Unduh
0 / 0
789910/02/2014

Seorang Suami Berkata Kepada Istrinya: “Jika Kamu Berbicara Dengan Fulan Maka Hal Itu Menjadi Akhir Dari Hubungan Kita Berdua”, Lalu Dia Benar-benar Berbicara Dengan Fulan Tersebut

Pertanyaan: 210635

Saya memergoki istri saya telah berbicara kepada salah satu teman saya melalui saluran telepon tanpa sepengetahuan saya, dia berkomunikasi dengannya melalui saluran telepon dalam jangka waktu yang lama, oleh karena itu saya sampaikan kepadanya beberapa hari yang lalu, “bahwa hubungan kita berdua akan berakhir jika kamu masih berkomunikasi dengannya lagi atau dia yang berbicara denganmu”, pada saat itu saya berniat untuk melarangnya berkomunikasi dengannya via telepon, akan tetapi sayangnya setelah saya periksa HP nya pada hari berikutnya, saya mendapatinya telah berbicara lagi dengannya. Saya bicarakan hal ini kepada teman saya yang lain, dan dia juga teman dari laki-laki yang berbicara dengan istri saya via telepon, saya pun menjelaskan kepadanya persoalan ini. Dia berkata bahwa Istri dari laki-laki tersebut telah bercerita kepadanya, bahwa istri dari laki-laki tersebut telah pergi kepada seorang tukang sihir agar keduanya tetap menjalin hubungan”.

Jika benar apa yang disampaikan oleh teman saya yang lain tersebut, maka apakah ucapan saya “jika kamu berkomunikasi dengannya lagi, maka menjadi akhir dari hubungan kita berdua” dianggap talak yang sah ?, dan bagaimana caranya agar saya membantunya terlepas dari pengaruh sihir ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Seorang istri tidak boleh
berkomunikasi dengan laki-laki lain yang bukan mahramnya, seorang laki-laki
juga tidak boleh berbicara dengan istri orang lain, kecuali setelah dia
mendapat izin dari suaminya. Telah disebutkan dalam Shahih al Jami ash
Shaghir wa Ziyadatuhu (6813) bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

( نهى أن تُكلم النساء إلا بإذن أزواجهن(

“Telah melarang untuk
berbicara dengan wanita lain kecuali atas seizin suami mereka”.

Larangan ini akan lebih kuat
bagi seorang istri, jika telah dilarang oleh suaminya untuk berbicara kepada
banyak orang laki-laki, jika dia tidak mentaatinya maka berarti dia telah
menyelisihi perintah Alloh –ta’ala-, dan meremehkan hak suaminya, dan
dinamakan seorang istri yang melakukan nusyuz (membangkang). 

Adapun perkataan suami
tersebut kepada istrinya: “Jika kamu berkomunikasi dengan laki-laki tersebut
sekali lagi, maka hal itu akan menjadi akhir dari hubungan kita berdua”.

Maka pada ucapan tersebut
berkumpul dua hal:

1.Hal itu
termasuk kinayah (bahasa kiasan) dari talak, dan bahasa kiasan itu tidak
dianggap talak kecuali dengan disertai niat, sebagaimana yang telah kami
jelaskan pada fatwa nomor: 129652.

2.Ucapan itu
termasuk talak mu’allaq (yang diserahkan kepada orang lain atau yang
bersyarat), talak mu’allaq termasuk yang diperselisihkan oleh para ulama,
mayoritas mereka menganggapnya tetap jatuh talak jika syaratnya terpenuhi,
dan sebagian lagi tidak menganggapnya jatuh talak, kecuali jika suami
tersebut telah berniat untuk menjatuhkan talak, adapun jika tujuannya
sebagai ancaman, perintah atau larangan maka tidak dianggap jatuh talak, dan
jika melanggar hanya wajib membayar kaffarat sumpah. Telah dijelaskan
sebelumnya pada fatwa nomor: 131710 dan fatwa nomor:
181897.

Atas dasar itu semua, maka
suami tersebut tidak terlepas dari beberapa hal:

1.Bahwa ucapan:
“akhir dari hubungan kita berdua” disertai dengan niat talak, dia juga
berniat untuk menceraikan istrinya pada saat dia berkomunikasi dengan
laki-laki lain, dalam kondisi seperti ini maka tidak diragukan lagi talak
dianggap jatuh.

2.Niat dari
ucapan tersebut mengandung arti talak, namun suami tersebut tidak bermaksud
menjatuhkan talak, akan tetapi hanya sebagai ancaman dengan harapan istrinya
berhenti berkomunikasi dengan laki-laki lain, dalam kondisi seperti ini maka
tidak dianggap jatuh talak, berdasarkan pendapat yang kuat dan yang
difatwakan dalam website ini, maka dari itu yang menjadi kewajibannya hanya
membayar kaffarat sumpah, karena ada pelanggaran dari istrinya yang tetap
berkomunikasi dengan laki-laki lain.

3.Pihak suami
sama sekali tidak berniat untuk menjatuhkan talak dengan ucapan tersebut,
maka hal ini tidak dianggap jatuh talak, dan wajib membayar kaffarat sumpah.

Setelah itu hanya tinggal
memperhatikan masalah sihirnya, jika istrinya benar-benar terkena serangan
sihir, dan sihir tersebut sampai mempengaruhi keinginan dan pilihannya, dia
tidak perduli dan tetap berkomunikasi dengan laki-laki tersebut; karena
dibawah pengaruh sihir, maka pada kondisi seperti itu tidak dianggap jatuh
talak, meskipun suaminya telah berniat untuk menjatuhkannya; karena orang
yang terkena sihir sampai pada kondisi seperti itu dia sebenarnya tidak kena
taklif (beban kewajiban).

Syeikh Shodiq al Ghoryani
seorang mufti umum dari negara Libia berkata: “Alloh telah menjadikan akal
dan keinginan sebagai dasar dari taklif (kewajiban melaksanakan syari’at),
jika keduanya tidak ada maka taklif pun tidak bisa dilaksanakan, dan orang
tersebut tidak bisa dimintai pertanggung jawaban dari ucapan dan
perbuatannya, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

( رفع القلم عن ثلاثة : عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى
يحتلم، وعن المجنون حتى يعقل))

“Pena (pencatat amal) akan
diangkat pada tiga hal: orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak
sampai dia baligh, dan dari orang yang gila sampai dia sadar / berakal”.

Dan di dalam Sunan Ibnu Majah
disebutkan:

((رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه(

“Telah diangkat dari umatku (pencatatan
amal) karena berbuat kesalahan, lupa dan karena mereka dipaksa”.

Atas dasar itulah maka jika
sihir yang masuk sampai menjadikan keinginan manusia tersandera, maka Alloh
tidak akan menghisabnya atas apa yang diucapkan dan diperbuatnya, berbeda
dengan seseorang yang terkena sihir namun tidak sampai mempengaruhi
keinginannya, juga berbeda dengan orang yang berakal dan bisa memilih sesuai
keinginannya, maka keduanya akan dihisab atas perkataan dan perbuatan mereka”.
(Diambil dari Website Daarul Ifta’ al Libiyah)

Banyak di antara para ulama
yang menyatakan bahwa barang siapa yang melakukan syarat dari sumpah
tersebut karena lupa atau dipaksa, maka dia tidak dianggap melanggar sumpah,
Ibnu Qudamah berkata:

“Bahwa melakukan syarat
sumpah karena lupa atau dipaksa tidak dianggap melanggar sumpah, berdasarkan
firman Alloh –Ta’ala-:

( وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم )
[الأحزاب: 5]

“Dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang
disengaja oleh hatimu”. (QS. Al Ahzaab: 5)

Dan berdasarkan sabda Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- :

إن الله تجاوز لأمتي عن الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
رواه ابن ماجه والدارقطني

“Sesungguhnya Alloh telah
mengampuni bagi umatku yang (berbuat sesuatu) karena salah, lupa dan karena
mereka dipaksa”. (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni)

Karena dia tidak sengaja
melanggarnya, maka tidak dianggap melanggar yang berarti sama dengan orang
yang tidur”. (Al Kaafi fi Fiqhil Imam Ahmad: 4/193)

Jika orang yang dipaksa tidak
dianggap melanggar sumpah; karena tidak sempurnanya keinginan dan pilihannya
dalam berbuat, maka lebih utama tidak dianggap melanggar sumpah bagi
seseorang yang terkena sihir yang sampai mengendalikan keinginan dan
pilihannya.

Adapun cara mengobati sihir
telah dijelaskan sebelumnya pada fatwa nomor: 12918.

Wallahu a’lam
.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android