0 / 0
11,03201/02/2019

Menjatuhkan Talak Kepada Istrinya Sebanyak Tiga Kali dan Menanyakan Kaffarat Agar Tetap Bisa Kembali Kepada Istrinya

Pertanyaan: 216204

(Talak pertama):

Saya telah menceraikan istri saya, karena terjadi konflik antara kami berdua, dia mengumpat saya dengan kata-kata kotor, kemudian sampai terjadi saling pukul di antara kami berdua, saya pun tidak bisa mengendalikan diri sampai saya memecahkan perabotan rumah, saat ini dia selalu meminta cerai kepada saya, saya tidak mau mentalaknya, namun saya tidak kuasa menahan diri sampai keluar kata talak kepadanya, saya juga tidak tahu.

(Talak yang kedua):

Setelah satu tahun usia pernikahan, saya dikaruniai seorang anak, terjadi konflik di rumah orang tuanya, sampai saya tidak mampu menahan amarah hingga sampai ada pukulan yang keras dan suara yang tinggi, saya berkata kepadanya: “Jika kamu tidak diam dan menjaga kehormatan dirimu, saya akan menceraikanmu”, dia tidak diam bahkan mengulurkan tangannya kepada saya (untuk memukul saya), maka saya katakan: “Kamu saya cerai, kamu bebas”, dengan redaksi seperti itu.

(Talak ketiga):

Kami pernah berbicara via telepon, pada saat dia hamil anak kedua pada saat usia kandungan empat bulan, konflik terjadi antara dia dan ibu saya –semua masalah terjadi antara istri saya dan ibu saya- istri saya pun mengumpat saya dengan kata-kata kotor, saya pun membalasnya demikian, pada saat itu saya terbawa situasi dan marah sekali lalu saya menutup saluran telepon saya, dia menelepon saya lagi, masih mencela dan mengumpat dengan umpatan yang keterlaluan, maka saya katakana: “Saya akan menceraikan kamu dengan talak tiga, jika kamu tidak bisa diam dan terus menerus mengumpat dan berkata lebih dari pada itu, saya akan menceraikanmu”. Dia pun berani melampaui batas tersebut dan tetap mencela saya, maka saya katakan: “Kamu saya cerai”. Padahal sebenarnya saya dan istri saya saling mencintai satu sama lain, kami menikah atas dasar rasa cinta, akan tetapi situasi rumah tangga antara istri saya dan ibu saya tidak kondusif, karena ibu saya banyak ikut campur, saya pada setiap kali mentalaknya saya sebenarnya tidak ingin menceraikannya, bahkan saya berharap agar Alloh memberikan petunjuk-Nya kepadanya dan kepada ibu saya, saya ingin mendidik anak pertama saya dan anak kedua saya yang sebentar lagi akan dilahirkan, saya ingin mengetahui hukum (kejadian di atas) ?, apa yang harus saya lakukan untuk menebus apa yang telah terjadi ?

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Wahai suami, anda telah menjatuhkan talak tiga kali kepada istri anda, seperti yang anda sebutkan ketiga talak tersebut diucapkan dalam keadaan marah dan sedang berkonflik. Talak yang diucapkan pada saat marah, hukum asalnya tetap terjadi; karena kebanyakan bahwa tidaklah seseorang mentalak istrinya kecuali pada saat marah, konflik dan sengketa. Kalau saja talak pada saat marah tidak dianggap, maka berarti pintu talak sudah tertutup rapat dan tidaklah terjadi talak kecuali hanya pada segelintir orang. Pendapat ini tidak seorang pun yang mengatakannya.

Akan tetapi para ulama memberikan pengecualian pada saat sangat marah yang sampai pada titik tidak ingat-ingat apa-apa, sampai terdorong untuk mengucapkan kata talak yang tidak disengaja dan bukan menjadi keinginannya, kondisi itulah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

  لا طَلاقَ وَلا عتَاقَ فِي إِغْلاقٍ   

رواه ابن ماجه (2046) ، وصححه الألباني في “الإرواء” (2047) .

“Tidak ada talak dan pembebasan budak dalam keadaan “ighlaq” (tertutup)”. (HR. Ibnu Majah: 2046 dan dishahihkan oleh Albani dalam al Irwa’: 2047)

Kata “Ighlaq” banyak di antara para ulama yang menafsirinya dengan kemarahan yang sangat.

Telah disebutkan dalam “I’lam Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin” (3/47):

“Imam Ahmad dari riwayat Hambal berkata: “Maksudnya adalah dalam keadaan marah, demikian juga penafsiran dari Abu Daud, juga pendapat al Qadhi Ismail bin Ishak salah satu tokoh Malikiyah dan ahli fikih terkemuka dari Irak, menurutnya termasuk juga sebagai sumpah yang tidak berlaku, beliau memasukkan sumpahnya orang yang sedang marah termasuk sumpah yang tidak berlaku dan sumpah dalam keadaan marah, diriwayatkan juga dari Ibnu Bazizah al Andalusi berkata: “Ini adalah pendapat Ali, Ibnu Abbas dan yang lainnya dari kalangan para sahabat bahwa semua sumpah yang diucapkan pada saat marah bersifat tidak mengikat. Dan di dalam Sunan ad Daruquthni dengan sanad yang lemah dari hadits Ibnu Abbas yang marfu’:

 لا يمين في غضب ، ولا عتاق فيما لا يملك 

“Tidak ada sumpah pada saat marah dan tidak ada pemerdekaan (budak) jika bukan pemilik sepenuhnya”.

Jika tidak ditetapkan marfu’nya maka hadits tersebut adalah perkataan Ibnu Abbas. Imam Syafi’i menafsiri “لا طلاق في إغلاق “ dengan kondisi marah, demikian juga Masruq. Maka Masruq, Syafi’i, Ahmad, Abu Daud, al Qadhi Ismail, semuanya memaknai kata “ighlaq” dengan marah dan ini termasuk penafsiran yang terbaik; karena orang yang marah tujuannya akan tertutup karena kemarahannya yang memuncak, sama dengan orang yang dipaksa, bahkan orang yang marah lebih diutamakan untuk ditutup dari pada orang yang dipaksa; karena orang yang dipaksa bertujuan untuk menghilangkan keburukan yang besar melalui keburukan yang kecil dan lebih rendah darinya, jadi dia benar-benar mempunyai tujuan, dari sini maka jika dia mentalak tetap jatuh talak tersebut, sedangkan orang yang marah tertutupnya keinginan dan tujuannya sama dengan tertutupinya keinginan orang yang mabuk dan gila, karena kemarahan itu terhalangnya akal fikiran, mempengaruhinya sama dengan pengaruhnya khomr, bahkan lebih parah lagi, dan menjadi bagian dari kegilaan, dan tidak diragukan lagi bagi seseorang yang memahami betul tentang kejiwaan bahwa talaknya tidak dianggap dalam kondisi seperti itu”.

Jika anda pada salah satu talak yang anda ucapkan, kemarahan anda sampai pada titik yang mempengaruhi kesadaran dan perintah anda, hingga anda tidak tahu apa yang anda ucapkan atau berucap sesuatu yang sebenarnya tidak anda inginkan, maka pada kali ini talak anda tidak masuk dalam hitungan.

Namun jika kemarahan anda belum sampai pada titik tersebut, maka berarti anda telah menjatuhkan tiga kali talak kepada istri anda, artinya bahwa anda telah mentalaknya dengan talak bain kubro dan anda tidak boleh merujuknya dan tidak boleh menikah dengannya lagi, kecuali setelah ia menikah lagi dengan suami baru, dengan pernikahan yang benar bukan pura-pura, kemudian dia mentalaknya atau meninggal dunia. Maka setelah itu baru anda boleh menikahinya lagi dengan akad dan mas kawin yang baru.

Sebagai nasehat bagi anda –wahai penanya yang mulia- agar anda bertaqwa kepada Alloh –subhanahu wa ta’ala- dan menahan lisan anda dari ucapan talak, karena membiasakan ucapan dengan talak adalah perkara yang buruk yang mengakibatkan kerugian dan berdampak buruk juga. Barang siapa yang terbiasa mengucapkan kata talak, maka ia akan memposisikan keluarganya di tempat tiupan angin, maka akan dengan cepat bangunan keluarga tersebut akan runtuh, terpecah belah, anak-anak yang akan membayar mahal harga dari sikap terburu-burunya orang tuanya dalam memutuskan dan tidak difikirkan secara matang terlebih dahulu.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Mereka orang-orang bodoh yang dengan mudahnya mengucapkan talak pada masalah-masalah yang sepele maupun sampai pada masalah yang berat, mereka telah menyimpang dari petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabdanya:

  مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ   رواه البخاري (2679)

“Barang siapa yang bersumpah, maka bersumpahlah atas nama Alloh atau diam saja”. (HR. Bukhori: 2679)

Jika seorang mukmin mau bersumpah, maka bersumpahlah atas nama Alloh –azza wa jalla- dan tidak selayaknya memperbanyak sumpah, berdasarkan firman Alloh:

  وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ   المائدة 89 .

“Dan jagalah sumpah kalian”. (QS. Al Maidah: 89)

Dan di antara penafsiran ayat di atas adalah janganlah kalian memperbanyak sumpah. Adapun jika mereka bersumpah dengan talak, seperti: “saya harus mentalakmu, jika kamu melakukan ini dan itu…”, atau “saya harus mentalakmu, jika kamu tidak melakukan ini dan itu…”, atau “jika dia (istri) melakukan ini dan itu, maka saya menceraikan istri saya”, atau “jika dia tidak melakukan ini dan itu, maka dia saya cerai”, dan redaksi-redaksi yang lainnya, karena hal ini berbeda dengan petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-“.  (Fatawa Mar’ah Muslimah: 2/753)

Wallahu a’lam

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android