Saudara laki-laki saya membeli mobil bekas, dan dia memiliki waktu lebih dari dua tahun untuk mengendarai dan bepergian di dalamnya, dan tidak terjadi apa-apa selama periode ini. Lebih dari dua bulan yang lalu, saudara laki-laki saya menjual mobil ini dalam kondisi seperti semula. diperiksa secara teliti oleh pembeli, dan setelah lulus pemeriksaan teknis yang wajib di sini di Maroko. Sekarang pembeli mobil tersebut menelepon saudara laki-laki saya dan memberitahu bahwa mobil tersebut memiliki cacat, yaitu atapnya telah diganti, berarti kemungkinan pernah terjadi kecelakaan. Sekarang saudara saya bingung, apakah dia berdosa? Apakah penjualan ini sah secara hukum? Apakah saudara laki-laki saya harus memberi kompensasi kepada pembeli atas cacat ini, perlu diketahui bahwa dia menjual mobilnya karena dia membutuhkan uang? Terima kasih.
Seseorang membeli mobil setelah memeriksanya. Lalu dia menemukan cacat yang tidak diketahui penjualnya. Apakah dia punya hak khiyar (memilih untuk meneruskan atau membatalkan jual beli)?
Pertanyaan: 258447
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Siapa yang membeli mobil, kemudian diketahui ada cacat, yaitu semua hal yang dapat mengurangi harganya. Maka dia mempunyai pilihan antara mengembalikan mobil atau tetap bersamanya dan mengambil konpensasi dari penjual pengganti dari cacat ini. Para ulama menyebut konpensasi dengan istilah ‘Al-Arsy’.
Dalam kitab ‘Kasyaful Qana’ (3/218) dikatakan, “Siapa yang membeli sesuatu yang ada cacatnya sementara dia tidak mengetahui waktu akad (pembelian) cacat tersebut kemudian dia baru mengetahui cacatnya, maka dia memiliki hak khiyar (memilih meneruskan jual beli atau membatalkannya), baik penjualnya mengetahui cacatnya kemudian disembunyikannya dari pembeli atau penjual tidak mengetahui cacatnya…
Maka pembeli diberi pilihan; Antara mengembalikannya agar dia mendapatkan haknya dan menghindari kerugian baginya jika barang tersebut tetap dia miliki. Dan jika dia kembalikan, maka dia dapat mengambil harganya secara utuh, karena dengan batalnya (pembelian), pembeli berhak mendapatkan harganya secara utuh. Atau dia tetap barangnya tetap bersama pembeli, dengan mendapatkan kompensasi (arsy) berupa selisih harga karena ada cacatnya, walaupun tidak ada uzur mengembalikan barang. Baik penjualnya rela membayar kompensasi atau tidak. Karena kedua belah fihak (penjual dan pembeli) telah sepakat memberikan imbalasan atas barang yang diterima. Maka setiap bagian dari pembayaran adalah pengganti dari setiap bagian barang yang diterima. Jika ada cacat pada salah satu bagiannya, maka ada satu bagian yang belum diterima dari keseluruhan pembayaran. Karenanya harus dikembalikan penjual. Itulah yang disebut arsy.
Dapat disimpulkan bahwa khiyar (hak memilih) berdasarkan adanya cacat adalah berlaku. Baik penjual mengetahui cacat atau tidak mengetahuinya. Baik pembeli telah menelitinya atau tidak. Kapan saja terbukti ada cacat, maka dia mempunyai hak khiyar (pilihan).
Kalau saudara laki-laki anda tidak mengetahui adanya cacat, maka dia tidak berdosa, akan tetapi pembeli mempunyai hak khiyar (pilihan) antara mengembalikan mobil dan antara tetap bersamanya dengan mengambil arsy (kompensasi karena cacatnya)
Arsy (kompensasi) ditentukan sesuai jumlah selisih harga mobil yang cacat dengan harga mobil yang utuh sesuai harga pasar.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ketika menjelaskan akan hal itu beliau mengatakan, “Ungkapannya ‘Dengan arsynya’ adalah selisih antara harga (barang) yang bagus dengan yang cacat. Kata ‘Al-Arsy dijelaskan oleh penulis dengan ungkapan ‘bagian’ maksudnya adalah selisih antara harga barang bagus dengan barang yang cacat.
Dia mengatakan ‘qimah’ (nilai) bukan ‘tsaman’ (harga). Perbedaan antara nilai dan harga, bahwa nilai adalah harga menurut kebanyakan orang, sedangkan harga adalah angka ketika ada akad (penjualan).
Ketika anda membeli suatu barang yang nilainya delapan dengan harga enam, maka nilainya adalah delapan dan harganya adalah enam.
Oleh karena itu ketika mengatakan ‘bagian antara nilai harga bagus dengan barang yang cacat. Maka barang yang bagus dibandingkan dengan barang yang cacat, lalu diambil selisih di antara keduanya, itulah arsy (kompensasi barang cacat). Harga semisalnya digugurkan.
Maka pertimbangannya waktu akad, bukan waktu ketika mengetahui adanya cacat, karena nilainya kadang berbeda antara waktu akad dan waktu ketika diketahui cacatnya.” (As-Syarhul Al-Mumti, 8/318).
Untuk saudara laki-laki anda, diapun dapat mengembalikan kepada orang yang dahulu menjual kepadanya , kemudian dia meminta kompensasi cacatnya.
Kedua:
Seperti apa yang telah dijelaskan tadi, bahwa pembeli memiliki hak pilih, dan dia juga boleh menahan mobilnya dengan meminta kompensasi (arsy). Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama).
Sementara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa dia tidak mempunyai hak memilih ketika dia mengambil arsynya (kompensasi karena adanya cacat). Dia boleh mengembalikan barang atau menahannya dengan cuma-cuma tanpa kompensasi kecuali dengan penjualnya ridha.
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ungkapannya, ‘atau dia mengembalikannya dan mengambil uangnya’ maksudnya anda boleh mengembalikan barangnya dan membatalkan pembelian dan mengambil kembali uangnya. Maka pembeli ada hak memilih. Ini adalah pendapat para ulama fikih rahimahumullah.
Akan tetapi Syaikhul Islam mengatakan, “Barangnya tetap dia beli tapi tanpa kompensasi atau dia kembalikan. Adapun arsy (kompensasi) harus berdasarkan ridha penjual, karena hal itu sebagai pengganti.”
Maka penjual mengatakan, ‘Saya menjual sesuatu ini kepada anda, bisa anda ambil atau anda kembalikan, sementara arsy hal itu termasuk akad yang baru.’
Yang menjadi pendapat syekh itu dapat diterima, kecuali kalau penjualnya curang, maksudnya dia mengetahui cacat ini akan tetapi dia menipu, maka dalam kondisi seperti ini dia memiliki hak khiyar antara melanjutkan jual beli dengan mendapatkan kompensasi atau mengembalikannya. Diambil pendapat yang lebih ketat di antara dua hal. Begitu juga hak pilih seperti ini berlaku dalam dalam praktek yang terdapat kecurangan dan kebohongan.” (As-Syarh Al-Mumti, 8/319).
Wallahu a’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam