Dalam waktu dekat, Saya berniat pergi menunaikan umrah bersama saudara-saudaraku. Pesawat take off dari US. Dan kami akan memakai ihram sebelum miqat yang dekat dengan airport Jeddah. Selesai umrah, kalau kami ingin menunaikan umrah untuk orang tua kami yang telah meninggal dunia, yaitu seorang saudara menunaikan umrah untuk ayah, sementara saudara lainnya menunaikan umrah untuk ibu misalnya, dari miqat manakah kami harus pergi untuk memperbarui niat umrah dan ihram untuk kedua orang tua? Apakah kita diharuskan mengganti kain ihram untuk umrah bagi kedua orang tua?
Orang Yang Berada Di Mekkah Dan Ingin Melaksanakan Umrah Sekali Lagi, Apa Yang (Selayaknya) Dilakukan?
Pertanyaan: 180123
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama,
Mengulang-ulang umrah bagi seorang muslim dalam satu safar, untuk dirinya atau untuk orang lain tidak sesuai dengan sunnah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, tidak juga dari para shahabat ridwanahhahu’anhum, dan para ulama salaf shaleh. Karena asalnya adalah untuk setiap umrah dalam satu safar.
Ibnu Qayim rahimahaullah mengatakan dalam ‘Zadul Ma’ad, 2/89, 90: “Tidak pernah dalam umrahnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam satupun umrah yang dilakukan, keluar dari Mekkah. Sebagaimana yang dilakukan kebanyak orang sekarang. Semua umrahnya dilakukan ketika hendak masuk Mekkah. Beliau menetap di Mekkah setelah mendapatkan wahyu selama tigabelas tahun. Tidak dinukil riwayat bahwa beliau melaksanakan umrah keluar dari Mekkah pada waktu itu. Maka umrah yang dilakukan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan disyariatkan adalah umrah yang masuk ke Mekkah. Bukan umrah yang ada di dalam (Mekkah) kemdian keluar ke (tanah) halal dan melakukan umrah. Tidak seorangpun pada masa beliau yang melakukannya, kecuali Aisyah radhiallahu anha saja saja diantara rombongan yang ikut bersama beliau. Karena beliau dahulu telah berihram untuk melaksanakan umrah kemudian datang haid, kemudian beliau memerintahkan kepada (Aisyah) untuk memasukkan haji ke umrahnya sehingga menjadi haji qiran. Dan beliau memberitahukan bahwa thawafnya di Ka’bah dan antara shafa dan marwah untuk haji dan umrahnya. Sehingga di dapati bahwa bahwa para isteri lain telah kembali dengan menunaikan haji dan umrah secara tersendiri –karena mereka menunaikan haji tamattu dan bukana qiran – sementara beliau kembali dengan umrah yang sekaligus haji. Sehingga (Nabi sallallahu’alaihi wa sallam) memerintahkan saudaranya untuk (membawa) umrah ke Tan’im, sebagai hibuan hatinya. Sementara beliau tidak umrah dari Tan’im pada haji itu. Tidak juga orang yang (berhaji) bersamanya.”
Kedua,
Jumhur ahli ilmu memberi keringanan bagi yang berumrah dalam safarnya untuk melakukan umrah lainnya khusus bagi orang (yang tinggal) sangat jauh. Sangat berat kembali untuk melakukan umrah lagi. Maka dia diharuskan keluar ke tanah halal terdekat, kemudian dia berihram dengan umrah lainnya.
Diriwayatkan oleh Bukhari 1215 dan Muslim, 1211 dari Aisyah radhiallahu anha beliau berkata,
" يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْتَمَرْتُمْ وَلَمْ أَعْتَمِرْ ، فَقَالَ : يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ ، اذْهَبْ بِأُخْتِكَ فَأَعْمِرْهَا مِنْ التَّنْعِيمِ ، فَأَحْقَبَهَا عَلَى نَاقَةٍ فَاعْتَمَرَتْ " . (أَحْقَبَهَا) أي أركبها خلفه
“Wahai Rasulullah, anda telah berumrah, sementara saya belum berumrah. Maka (beliau) bersabda, “Wahai Abdurrahman, pergi bersama saudarimu dan temani dia umrahkan dari Tan’im. Kemudian ikutilah di belakangnya dengan naik unta, kemudian (Aisyah) menunaikan umrah. Kata ‘Ahqabaha adalah mengikutinya dibelakangnya.
Dalam redaksi Buhkari dan Muslim, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepada Abdurrahman, “Keluarlah anda dengan saudarimu dari Tanah haram kemudian berihram umrah (darinya)."
Nawawi rahimahullah mengatakan dalam penjelasan Shahih Muslim, 8/210: “Keluarlah anda dengan saudarimu dari tanah haram dan berihram untuk umrah dari sana, adalah dalil apa yang dikatakan oleh para ulama, bahwa orang yang berada di Mekkah dan ingin menunaikan umrah, maka miqatnya adalah tanah halal terdekat. Tidak dibolehkan berihram dari tanah haram. para ulama mengatakan, “Sesungguhnya diharuskan keluar ke tanah halal, agar dapat menggabungkan antara halal dan haram. sebagaimana orang haji menggabungkan keduanya. Dia wukuf di Arafah dan itu tanah halal. Kemudian masuk Mekkah untuk thawaf dan (amalan haji) lainnya. Ini adalah perincian madzhab Syafi’i dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Bahwa dia harus keluar ke tanah halal terdekat untuk melakukan ihram Umrah. Jika dia berihram dari (tempatnya) di tanah haram tanpa keluar, maka dia terkena dam. Atha berpendapat, tidak terkena apa-apa. Malik mengatakan, tidak diterima sampai dia keluar ke tanah halal. Qadhi Iyad mengatakan, “Malik mengatakan, ihramnya diharuskan khusus dari Tan’im. Mereka mengatakan, “Dan tempat itu (Tan’im) adalah miqat bagi orang-orang yang menunaikan umrah dari Mekkah. Pendapat ini syadz (nyeleneh) tertolak. Pendapat mayoritas (ulama) adalah semua arah tanah halal adalah sama (dapat untuk memulai ihram). Tidak dikhususkan di Tan’im.”.
Imam Malik rahimahullah mengatakan dalam Muwatha, 1/282: “Adapun umrah dari Tan’im, maka siapa saja yang ingin keluar dari tanah haram kemudian berihram dari sana, hal itu diterima insyallah. Akan tetapi yang lebih utama adalah berihram dari Miqat yang telah ditentukan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam atau yang lebih jauh dari Tan’im.”
Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm, 2/133, mengatakan,”Miqat umrah bagi orang yang berada di Mekkah adalah tanah halal. Yang lebih utama berihram dari Ji’ronah atau tan’im.”
Ibnu Qudamah dalam Al-Mugni, 3/246 mengatakan, “Penduduk Mekkah yang ingin umrah, maka dari tanah halal. Kalau mereka ingin haji, maka ihramnya dari Mekkah, bagi penduduk Mekkah dan orang yang tinggal di dalamnya, baik mukim atau tidak mukim, semua sama. Karena semua orang yang datang dari miqat, maka miqat itu tempat ihramnya. Begitu juga semua orang yang berada di mekkah, maka ia termasuk miqatnya bagi orang yang melakukan haji. Kalau dia ingin umrah, maka dari tanah halal. Hal ini sepengetahuan kami, tidak ada perbedaan. Oleh karena itu, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan Abdurahman menemani umrah Aisyah dari Tan’im.”
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, “Kalau ada orang datang ke Mekkah untuk menunaian Haji atau umrah, apakah setelah selesai haji dan umrah dibolehkan menunaikan umrah lagi untuknya atau untuk orang lain pada waktu kedatangan yang sama. Dia keluar dari Mekkah menuju Tan’im untuk ihram kemudian menunaikan umrah ini. Saya mohon penjelasanya?
Maka beliau menjawab, “Tidak mengapa hal itu. Alhamdulillah. Kalau dia datang untuk haji dan menunaikan haji untuk dirinya atau berumrah untuk dirinya. Atau berhaji dan berumrah untuk orang lain. Kemudian dia ingin menunaikan umrah lagi untuk dirinya atau untuk orang lain. Maka hal itu tidak mengapa. Akan tetapi dimulai dari tanah halal. Keluar dari Mekkah ke tanah halal; Tan’im atau Ji’ronah atau selain dari keduanya dan berihram darinya. Kemudian memulai thawaf, sa’i dan mencukur. Baik hal itu untuk dirinya atau untuk mayit dari kerebatanya atau orang yang dicintainya atau untuk orang yang tidak mampu, tua renta, tua sekali yang tidak mampu menunaikan umrah, hal itu tidak mengapa. Hal ini telah dilakukan oleh Aisyah radhiallahu’anha atas perintah dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Beliau umrah bersama Nabi sallallahu’alaihi wa sallam kemudian meminta izin waktu malam hisbah yaitu sore hari ketiga belas malam empat belas. Beliau meminta izin untuk menunaikan umrah, kemudian beliau diberi izin oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Dan memerintahkan Abdurrahnman bin Abu Bakar saudaranya untuk pergi bersamanya ke Tan’im dan beliau (Aisyah radhiallahu’anha) berumrah dari sana. Dan ini berarati umrah kedua dari dalam Mekkah.
Kesimpulannya, bahwa tidak mengapa seseorang yang menunaikan haji atau umrah untuk dirinya kemudian dia berumrah untuk orang lain. Atau dia haji dan umrah untuk orang lain kemudian berumrah untuk dirinya. Hal itu tidak mengapa.” (Nurun Ala Ad-Darbi)
Dari situ, yang dianjurkan bagi anda kalau anda datang dari USA dan berumrah untuk diri anda kemudian ingin mengumrahkan untuk orang tua anda yang telah meninggal dunia. Hendaknya anda keluar ke tanah halal terdekat yaitu Tan’im. Dan berihram darinya kemudian kembali ke Mekkah untuk menunaikan umrah untuk orang yang meninggal dunia. Dan anda tidak diharuskan mengganti kain ihram yang anda gunakan untuk berihram. Bahkan dibolehkan memakai pakaian apa saja selagi semua syarat telah terpenuhi. Akan tetapi dianjurkan memakai pakaian putih yang bersih.
Wallahu’alam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam