Unduh
0 / 0
1022211/01/2013

Hukumnya Mengkonsumsi Pil Penunda Haid Sebelum Thawaf Wada’

Pertanyaan: 192515

Saya sedang melaksanakan ibadah haji, haid bulanan saya datang pada tanggal 10, saya akan mengkonsumsi pil penahan haid sehingga saya bisa melaksanakan thawaf ifadhoh. Pertanyaan saya adalah:

Apakah saya boleh menahan diri untuk tidak minum obat penunda haid setelah melakasanakan thawaf; saya menghawatirkan efek samping (bahayanya) apalagi saya masih gadis ? atau saya harus mengkonsumsinya sampai pelaksanaan thawaf wada’ ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Thawaf
ifadhoh adalah salah satu rukun haji, tidak bisa gugur termasuk bagi wanita
yang sedang haid, akan tetapi wanita haid tidak boleh melaksanakan thawaf di
Ka’bah sampai ia suci kembali, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- kepada ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- pada saat dia sedang haid:

( افْعَلِي كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي
بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي ) رواه البخاري (1650(

“Lakukanlah
semua yang dikerjakan oleh jama’ah haji, hanya saja janganlah engkau
melaksanakan thawaf sampai suci kembali”. (HR. Bukhori: 1650)

Disebutkan
dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah ( 18/320):

“Tidak ada
perbedaan di antara para ulama fikih bahwa haid tidak menghalangi dari semua
manasik haji kecuali thawaf, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- kepada Aisyah pada saat ia sedang haid:

افعلي ما يفعل الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت )

“Kerjakanlah
semua yang dikerjakan oleh jama’ah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf
di Ka’bah”.

Tidak masalah
bagi seorang wanita mengkonsumsi pengobatan medis, untuk menahan datangnya
haid atau mengurangi lama keluarnya; agar bisa melaksanakan thawaf.

Syeikh Abdul
Aziz bin Baaz –rahimahullah- pernah ditanya:

“Bagaimanakah
hukum seorang wanita yang menggunakan pil penunda haid selama pelaksanaan
ibadah haji ?

Beliau
–rahimahullah- menjawab:

“Tidak
masalah; karena mengundang manfaat dan maslahat; sehingga dia bisa
melaksanakan thawaf bersama yang lainnya, anda pun tetap ditemani olehnya”.
(Fatawa Islamiyah: 2/185)

Untuk
penjelasan lebih lanjut bisa dibaca jawaban nomor:
112271
dan 36600

Kedua:

Adapun thawaf
wada’ maka ada keringanan bagi wanita yang sedang haid. Imam Bukhori (1755)
dan Muslim (1328) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-
berkata:

( أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ،
إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنْ الْحَائِضِ(.

“Diperintahkan kepada semua orang agar akhir dari seluruh aktifitasnya
adalah di Ka’bah, hanya saja diberi keringanan bagi yang sedang haid”.

Imam Ahmad
(3495) telah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- pernah
mengingat bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memberikan
keringanan kepada yang sedang haid untuk pulang sebelum melaksanakan thawaf,
jika dia telah melaksanakan thawaf ifadhoh.

Disebutkan
dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah (18/320):

“Ulama fikih
telah bersepakat bahwa bagi wanita yang sedang haid boleh pulang tanpa
thawaf wada’, sebagai bentuk keringanan baginya, berdasarkan hadits Aisyah
–radhiyallahu ‘anha-:

( أن صفية رضي الله عنها حاضت ، فأمرها النبي صلى الله عليه
وسلم أن تنصرف بلا وداع )

“Bahwa
Shofiyyah –radhiyallahu ‘anha- sedang haid, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- telah menyuruhnya untuk pulang tanpa thawaf wada’”.

Dari Thowus
berkata:

“Saya pernah
bersama Ibnu Abbas lalu Zaid bin Tsabit berkata: “Engkau memberikan fatwa
bahwa seorang wanita yang sedang haid boleh pulang sebelum mengaikhiri
amaliyahnya dengan thawaf di Ka’bah ?”. Maka Ibnu Abbas berkata kepadanya:
“Mungkin tidak, maka bertanyalah kepada Fulanah dari Anshor, apakah
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyuruhnya untuk hal itu
?. Maka Zaid bin Tsabit kembali lagi kepada Ibnu Abbas dengan tersenyum dan
berkata: “Saya tidak melihatmu kecuali dalam kebenaran”.

Dengan
demikian, jika tidak ada sesuatu yang membahayakan anda pada saat dikonsumsi
secara terus-menerus sampai selesai manasiknya, melaksanakan thawaf wada’
maka hal itu baik-baik saja, apalagi kedua thawaf tersebut biasanya jaraknya
dekat.

Jika hawatir
akan mendatangkan bahaya, maka tidak masalah anda meninggalkan obat
tersebut. Jika anda tetap pada masa suci anda maka bersyukurlah, namun kalau
tidak maka hendaknya anda mengambil rukhsoh (keringanan) dari Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam-: “Agar anda beranjak pulang tanpa
melaksanakan thawaf wada’”.

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android