Unduh
0 / 0
1036526/05/2017

Suami Istri Murtad dari Islam dan Dampak Pernikahan Keduanya

Pertanyaan: 222505

Saya telah menikah sejak tiga tahun yang lalu, dari pernikahan kami, saya hamil, akan tetapi saya tidak mengetahuinya. Saya sudah ada hubungan dengan suami saya sejak sebelum kami memeluk Islam. Pada saat itu iman saya sedang menguat berbeda dengan suami saya, akan tetapi bersamaan dengan berjalannya waktu, iman saya pun cenderung menurun, suami saya pun mulai meminum khomr, menghisap ganja, dan mencari nafkah dengan cara yang haram. Pada saat puasa kami telah melakukan seks, ditambah lagi dia juga selalu berbuat zina. Akan tetapi saya tidak meninggalkannya padahal dia buruk akhlaknya –na’udzubillah-.

Setelah beberapa waktu kemudian kami berpisah dan kami pun keluar dari agama Islam, kami pun meninggalkan shalat, masing-masing dari kami telah berkenalan dengan orang lain. Akan tetapi setelah kurang dari tiga bulan, kami berdua rujuk lagi meskipun sebelumnya belum pernah jatuh talak di antara kami. Suami saya perbuatan zinanya terus berlanjut, sekarang dia di penjara selama 6 bulan.

Sejak dia masuk penjara, Alhamdulillah saya mulai memperkuat iman saya dan saya ingin menikah lagi. Apakah pernikahan saya dengan laki-laki tersebut dibenarkan ? ataukah saya harus menyelesaikan pernikahan saya dahulu, dan perlu diketahui saya belum pernah meneriman mahar (mas kawin) ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Segala puji bagi Allah yang
telah memberi anda hidayah dan taufik-Nya untuk bertaubat dan kembali lagi
kepada Islam. Semoga Allah memberikan kepada kita dan anda keteguhan untuk
menjaganya sampai akhir hayat nanti.

Kedua:

Jika sepasang suami istri
telah murtad setelah berhubungan suami istri, perpisahan keduanya bergantung
pada berlalunya masa iddah sebelum keduanya kembali lagi masuk Islam, jika
keduanya kembali lagi kepada Islam sebelum berakhirnya masa iddah maka
keduanya tetap berada pada pernikahan sebelumnya, jika kembalinya mereka
berdua atau salah satunya kepada Islam setelah berlalunya masa iddah, maka
pernikahan mereka batal menurut jumhur ulama.

Asy Syairazi Asy Syafi’i
berkata dalam Kitabatun Tanbih (165):

“Jika sepasang suami istri
yang muslim atau salah satu dari keduanya yang murtad, sebelum berhubungan
suami istri, maka segera untuk dipisahkan.

Namun jika kemutadan tersebut
terjadi setelah berhubungan suami istri, maka perpisahan tersebut bergantung
pada masa iddah, jika keduanya kembali lagi kepada Islam sebelum berakhirnya
masa iddah, maka keduanya masih tetap pada pernikahan sebelumnya. Namun jika
mereka belum kembali lagi kepada Islam sebelum masa iddah berakhir, maka
pernikahannya menjadi batal”.

Ibnu Qudamah –rahimahullah-
berkata di dalam Al Mughni (7/174):

“Jika sepasang suami istri
murtad secara bersamaan, maka hukumnya sama dengan jika salah satu dari
keduanya yang murtad, jika kemurtadan itu terjadi sebelum adanya hubungan
suami istri, maka pernikahannya segera batal. Namun jika setelah hubungan
suami istri, apakah apakah pernikahannya juga batal atau bergantung pada
berlalunya masa iddah ? ada dua pendapat. Inilah madzhab Syafi’i. Ahmad
berkata dalam riwayat Ibnul Manshur: “

“Jika masing-masing suami
istri atau salah satunya menjadi murtad, kemudian bertaubat maka dia yang
lebih berhak dengan (istri)nya, selama masa iddahnya belum berlalu”.

Sebagian ulama berpendapat
bahwa jika masa iddahnya sudah berlalu atau kembalinya mereka berdua atau
salah satunya kepada Islam terlambat, maka mereka tetap berada pada
pernikahan sebelumnya, jika istrinya mau menerimanya dan belum menikah
dengan laki-laki lain.

Baca juga: Fatawa Arkaan
Islam/Syeikh Ibnu Utsaimin: 279, dan jawaban soal nomor:
21690

Masa iddahnya wanita yang
hamil adalah sampai melahirkan. Sedangkan masa iddah wanita yang tidak
sedang hamil adalah tiga kali haid, jika dia masih haid. Dan masa iddah
wanita yang sudah tidak bisa haid adalah selama tiga bulan.

Kedua:

Anda telah menyebutkan bahwa
kalian berdua telah kembali rujuk lagi setelah kurang dari tiga bulan, jika
anda berdua telah rujuk bersamaan dengan kembalinya kalian berdua ke dalam
agama Islam. Maka kalian berdua masih tetap berada pada pernikahan
sebelumnya, jika kembalinya kalian berdua kepada Islam sebelum habisnya masa
iddah.

Jika suami anda telah
dipenjara dan anda ingin berpisah dengannya, maka tidak ada jalan lain bagi 
anda kecuali meminta talak atau dengan jalan khulu’.

Tidak dibenarkan meminta hal
itu kecuali dengan adanya alasan yang dibenarkan syari’at, seperti halnya
jika seorang suami selalu melakukan kefasikan, misalnya; zina, meminum khomr,
atau karena istrinya memencinya dan tidak sanggup lagi hidup bersamanya.

Sedangkan khulu’ adalah bahwa
seorang istri menyerahkan kembali mas kawinnya atau sebagian mas kawinnya
atau dengan membayar sejumlah uang kepada suaminya sesuai dengan kesepakatan
bersama antara keduanya.

Jika anda belum mengambil mas
kawinnya darinya, maka khulu’ bisa dilakukan dengan merelakan semua mas
kawin tersebut atau sebagiannya saja.

Jika sudah jatuh talak atau
khulu’, maka anda berada pada masa iddah sejak awal terjadinya talak atau
khulu’, kemudian setelah berakhirnya masa iddah maka anda boleh menikah
dengan siapa saja yang anda sukai, lamanya masa iddah adalah sebagaimana
yang telah kami jelaskan sebelumnya. Jika dalam kondisi hamil maka sampai
melahirkan, jika dia masih haid maka selama tiga kali haid, sedangkan masa
iddah bagi yang di khulu’ adalah satu kali haid, jika dalam kondisi hamil
maka sampai melahirkan.

Baca juga fatwa nomor:
14569

Jika kalian berdua telah
kembali rujuk sebelum masuk Islam lagi, atau kembalinya anda atau suami anda
(kepada Islam) terlambat sampai masa iddahnya berakhir, maka akad nikah
secara otomatis menjadi batal menurut jumhur ulama.

Telah kami sebutkan juga
bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan keduanya tetap sah jika
istrinya rela.

Yang nampak dari pertanyaan
anda bahwa anda tidak ingin hidup bersama lagi dengan laki-laki tersebut.
Jika demikian maka pendapat kami: jika masa iddah sudah berakhir sebelum
kalian berdua atau sebelum kembalinya dia kepada Islam, maka pernikahan
kalian sudah batal. Anda boleh menikah dengan orang lain.

Dalam kondisi seperti itu:

Jika anda telah berhaid satu
kali setelah terakhir anda berkumpul dengannya, maka anda tidak perlu (masa
jeda) untuk mengosongkan rahim. Kalau belum berhaid, maka anda tidak boleh
menikah dengan orang lain sampai anda berhaid satu kali untuk mengosongkan
rahim anda, berdasarkan keumuman sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

فِي سَبَايَا
أَوْطَاسَ : ( لَا تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ
حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً ) رواه أبو داود (2157) والترمذي (1564) وصححه
الألباني في صحيح أبي داود .

“Dalam hal sabaya (wanita
rampasan perang) Authas: “Wanita yang hamil tidak boleh dijima’ sampai ia
melahirkan, tidak boleh juga bagi wanita yang sedang tidak hamil sampai ia
berhaid satu kali haid”. (HR. Abu DaudL 2157 dan Tirmidzi: 1564 dan
dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Abu Daud)

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android