Saya telah berkonflik dengan istri saya, lalu saya katakan pada saat konflik terjadi: “Jika kamu keluar rumah tanpa seizin saya, maka berarti telah jatuh talak kepadamu”, sebenarnya saya ingin agar dia tidak keluar rumah tanpa seizin saya terlebih dahulu, saya tidak tahu apa niat saya sebenarnya pada saat itu, apakah merupakan sebuah ancaman atau bukan ?, saya marah sekali setelah mengucapkan kalimat tersebut, karena saya tahu bahwa saya sebenarnya tidak ingin mengucapkannya, saya sangat berusaha untuk tidak mengucapkan kalimat tersebut, akan tetapi -wahai syeikh- saya dikuasai oleh kemarahan saya hingga mengucapkan kalimat tanpa sadar. Setelah itu istri saya tidak lagi keluar rumah tanpa izin saya terlebih dahulu. Namun pada hari ini, dia meminta izin untuk mengantarkan putri kami ke tempat penitipan, setelah itu dia akan menemui teman perempuannya untuk pergi ke taman tertentu. Saya menjawab: “Ya, pergilah dengan catatan setelah selesai di penitipan anaknya nanti dibawa juga ke taman bersama teman wanitamu”, saya mengizinkannya atas dasar ini. Akan tetapi setelah selesai menitipkan anaknya istri saya pulang untuk istirahat terlebih dahulu di rumah, baru setelah itu dia pergi ke taman bersama temannya, dan tidak meminta izin lagi kepada saya pada saat dia pergi untuk yang kedua kali tersebut. Ketika saya tanya: “Kenapa kamu tidak memberitahu saya sejak awal, bahwa kamu akan keluar rumah untuk yang kedua kalinya ?”, kamu juga tahu saya pernah bersumpah kalau kamu keluar rumah tanpa izin ?!. Dia menjawab: “Saya telah meminta izin kepadamu untuk menemui teman saya setelah menitipkan anak, atas dasar itulah setelah saya menitipkan saya istirahat di rumah, bersih-bersih di kamar mandi, lalu saya keluar lagi, karena kamu mengatakan: “Ya, pergilah ke taman bersama temanmu”, dia melanjutkan: Pada saat saya meminta izin kepadamu untuk menemui teman saya, dalam hati saya ada niat jika memungkinkan mau pulang dulu ke rumah baru setelah itu saya pergi ke taman, karena kamu berkata kepada saya: “Ya, pergilah”.
Peristiwa tersebut terjadi pada saat dia berada di masa suci dan sudah saya gauli, jadi wahai syeikh di sini ada semacam salah faham, dia mengira tidak masalah keluar rumah lagi karena telah mendapatkan izin dari saya, apakah dengan demikian syarat yang saya ajukan di atas telah terjadi ?, apakah terpenuhinya syarat dalam talak yang diserahkan kepada orang lain pada saat masa suci dan sudah digauli dianggap jatuh talak ?, apakah syarat tersebut bisa gugur jika saya merujuknya selama pada masa iddah atau bagaimana ?, saya mohon jawabannya karena saya sedang bingung.
Menyerahkan Hak Talak Kepada Istrinya Pada Saat Dia Keluar Rumah Tanpa Izin, Diapun Keluar Rumah Karena Mengira sudah Diizinkan Oleh Suaminya
Pertanyaan: 220778
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Apa yang dilakukan oleh istri anda dengan keluar rumah untuk menemui teman perempuannya tanpa seizin anda karena menganggap izin yang pertama masih berlaku, maka tidak jatuh talak; karena dia keluar rumah dengan anggapan sudah meminta izin. Pendapat yang kuat menurut para ulama –rahimahumullah- bahwa perbuatan orang yang disumpah karena takwil (memahami dengan arti lain) tidak dianggap melanggar sumpah.
Syeikh Islam –rahimahullah- berkata:
“Bisa jadi orang yang disumpah melakukan yang disyaratkan karena lupa atau karena mentakwilkan syarat tersebut, …. pada bagian ini tidak dianggap jatuh talak menurut pendapat yang terkuat”. (Al Fatawa al Kubro / Ibnu Timiyah: 3/222)
Bahkan Ibnul Qayyim –rahimahullah- menjadikan orang yang mentakwil -syarat sumpah- lebih utama untuk tidak dianggap melanggar sumpah dari pada orang yang tidak tahu dan orang yang lupa. Beliau –rahimahullah- berkata:
“Sesungguhnya orang yang disumpah jika melakukan perbuatan karena takwil, ikut-ikutan, dan mengira tidak melanggar, maka tidak dianggap melanggar. Dia lebih utama untuk tidak dianggap melanggar dari pada orang yang tidak tahu atau orang yang lupa”. (I’lamul Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin: 4/68)
Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya tentang seseorang yang menjanjikan talak kepada istrinya bahwa dia tidak lagi akan meminta bantuan suaminya untuk membawa anaknya ke dokter untuk yang kedua kalinya, akan tetapi pada suatu ketika dia memintanya untuk melakukannya karena lupa dengan ucapannya yang lalu. Suami tersebut juga lupa, dibawalah anaknya ke dokter, maka apa konsekuensi dari perbuatan tersebut ?
Mereka menjawab:
“Ada perbedaan riwayat dalam madzhab Hambali dari Imam Ahmad tentang seseorang yang karena lupa melakukan apa yang dijanjikan talak, riwayat yang paling kuat dalilnya adalah dia dianggap tidak melanggar janji tersebut karena lupa, sumpahnya tetap terjaga, ini pendapat Atho’, Amr bin Dinar, Ibnu Abi Najih, Ishaq, Ibnul Mundzir, dan ini juga merupakan pendapat madzhab Syafi’i yang tertera dalam “al Kholashah”. Disebutkan juga dalam “Al Furuu”: “Ini lebih nyata”. Disebutkan dalam “Al Inshaaf”: “Pendapat itulah yang benar dan yang dipilih oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah; berdasarkan firman Alloh –Ta’ala-:
( وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ) الأحزاب/5
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu”. (QS. Al Ahzab: 5)
Dan berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
( إن الله تجاوز لأمتي عن الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه )
“Sesungguhnya Alloh mengampuni umatku dari perbuatan yang dilakukan karena salah, lupa dan terpaksa”.
Alasannya karena dia tidak sengaja untuk mengingkari sumpah tersebut, maka tidak dianggap melanggar, seperti orang yang tidur dan orang gila. Atas dasar itu maka tidak ada konsekuensi apapun bagi penanya dan keadaannya karena dia dan istrinya lupa dan tidak dianggap melanggar janji. Dan sumpahnya masih tetap terjaga. Taufik itu berasal dari Alloh, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan semua para sahabatnya”.
(Syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi, Syeikh Abdullah bin Abdurrahman bin Ghadiyan, Syeikh Abdullah bin Sulaiman bin Mani’)
(Fatawa Lajnah Daimah: 20/111-112)
Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah- pernah ditanya tentang seseorang yang mengaitkan talak istrinya pada sesuatu yang dilakukan oleh istri tersebut karena lupa.
Maka beliau menjawab:
“Talak tersebut tidak terjadi, istrinya tersebut tetap menjadi tanggungannya; karena dia melakukan sesuatu yang terkait dengan talaknya karena lupa. Alloh –Ta’ala- telah berfirman:
( رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا )
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah”. (QS. Al Baqarah: 286)
Maka Alloh berfirman: “Saya telah melakukannya”, sebagaimana hadits shahih dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Pendapat yang benar menurut para ulama bahwa orang yang disumpah jika melakukan perbuatan yang menjadi syarat dalam sumpah tersebut karena lupa atau karena tidak tahu, maka dia tidak dianggap melanggar sumpah tersebut”. (Fatawa Syiekh Ibnu Baaz”: 22/44-46)
Atas dasar inilah maka talak tidak jatuh pada istri anda karena dia keluar rumah dan pengaitan talak kepadanya masih tetap berlaku.
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam