Telah terjadi konflik antara saya dengan istri saya, inti permasalahannya bahwa istri saya ingin mengunjungi keluarganya dan tidak mau saya antar dengan mobil saya; karena dia marah sekali kepada saya dan ada permusuhan di antara kita, maka dari itu dia ingin pergi sendiri ke keluarganya dengan angkutan umum dari pada naik mobil saya, maka saya katakan kepadanya: “Jangan sampai kamu naik angkutan umum; dan jika kamu memaksa naik angkutan umum maka kamu saya talak ! ”, tujuan ucapan ini ada dua hal:
1. Sebagai ancaman dan larangan mengendarai angkutan umum dan bukan untuk mentalak.
2. Saya menggantungkan talak dengan perginya istri saya menggunakan angkutan umum berdasarkan sebab tertentu, yaitu; karena dia tidak segera melakukan perintah saya dan dia juga menolak keinginan saya untuk diantarkan dengan menggunakan mobil saya. Jadi mengendarai angkutan umum bukan sebab yang utama untuk menggantungkan talak saya.
Pertanyaannya:
Mana yang lebih kuat dari pendapat para ulama yang terpercaya berserta dalilnya dalam masalah ini, apakah dianggap jatuh talak ?,
Dan apakah yang demikian itu bisa ditarik kembali ?, apalagi syaratnya tidak murni; karena berdasarkan sebab yang lain, yaitu; adanya penolakan pada perintah saya; saya secara umum bertujuan untuk melarang dan mengancamnya, saya tidak bertujuan bahwa diri saya merasa nyaman jika dia keluar dengan angkutan umum ?, perlu diketahui bahwa sampai saat ini istri saya belum pernah keluar dengan angkutan umum.
Menggantungkan Talaknya Kepada Istrinya Jika Dia Menaiki Angkutan Umum Namun Tujuannya Hanya Untuk Mengancam
Pertanyaan: 215136
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Talak yang digantungkan kepada syarat tertentu, seperti; ucapan anda kepada istri anda: “Jika kamu keluar dengan angkutan umum, maka kamu saya talak”, para ulama berbeda pendapat dalam mensikapinya:
1.Pendapat jumhur ahli fikih berpendapat tetap jatuh talak, jika perkara yang disyaratkan terpenuhi.
2.Sebagian ulama yang lain dan menjadi pilihan syeikh Islam Ibnu Taimiyah dan yang lainnya, dan merupakan pendapat yang difatwakan pada website ini, bahwa penggantungan talak itu harus dirinci yang dikembalikan pada niat orang yang bersumpah. Jika dia bertujuan menggantungkan ta’liq tersebut sama dengan tujuan sumpah untuk melakukan sesuatu, melarang sesuatu atau untuk menjauhkan dari sesuatu, dan tidak bermaksud untuk menjatuhkan talak, maka hukumnya sebagai hukum sumpah dan tidak dianggap jatuh talak jika perkara yang disyaratkan terpenuhi, hanya saja jika dia melanggar sumpah tersebut maka harus membayar denda sumpah.
Adapun jika dia bermaksud untuk menjatuhkan talak, maka jatuh talak kepada istrinya jika syaratnya terpenuhi, dan masalah niatnya hanya Alloh Yang Maha Mengetahuinya dan tidak satupun rahasia bagi Alloh. Maka hendaknya seorang muslim menjaga diri dari bersiasat kepada Tuhannya, dan menipu dirinya sendiri. Bisa dibaca juga seputar masalah ini pada fatwa nomor: 106232.
Atas dasar itulah maka, selama anda tidak berniat pada penggantungan syarat tersebut kecuali hanya untuk melarang istri anda agar tidak menggunakan angkutan umum, dan anda tidak berniat untuk menjatuhkan talak kepadanya jika dia memenuhi syarat tersebut, maka hal ini –sebagaimana yang difatwakan menurut kami- hukumnya sama dengan hukum sumpah. Jika istri anda menentang anda dengan tetap mengendarai angkutan umum, maka telah terjadi pelanggaran sumpah, maka anda wajib membayar denda sumpah. Telah dijelaskan sebelumnyatentang kaffarat sumpah pada fatwa nomor: 45676.
Jikaistri anda menahan diri dari menggunakan angkutan umum pada masa yang akan datang, untuk berjaga-jaga tentang agama dan pernikahannya, dan anda menyelisihi pendapat jumhur yang menyatakan tetap jatuh talak pada talak bersyarat dan terpenuhi syarat tersebut, maka lebih baik dan lebih utama; karena keluar dari permasalah yang menjadi perbedaan pendapat dianjurkan; apalagi istri anda belum mengendarai angkutan umum dari sejak dikaitkan dengan sumpah seperti yang anda sampaikan.
Kedua:
Adapun masalah yang berkaitan dengan penyelesaian talak bersyarat dan cara mengembalikannya seperti semula, menurut pendapat yang kuat dari para ulama dan menjadi pendapat jumhur ulama tidak bisa dicabut kembali sumpah bersyarat tersebut, bahkan mereka menganggap begitu keluar dari ucapan suami langsung menjadi wajib tidak bisa lagi dicabut. Disebutkan dalam Asy Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’: 13/127: “Jika seorang suami mengaitkan talak istrinya pada syarat tertentu, maka apakah dia bisa mencabutnya sebelum terpenuhinya syarat tersebut atau tidak?, contohnya seperti perkataan kepada istrinya: “Jika kamu pergi ke rumah orang tuamu, maka jatuh talak bagimu”, dia berniat mentalaknya bukan sekedar sumpah, kemudian dia ingin mencabut ucapannya tersebut, apakah dia bisa melakukannya atau tidak ?. Jumhur berpendapat tidak mungkin bisa dicabut lagi; karena dia telah mengeluarkan lafadz talak dari mulutnya dengan syarat tersebut, maka menjadi wajib seperti halnya talak yang sudah terjadi”.
Menjadi nasehat bagi anda wahai penanya, agar anda menjauhi penggunaan kata talak pada semua keadaan, karena talak tidak disyari’atkan untuk ancaman dan menakut-nakuti, dan tidak selayaknya bagi seorang yang berakal mengucapkan kata-kata yang bisa mengekangnya dan menjadi tertawan karenanya dan menghadapkan keluarganya kepada perpecahan dan kerusakan, kemudian bisa jadi akan menyesal nantinya pada waktu yang sudah tidak lagi bermanfaat penyesalan tersebut, semoga Alloh memberikan taufik dan petunjuk-Nya kepada kita semua.
Wallahu ‘alam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait