0 / 0
1,76703/11/2021

Tata Cara Membayar Mahar Yang Tertunda di Saat Nilai Tukar Uang menurun

Pertanyaan: 246311

Mohon berkenan untuk memberi tahu kami tentang tata cara menghitung mahar yang tertunda kepada seorang istri yang suaminya sudah meninggal dunia, mahar yang tertunda itu senilai 600 dinar Irak tahun 1950 M. seperti diketahui nilai mata uang irak sudah berubah, dan nilainya saat ini sedang mengalami penurunan, dimana seorang istri tersebut bersikukuh untuk menghitungnya dengan emas, sebagai informasi bahwa harga emas saat itu 2 dinar, dan beratnya 5 gram, maksudnya ia meminta belakangan menjadi 1.5 kg emas dengan harga saat ini, di mana telah menjadi penutup semua harta warisan bagi ke lima anak-anaknya, dimohon untuk memberitahukan kepada kami, apakah yang demikian itu boleh menurut syari’at ?, dan bagaimana cara menghitungnya ?

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Mahar yang tertunda seperti hutang lainnya, hukum asalnya hendaknya dilunasi dengan mata uang yang telah disepati, tanpa memperhatikan naik atau turun nilai tukarnya, selama mata uang tersebut masih berlaku belum dibekukan.

Inilah yang menjadi pendapat jumhur pada ulama.

Sebagian mereka telah berpendapat bahwa jika nilainya berkurang dengan jumlah yang banyak mencapai 1/3 nya, maka hutang tersebut dilunasi dengan nilainya pada saat awal komitmen untuk membayarnya, yaitu; saat akad pernikahan maksudnya.

Sebagian para ulama telah berpendapat diwajibkan untuk damai/kekeluargaan dalam kondisi seperti ini.

Telah dijelaskan sebelumnya pendapat dan dalil-dalilnya pada jawaban soal nomor: 220839 , dan telah kami jelaskan bahwa pendapat yang paling dekat dengan kebenaran dalam masalah ini adalah pendapat yang mewajibkan untuk melunasinya dengan nilai, atau dengan cara damai antar kedua belah pihak, jika perubahan nilai/krusnya banyak mencapai 1/3 nya.

Di antara wasiat Nadwah Fiqhiyyah Iqtishadiyyah lidirasat Qadhaya Tadhakhhum” (Forum Fikih Ekonomi Untuk Masalah-masalah Inflasi), yang telah diadakan oleh Majma’ Fikih Islami di Jeddah bekerjasama dengan Bank Faishal Islami di Bahrain pada tahun 1420 H. / 1999 M.

Jika inflasi pada saat akad tidak diharapkan terjadi, dan memang terjadi, maka waktu pelunasannya banyak atau sedikit, dan pengendalian inflasi yang tinggi adalah mencapai sepertiga dari jumlah utang yang ditangguhkan. :

  1. Jika inflasinya kecil, maka hal itu tidak dianggap pembenaran untuk merubah hutang yang terunda; karena hukum asalnya adalah melunasi hutang sesuai dengan nilainya, dan kecil yang serupa dengan itu termasuk yang tidak diketahui, kecurangan, atau ketidakadilan, dimaafkan menurut syari’at.
  2. Jika inflasinya banyak, maka pelunasan hutang yang tertunda saat itu dengan yang serupa (gambaran) akan banyak membahayakan orang yang dihutangi, ia wajib mengadukan masalah ini, sebagai bentuk praktek dari kaidah induk:  الضرر يزال “Bahaya itu dihilangkan”.

Solusi untuk menyelesaikan masalah ini adalah kembali untuk damai.

Hal itu dengan kesepakatan kedua belah pihak untuk membagi perbedaan yang tumbuh pada inflasi antara yang berhutang dan yang dihutangi dengan sekian persen yang disetujui oleh kedua belah pihak. Selesai. (Majallah Majma’ Fiqih Islami: 12/4/286) dengan sedikit perubahan.

Atas dasar itulah maka kami berpendapat untuk berdamai antara istri dan anak-anaknya untuk membagi perbedaan yang tumbuh terkait turunnya nilai mata uang antar mereka dengan saling menerima.

Wallahu A’lam

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android