Unduh
0 / 0
1040710/12/2014

Bertanya Tentang Hadits: (Tidak Ada Talak Secara Paksa)

Pertanyaan: 214699

Saya menginginkan tafsir yang jelas dari hadits Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

( لا طلاق في إغلاق(

“Tidak ada talak secara paksa”.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
2046 dan Ahmad dalam Musnadnya: 26360, Abu Ya’la dalam Musnadnya: 4444 dari
‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- bersabda:

(لَا طَلَاقَ وَلَا عَتَاقَ فِي إِغْلَاقٍ) وحسنه الألباني في ”
صحيح وضعيف سنن ابن ماجة “(2046(

“Tidak ada talak juga tidak
ada pemerdekaan (budak) secara paksa”. (Dihasankan oleh Albani dalam Shahih
wa Dha’if Sunan Ibnu Majah: 2046)

Para ulama telah berbeda
pendapat dalam memahami arti dari “al ighlaq”, sebagian mereka mentafsirinya
sebagai paksaan, al Khithabi berkata: “Arti dari al ighlaq adalah al ikrah
(paksaan)”. Umar bin Khottab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
–radhiyallahu ‘anhum- mereka tidak berpendapat bahwa talak dengan terpaksa
tidak dianggap talak, pendapat ini juga pendapat Syuraih, ‘Atha, Thawus,
Jabir bin Zaid, al Hasan, Umar bin Abdul Aziz, al Qasim dan Salim, demikian
juga Malik bin Anas, al Auza’i, Syafi’i, Ahmad bin Hambal dan Ishak bin
Rahawaih”. (Ma’alim Sunan: 3/242)

Dan disebutkan di dalam “At
Taisir fil Jami’ as Shaghir (2/501):

 ( لَا طَلَاقَ وَلَا عَتَاقَ فِي إِغْلَاقٍ )

“Tidak ada talak dan tidak
ada pemerdekaan (budak) dalam keadaan terpaksa”.

Karena orang yang terpaksa
akan menutup pintu dan kebanyakan merasa terpojok, maka talaknya tidak
berpengaruh apa-apa menurut tiga imam, namun Hanafiyah menganggap talaknya
tetap terjadi”.

Sebagian ulama mentafsiri
bahwa maksudnya adalah larangan untuk menjatuhkan talak tiga kali pada satu
waktu sekaligus, maka pintu talak sudah ditutup baginya hingga tidak tersisa
lagi baginya, seperti menutup gadai, disampaikan oleh Abu ‘Abid al Harwi”.
(Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khoiril Ibad: 5/195)

Sebagian ulama menafsirinya
dalam keadaan gila, sebagian yang lain menafsirinya dengan keadaan sangat
marah, sebagaimana yang disebutkan dalam Nail Authar (6/279):

“Fi ighlaq maksudnya adalah
dengan paksaan, hal itu diriwayatkan di dalam at Talkhish dari Ibnu
Qutaibah, al Khithabi, Ibnu Sayyid dan yang lainnya. Dikatakan juga
maksudnya adalah dalam keadaan gila, namun al Mathrazi menganggapnya aneh,
dikatakan juga maksudnya adalah dalam keadaan marah, sebagaimana tertera di
dalam Sunan Abu Daud, salah satu riwayat dari Ibnul A’rabi, demikian juga
penafsiran Ahmad, namun ditolak oleh Ibnu Sayyid dengan berkata: “Jika
maksudnya demikian, maka tidak akan terjadi talak kepada siapapun, karena
seseorang tidak akan mentalak kecuali setelah marah”.

Di dalam I’lam Muwaqqi’in ‘an
Rabbil ‘Alamin (3/47):

“Imam Ahmad berkata yang
diriwayatkan dari Hambal: “Maksudnya adalah marah”, demikian juga penafsiran
dari Abu Daud, termasuk pendapat al Qadhi Ismail bin Ishak salah seorang
ulama Malikiyah dan tokoh ahli fikih dari Irak, menurut beliau juga termasuk
sumpah yang sia-sia, beliau memasukkan sumpahnya orang yang sedang marah
termasuk sumpah yang sia-sia dan sumpah yang tertutup/terhalang, yang
demikian itu diriwayatkan juga dari Ibnu Bazizah al Andalusi berkata: “ini
adalah pendapat Ali, Ibnu Abbas, dan yang lainnya dari kalangan para sahabat
bahwa semua sumpah yang diucapkan dengan marah maka tidak bisa mengikat”.
Dan di dalam Sunan ad Daruquthni dengan sanad yang tidak terlalu kuat dari
hadits Ibnu Abbas yang marfu’:

لا يمين في غضب ، ولا عتاق فيما لا يملك

“Tidak ada sumpah dalam
keadaan marah, dan tidak ada pembebasan (budak) jika tidak dimiliki
(sepenuhnya)”.

Hadits ini meskipun tidak
ditetapkan sebagai hadits marfu’ tetapi perkataan Ibnu Abbas. Imam Syafi’i
menafsiri hadits “La thalaq fii Ighlaq” dengan keadaan marah, demikian juga
Masruq. Jadi ada Masruq, Syafi’i, Ahmad, Abu Daud, Qadhi Ismail, mereka
semua menafsiri kata “ighlaq” dengan marah, inilah penafsiran yang paling
baik; karena orang yang marah telah menutup pintu tujuannya pada saat sangat
marah, seperti halnya orang yang terpaksa. Bahkan orang yang marah lebih
layak menjadi tertutup dari pada orang yang dipaksa; karena orang yang
dipaksa masih mempunyai tujuan untuk mengangkat keburukan besar dengan
keburukan yang sedikit, maka dia benar-benar bermaksud melakukannya, dari
sini maka talak pun tetap terjadi bagi yang melakukannya.

Sedangkan orang yang marah,
pintu tujuan dan ilmunya tertutup rapat, seperti halnya dalam keadaan mabuk
dan gila, karena kemarahan adalah tertutupnya akal, yang menipunya seperti
halnya halunisasinya minuman keras, bahkan lebih dahsyat lagi karena menjadi
bagian dari kegilaan, dan tidak diragukan lagi bagi yang memahami kejiwaan
manusia bahwa dalam keadaan seperti ini talaknya tidak terjadi”.

Pendapat yang rajih dari
maksud hadits di atas adalah:

Bahwa al Ighlaq berarti dalam
keadaan dipaksa, gila, stress dan marah yang sangat. Ibnul Qayyim
–rahimahullah- berkata: “Syeikh kami (Syeikh Islam Ibnu Taimiyah) berkata:
“maksud yang sebenarnya dari kata: “ighlaq” (tertutup) yaitu; seseorang
laki-laki yang telah menutup hatinya, tidak ingin berbicara atau tidak
memberitahukannya, seakan dia telah menutup tujuan dan keinginannya. Abul
Abbas al Mubarrad berkata: “al Gholqu adalah sempitnya dada dan tidak sabar.
Syeikh kami berkata: “Termasuk dalam hal itu talaknya seorang yang dipaksa
dan orang gila, dan barang siapa kehilangan akal karena mabuk atau marah dan
semua yang di luar kesengajaan, dan tidak tahu apa yang dikatakannya.

Kemarahan dibagi tiga:

1.Yang
menghilangkan akal, pelakunya tidak sadar dengan apa yang diucapkan, yang
demikian ini tidak ada perbedaan bahwa talaknya tidak berpengaruh apa-apa. 

2.
Kemarahan yang masih bisa dikendalikan, yang tidak menghalangi pelakunya
untuk memahami apa yang diucapkan dan diinginkan, maka yang demikian itu
jika ia mentalak maka jatuh talaknya.

3.
kemarahan yang sangat namun tidak menghilangkan semua akal sehatnya, akan
tetapi ada yang menghalangi antara dia dengan niatnya dan akan menyesal
setelah dia menyadari apa yang telah diperbuatnya, di sinilah yang menjadi
titik perbedaan pendapat, tidak jatuhnya talak dalam kondisi seperti ini
adalah pendapat yang kuat”. (Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khoiril Ibaad: 5/195)

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android