Mulai dari kisah kira-kira 30 tahun yang lalu, pada waktu negara terjadi perang, bapak saya adalah seorang tentara. Suatu hari bapak saya hilang di peperangan tersebut, namun dikabarkan kepada ibu saya bahwa beliau telah terbunuh, setelah beberapa bulan ibu saya berkenalan dengan laki-laki lain sampai keduanya melakukan zina, ibu saya pun akhirnya mengandung dari orang tersebut, ia pun memberitahukan kehamilannya kepada orang tersebut, dia pun mau bertanggung jawab dan akan menikahinya, keduanya sudah sepakat untuk melangsungkan pernikahan. Setelah beberapa hari sebelum keduanya melaksanakan akad nikah, bapak saya kembali ke rumah dan melihat ibu saya sedang hamil. Ibu saya berterus terang akan kejadian yang dialaminya, bapak saya marah dan memukulnya namun akhirnya beliau memaafkannya dan ingin balas dendam kepada laki-laki yang telah berzina dengan ibu. Ketika ia mengetahui bahwa bapak saya sudah kembali dan apa yang ia niatkan ia pun kabur dan bersembunyi. Selang beberapa waktu ibu saya akhirnya melahirkan seorang anak perempuan beliau telah bertaubat, dan setelahnya beliau juga melahirkan beberapa anak laki-laki, kisahnya selesai sampai sini.
Kami sebelumnya tidak mengetahui akan kisah ini kecuali mereka bertiga, namun satu tahun yang lalu sebelum bapak saya meninggal dunia, ia pun bercerita tentang kejadian tersebut.
Pertanyaannya adalah:
Saudari saya yang merupakan hasil anak zina bertanya: “Apakah ia juga mempunyai kewajiban untuk berbakti kepada bapak biologisnya yang tidak mau tahu selama bertahun-tahun ?, Apakah juga memanggilnya dengan sebutan bapak ketika melihatnya ?, Apakah ia juga berhak meminta nafkah kepadanya selama ini ?, yang perlu diketahui bahwa kami menemuinya belum lama ini.
Pertanyaan lain: Saudariku tersebut tercatat di KTP dengan nama bapak saya, semua orang mengira bahwa dia adalah putri bapak saya, apakah dia harus memberitahukan kepada semua orang dan pemerintah bahwa dirinya bukan anak dari bapak saya ?, kepada siapakan nasabnya dinisbahkan ?, jika dia melakukan hal tersebut maka keluarga kami akan tercoreng di mata masyarakat atau dirahasiakan saja untuk menghindari tersebarnya aib ?
Seorang Wanita Yang Sudah Menikah Berzina Hingga Mempunyai Anak dan Diakui Oleh Suaminya, Kepada Siapakah Dinisbahkan Nasab Anak Tersebut ?
Pertanyaan: 180796
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Para ulama telah berijma’ bahwa wanita yang berzina jika sudah menikah dan akhirnya mempunyai anak, namun suaminya tidak menolaknya dengan li’an (fiqih melaknat) , maka anak tersebut dinisbahkan kepadanya, tidak kepada laki-laki yang berzina dengannya.
Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ ) رواه البخاري ( 1948 ) ومسلم ( 1457(.
“Anak seorang ibu (hasil zina dengan laki-laki lain), maka berada pada tanggungannya. Dan pezina terhalangi (dari nasabnya).””. (HR. Bukhori: 1948 dan Muslim: 1457)
Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- berkata: “Pada saat datangnya Islam, maka Rasulullah –shallallahu ‘alai wa sallam- menyatakan bahwa zina adalah bathil; karena Allah telah mengharamkannya dan beliau pun bersabda:
: ( لِلْعَاهِرِ الحَجَرُ )
“Pezina terhalangi (dari nasabnya).”
Maka tidak ada di dalam Islam anak zina, semua para ulama juga menyatakan ijma’ akan hal tersebut, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tersebut. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadikan anak yang dilahirkan dari zina dinisbahkan kepada suaminya, sampai ia tolak dengan proses li’an (fiqih melaknat).
Ibnu Abdil Bar juga berkata:
“Banyak para ulama telah berijma’ bahwa wanita merdeka adalah tempat tidur setelah berlangsungnya akad nikah; karena memungkinkan untuk digauli dan hamil. Dan jika dengan akad nikah memungkinkan untuk digauli dan hamil, maka anak yang dihasilkan adalah miliki suami sahnya dan tidak bisa ditolak dengan klaim orang lain kecuali dengan cara fiqih li’an”. (At Tamhid lima fil Muatha’ minal Ma’anii wal Asaniid: 8/183)
Tentang masalah li’an dan tata caranya silahkan anda membaca jawaban soal nomor: 178671.
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata: “Mereka semua melakukan ijma’ jika anak firasy (hasil jima’) itu lahir, kemudian ada yang mengklaimnya maka klaim tersebut tidak berlaku. Akan tetapi yang terjadi perbedaan di antara para ulama adalah jika dilahirkan dari wanita yang tidak berstatus sebagai istri”. (Al Mughni: 7/130)
Atas dasar itu maka kehamilan ibu anda yang diketahui oleh bapak anda setelah pulangnya tetap dinisbahkan kepadanya, dan tidak dinisbahkan kepada laki-laki yang berzina tersebut, meskipun ibu anda memastikan bahwa anak tersebut adalah anak hasil zina, kecuali jika bapak anda tidak mengakui anak tersebut dengan cara fiqih li’an. Karena tidak ada penolakan dari bapak anda dengan li’an, maka anak perempuan tersebut adalah anaknya dan dinisbahkan kepadanya, ia juga menjadi saudari anda senasab, hal ini masalah ijma’ seperti yang anda lihat yang kami nukil dari pendapat para imam.
Saudari anda tidak dinisbahkan kepada laki- laki yang berzina dengan ibu anda tersebut, berarti dia juga bukan bapaknya, namun tetap ada konsekuensi hukum kepadanya, yaitu; laki-laki tersebut diharamkan menikah dengan saudari anda, ia juga tidak berhak memanggilnya bapak, dia juga tidak wajib menafkahinya, juga tidak saling mewarisi satu sama lain. Telah kami jelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 85043.
Maka, tidak ada perubahan dalam kehidupan anda, karena wanita tersebut adalah saudari anda, baginya semua hukum dan hak sesuai syari’at dan tidak ada kaitannya dengan pemerintahan dan masyarakat dengan apa yang telah terjadi. Kejadian tersebut adalah urusan ibu anda dengan Allah, barang siapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya.
Untuk lebih jelasnya dalam masalah ini maka silahkan anda membaca kedua jawaban soal nomor: 94820 dan 95024.
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam