan) dengan
kezaliman. Maka di dalamnya terdapat sebuah balasan berdasarkan persyaratan
(sebelumnya).

Yang menguatkan
pendapat ini, sebagian ulama mengatakan bahwa huruf ba’ dalam firman ‘Bi
ilhadin’ karena dalam kata ‘irodah’ (keinginan) terkandung makna ‘ham’
(keinginan kuat). Maka maknanya adalah
barangsiapa yang berkeinginan kuat.

Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud dan yang
lainnya. Ayat ini sebagai bentuk pengkhususan dari keumuman sabda Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang berkeinginan kuat melakukan
keburukan, kemudian dia tidak melakukannya, maka dia akan ditulis satu
kebaikan.’ Dengan demikian, maka
pengkhususan ini menunjukkan beratnya ancaman bagi yang bermaksiat di Haram
Mekkah. Hal ini jelas sekali (maksudnya).

Ada kemungkinan makna
irodah (keinginan) dalam firman Ta’ala ‘Wa man yurid bi ilhadin’ adalah
keinginan sangat kuat untuk melakukan dosa. Namun, keinginan sangat kuat
untuk melakukan dosa, adalah termasuk dosa yang akan diganjar di seluruh
bumi Allah, baik di Mekkah dan di luar Mekkah. Dalil bahwa keinginan
melakukan dosa kalau sangat kuat seperti orang yang melakukan dosa adalah
hadits Abu Bakrah radhiallahu anhu yang telah dinyatakan shahih, yaitu

إذا الْتقى المسلمان بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار،
 قالوا : يا رسول الله ، قد عرفنا القاتل فما بال المقتول ؟ قال، إنه كان
حريصاً على قتل صاحبه

“Kalau ada dua orang muslim bertarung
dengan pedangnya. Maka pembunuh dan yang dibunuh masuk neraka.” Mereka (para
shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, kita telah mengetahui (hukuman bagi)
pembunuh, lalu bagaimana halnya dengan yang dibunuh (mengapa juga masuk
neraka)?” Beliau menjawab, “Karena dia juga ingin sekali membunuh temannya.”
 

Ungkapan para shahabat, “Bagaimana
halnya  dengan orang yang dibunuh?”  Adalah pertanyaan dosa apa yang
dimaksud sehingga menyebabkan dia masuk neraka, padahal dia tidak melakukan
pembunuhan. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan dengan
sabdanya, “Karena dia juga ingin sekali membunuh temannya.” Yaitu, bahwa
dosanya yang membuatnya dimasukkan  ke neraka adalah keinginan yang sangat
kuat dan besar untuk membunuh temannya yang sesama muslim. Telah kami
jelaskan berkali-kali bahwa huruf ‘Inna’ yang diberi tasydid menunjukkan
sebab. Sebagaimana yang digunakan dalam metode iima dan tanbih (sindiran dan
peringatan).

Contoh balasan terhadap keinginan kuat untuk melakukan yang dilarang adalah
apa yang terjadi pada pasukan gajah dengan dibinasakan berkeping-keping
disebabkan burung Ababil ‘Dilempar dengan batu dari neraka sijjil’ karena
keinginan kuat mereka melakukan kemungkaran di haram. Maka Allah binasakan
karena keinginan kuatnya sebelum melakukan apa yang diinginkan. Dan ilmu ada
di sisi Allah. Sementara dhamir  (kata ganti) dalam
firman-Nya ‘Fi hi’ kembali ke Masjidil Haram. Akan tetapi hukum haram
semuanya termasuk kerasnya dosa yang telah disebutkan tadi. Wallahu ta’ala
a’lam.

(Adhwaul Bayan, 4/294, 295)

Wallahu’alam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android