Unduh
0 / 0
47,84122/11/2016

Keutamaan Menghafal dan Menyampaikan Hadits Nabi

Pertanyaan: 240606

Apa saja keutamaan menghafal dan menyampaikan hadits Nabi ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Kami belum mengetahui kalau
ada hadits yang shahih yang menyatakan bahwa barang siapa yang menghafal
sekian hadits maka dia kan mendapatkan pahala sekian, akan tetapi menghafal
hadits-hadits Nabi yang shahih, mementingkannya termasuk perbuatan yang
utama dan menjadi ibadah yang paling agung, hal itu akan menjadi jelas
dengan beberapa hal berikut ini:

1.Menghafalnya
akan membantu untuk memahaminya, mengerti artinya untuk disampaikan kepada
masyarakat.

2.Imam Tirmidzi
(2658) telah meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda:

( نضر الله امرأ سمع مقالتي فوعاها وحفظها وبلغها، فرب حامل فقه
إلى من هو أفقه منه ) وصححه الألباني في “صحيح الجامع” (2309)

“Allah akan memberikan
“Nadhrah” kepada seseorang yang telah mendengarkan ucapanku, lalu dia
memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya, karena berapa banyak para
pembawa fikih, ada yang lebih faham lagi darinya”. (Diishahikan oleh Albani
dalam Shahihul Jami’: 2309)

Al Bazzar telah meriwayatkan
dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya –radhiyallahu ‘anhu- dari
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:

( نَضَّرَ
اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِيَ فَحَفِظَهَا فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا )

“Allah akan memberikan
“Nadhrah” kepada seseorang yang telah mendengarkan ucapanku, lalu
menghafalnya dan mengamalkannya sebagaimana yang telah ia dengar”.

Hadits ini menunjukkan sebuah
doa atau kabar dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa akan
mendapatkan nadhrah bagi mereka yang menghafal hadits dan
menyampaikannya sebagaimana yang telah dia hafal.

Adapun makna dari “Nadhrah”
adalah keindahan dan cemerlang.

Maksudnya adalah Allah akan
melimpahkan kebahagiaan, kesenangan di dunia khusus kepadanya  dan akan
memberikan kenikmatan di akhirat, sehingga akan tampak pada dirinya indahnya
nikmat dan kemudahan hidup.

Sebagian menganggap redaksi
hadits itu sebagai bentuk kabar, Allah menjadikannya sebagai orang yang
mendapatkan keindahan, dan sebagian yang menyatakan sebagai bentuk doa agar
mendapatkan keindahan, bentuk kabar lebih utama dari pada sebagai bentuk doa”.
(Mirqaatul Mashaabih: 1/306 karya Al Qaari)

Dan dari Abu Musa Al Asy’ari 
dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

( مَثَلُ مَا
بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ
الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ
فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ
أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا
وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا
تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ
اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ
مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي
أُرْسِلْتُ بِهِ) . رواه البخاري (79) ومسلم (2282) .

“Perumpamaan apa yang Allah
utuskan kepadaku dari petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan yang lebat yang
turun ke bumi, sebagian tanahnya adalah “naqiyyah” subur yang mampu menyerap
air dan menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak, ada juga bentuk
tanah yang “Ajaadzib” tandus yang mampu menahan air, sehingga banyak orang
yang memanfaatkannya untuk minum dan mengairi sawahnya, ada juga bentuk
tanah yang disebut: “Qii’aan” tidak mampu menyerap air dan tidak mampu
menumbuhkan tumbuhan. Perumpaan ini sama dengan seseorang yang telah
memahami agama Allah dan bermanfaat baginya, maka dia pun mengetahui,
mengajarkan dan mereka yang tidak mengangkat kepalanya (tidak peka) dan
tidak menerima hidayat dari Allah yang aku telah diutus karenanya”. (HR.
Bukhori: 79 dan Muslim: 2282)

Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam- telah membagi manusia menjadi 3 bagian: Dua bagian
termasuk yang terpuji, yang pertama adalah ulama yang faham dan mengajarkan
(pemahamannya) kepada masyarakat, sedangkan yang kedua adalah mereka yang
menghafal ilmu dan menyampaikannya kepada orang lain. Bagian yang ketiga
adalah yang tercela yang tidak ada manfaatnya.

Al Hafidz Ibnu Hajar
–rahimahullah- berkata:

“Mereka yang mendengarkan (Rasulullah)
diserupakan dengan jenis tanah berbeda yang diguyur air hujan, di antara
mereka ada sebagai seorang alim, mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya,
mereka ini laksana tanah subur yang menyerap air, lalu ia pun merasakan
manfaatnya pada saat yang sama ia mampu menumbuhkan dan memberi manfaat
kepada orang lain.

Di antara mereka juga ada
yang mengumpulkan ilmu dengan waktu yang lama, hanya saja mereka tidak
mengamalkan yang  hukumnya sunnah atau belum memahami apa yang telah ia
kumpulkan, akan tetapi mereka telah menyampaikannya kepada orang lain, maka
mereka ini laksana jenis tanah mampu menahan air dan bisa dimanfaatkan oleh
banyak orang dan mereka inilah yang dimaksud dalam sebuah hadits:

(نَضَّرَ
اللَّه اِمْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا) .

“Allah akan memberikan
“nadhrah” kepada seseorang yang telah mendengarkan ucapanku, lalu ia pun
melaksanakannya sebagaimana yang telah didengarnya”.

Di antara mereka ada juga
yang mendengarkan ilmu, namun tidak mampu menghafalnya, juga tidak
mengamalkannya, tidak juga menyampaikannya kepada orang lain, maka mereka
ini laksana jenis tanah yang mengandung garam atau yang tandus yang tidak
mampu menahan air atau akan merusak yang lainnya. Sungguh perumpamaan
tersebut pada dua kelompok pertama termasuk yang terpuji; karena keduanya
sama-sama mampu memberikan manfaat. Sementara kelompok yang ketiga adalah
tercela; karena tidak memberikan manfaat apa-apa, wallahu a’lam.

3.Bahwa menghafal
itu menjadi jalannya ilmu yang jika dilaluinya, maka Allah akan
memudahkannya dengan jalan tersebut menuju surga, telah diketahui bersama
riwayat tentang keutamaan mencari ilmu dan menyebarkannya di antara
masyarakat.

4.Bahwa menghafal
banyak hadits dan menyebarkannya termasuk sifatnya para ulama yang menjadi
pewaris para Nabi.

5.Bahwa
menghafalkannya adalah bentuk menjaga agama dan menjaga salah satu sumber
utamanya. Kalau saja Allah tidak menggerakkan para ulama untuk mengahafal
banyak hadits maka sunnah pun akan lenyap. Oleh karenanya Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda:

( إِنَّ اللَّهَ
لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ
يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ ؛ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا
اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ
فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا ) رواه البخاري (100) ومسلم (2673).

“Sesungguhnya Allah tidak
mencabut ilmu itu dengan mengambilnya dari hamba-hamba-Nya, akan tetapi Dia
mencabut ilmu itu dengan mencabut (nyawa) para ulama; sehingga jika sampai
tidak seorang alim, maka masyarakat akan mengangkat pimpinan yang bodoh,
maka jika mereka ditanya, mereka memberikan fatwa tanpa dasar ilmu, maka
mereka menjadi sesat dan menyesatkan”. (HR. Bukhori: 100 dan Muslim: 2673)

Ad Darimi (143) telah
meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

” عَلَيْكُمْ
بِالْعِلْمِ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ وَقَبْضُهُ أَنْ يُذْهَبَ بِأَصْحَابِهِ ” .

“Kalian diwajibkan untuk
belajar sebelum ilmu itu dicabut, dan pencabutannya adalah dengan dicabutnya
(nyawa) para ahli ilmu”.

6. Demikian juga
sebagai bentuk keberkahan dari menghafalnya adalah berusaha untuk
menyebarkan dan mengajarkannya kepada orang lain, karena menyebarkannya
merupakan menyebarkan ilmu dan memperluas jangkauan sunnah.

Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah-
berkata:

“Seorang mukmin jika
mempelajari sunnah, ia membaca dan mempelajarinya  maka ia akan mendapatkan
pahala yang besar; karena hal itu termasuk dalam mempelajari ilmu, Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda:

(من سلك
طريقاً يلتمس فيه علماً سهل الله له به طريقاً إلى الجنة) رواه مسلم

“Barang siapa yang berjalan
di sebuah jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju surga”.  (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan untuk
mempelajari ilmu, menghafal hadits-hadits, membahas dan memahaminya termasuk
di antara sebab masuk ke surga dan selamat dari api neraka, demikianlah
sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

(من يرد الله
به خيراً يفقه في الدين) متفق عليه

“Barang siapa yang Allah
menginginkannya dalam kebaikan, maka Dia akan memahamkannya kepada agama”.
(HR. Muttafaqun ‘Alaihi)

Memahami agama adalah dengan
jalan (membaca) buku dan dengan melalui sunnah, sedangkan memahami sunnah
termasuk pertanda bahwa Allah telah menginginkan kepada hamba tersebut
menuju kebaikan”.

http://www.binbaz.org.sa/node/3321

Baca juga jawaban soal nomor:
113469

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android