Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Tidak boleh bagi orang tua mengkhususkan salah satu anaknya dengan pemberian tanpa saudara-saudara lainnya kecuali ada alasan syar’i. Kalau dia melakukannya, maka diharuskan memberi anak-anak lainnya secara adil atau mengembalikan pemberian dan menariknya dari anak tersebut.
Kalau orang tuanya meninggal dunia, maka anak yang telah mengambil pemberian yang bukan haknya, agar mengembalikan ke dalam harta warisan atau dikurang dari bagian warisannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Yang benar dari pendapat para ulama, bahwa mengkhususkan anak dengan pemberian dan tidak memberikan saudara lainnya, maka dia harus mengembalikan hal itu waktu masih hidup. Sebagaiana perintah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Kalau telah meninggal dunia dan belum dikembalikan, maka dikembalikan setelah wafatnya menurut pendapat terkuat di antara dua pendapat yang ada sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengikuti keadilan yang diperintahkan kepadanyanya serta meneladani Abu Bakar dan Umar radhiallahu anhuma. Tidak dihalalkan bagi yang dilebihkan dalam pemberian untuk mengambil kelebihannya. Seharusnya dibagi rata kepada saudara-saudaranya semua hartanya secara adil sebagaimana yang diperintahkan Allah.” (Al-Fatawa Al-Kubro, 4/184).
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ”Yang benar, kalau meninggal dunia –maksudnya ayahnya yang telah melebihkan pemberian kepada sebagian anak-anaknya- diharuskan kepada orang yang dilebihkan pemberiannya tersebut untuk mengembalikan kelebihannya dalam harta warisan. Kalau tidak dilakukan, maka dikurangi dari bagiannya kalau dia mendapatkan bagian warisan. Karena jika seorang ayah wajib menyamaratakan pemberian, lalu dia wafat sebelum melakukan hal itu, maka dia ibarat orang yang berhutang (kepada saudara-saudara lainnya yang belum dia beri), dan hutang harus dilunasi. Maka kita katakan kepada orang yang mendapatkan kelebihan, ‘Kalau anda ingin berbakti kepada orang tua ada, maka kembalikan apa yang diberikan kepada anda dan masukkan dalam harta warisan.” (As-Syarhul-Mumti, 11/85).
Dari sini, maka bagi ketiga anak yang diberi kelebihan oleh ibunya yang masing-masing diberikan sebuah gedung agar mengembalikan ketiga gedung ini ke dalam harta warisan kemudian harta warisan dibagikan kepada ahli waris. Karena salah satu di antara mereka telah menjual gedung yang diberikan oleh ibunya, maka dia dikurangi dari bagian warisannya.
Adapun anak yang diberi gedung kemudian menjualnya, kalau dia jual karena kefakirannya dan kebutuhan akan dana, maka gedung tersebut tidak dihitung dalam pembagian warisan. Karena orang tua boleh memberikan kepada salah seorang anaknya dan tidak kepada yang lainnya apabila anak tersebut dalam kondisi fakir dan membutuhkan.
Adapun kalau anak tersebut kaya, maka gedung tersebut dimasukkan dalam perhitungan harta warisan ketika pembagian harta warisan.
Begitu juga hal ini dikatakan kepada dua orang saudara yang mengambil uang dari rekening ibunya di bank. Kalau hal itu karena kebutuhan keduanya terhadap dana tersebut atas keridoan ibunya, maka tidak dihitung dalam pembagian (warisannya). Kalau keduanya tidak membutuhkan atau hal itu telah dilakukan tanpa sepengetahuan ibunya dan tanpa keridhaannya, maka hal itu dihitung hutang keduanya kepada ibunya dan dihitung sebagai bagian warisan.
Wallahua’lam