Pertanyaan saya berkaitan dengan sejarah terkait ayat 34 dari surat An Nisa. Saya telah membaca tafsir Ibnu Katsir, akan tetapi saya tidak mendapatkan konteks sejarahnya. Bisakah anda jelaskan latar belakang sejarah ayat itu saat diturunkan? Apakah yang menjadi sebab turunnya? Kapan diturunkan? Dan kepada siapa diturunkan?
Pemahaman Dan Latar Belakang ‘Qawam’ (Kepemimpinan) Suami Atas Isterinya
Pertanyaan: 269847
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Allah Taala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ َالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
سورة النساء: 34
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. An Nisa: 34)
Pada ayat di atas terdapat penetapan bahwa suami adalah pemimpin bagi isterinya. Dia punya kekuasaan membinanya jika dikhawatirkan akan terjadi nusyuz (pembangkangan) darinya.
Allah Taala telah menyebutkan untuk kepemimpinan ini dengan dua sebab: salah satunya adalah karunia dari Allah Taala, yaitu; kelebihan yang Allah berikan kepada laki-laki dari pada wanita, dan yang lain akan didapatkan laki-laki dengan bekerja, yaitu; memberikan nafkah harta kepada istrinya.
Allah Taala berfirman:
بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. An Nisa’: 34)
Dan Allah Subhanahu telah menyebutkan pada tempat lain dari kepemimpinan ini dalam firmannya:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
سورة البقرة: 228
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Baqarah: 228)
Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata di dalam Tafsirnya (1/363):
“Firman-Nya: وللرجال عليهن درجة Maksudnya adalah bahwa laki-laki memiliki keutamaan atas isterinya dalam ciptaan, akhlak, kedudukan, taat kepada perintah, nafkah, melakukan kemaslahatan, dan keutamaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya:
الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم
“Kaum laki-laki (suami) itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (isteri), oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. An Nisa: 34)
Beliau juga berkata (1/653):
“Allah Taala berfirman, “Laki-laki (suami) menjadi pemimpin atas Wanita (isteri)..” Maksudnya bahwa laki-laki itu pemimpin atas isterinya, maksudnya adalah bahwa dia sebagai kepala dan pembesarnya, menjadi pemutus, menegurnya jika dia sedang bengkok. “Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” Maksudnya, karena laki-laki lebih utama dari Wanita, karenanya kenabian itu dikhususkan kepada laki-laki, dan demikian juga kekuasaan terbesar, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة (رواه البخاري من حديث عبد الرحمن بن أبي بكرة عن أبيه)
“Tidak akan beruntung suatu kaum apabila urusan mereka dipimpin oleh seorang wanita”. (HR. Bukhari dai hadits Abdurrahman bin Abu Bakrah dari ayahnya)
Demikian juga jabatan hakim dan yang lainnya.
(وبما أنفقوا من أموالهم) yaitu; termasuk mahar, nafkah dan biaya yang telah Allah wajibkan bagi laki-laki kepada mereka di dalam kitab-Nya dan di dalam sunah Nabi-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka laki-laki lebih utama dari wanita pada dirinya, dan baginya keutamaan atasnya dan kelebihan. Maka sesuai untuk menjadi pemimpin atasnya. Sebagaimana firman Allah Taala:
وللرجال عليهن درجة
“Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”. (QS. Al Baqarah: 228)
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas, الرجال قوامون على النساء , maksudnya adalah bahwa para suami adalah pemimpin. Diwajibkan kepada isteri untuk mentaatinya pada setiap perintahnya kepadanya, dan di antara bentu ketaataannya dalah bersikap baik terhadap keluarganya dan menjaga hartanya.
Al Baidhawi –rahimahullah- berkata di dalam tafsirnya (2/184), الرجال قوامون على النساء mereka menjadi pemimpin laksana penguasa kepada rakyatnya.
Beliau telah menjelaskan latarbelakangnya, bahwa keutamaan tersebut berasal dari dua perkara; pemberian dan sesuatu yang dapat diusahakan. Maka Dia berfirman, ‘Karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)’
disebabkan karena keutamaan yang Allah berikan kepada laki-laki atas wanita dengan kesempurnaan akal, pengaturan yang baik, dan tambahan kekuatan dalam bekerja dan ketaatan. Oleh karenanya mereka dikhususkan untuk kenabian, kepemimpinan, kekuasaan, menegakkan syi’ar-syi’ar, kesaksian pada banyak permasalahan, kewajiban berjihad, kewajiban shalat Jumat dan lain sebagainya, tambahan bagian pada warisan, dan talak berada di tangannya. ‘Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” Maksudnya, nafkah saat menikahi mereka, seperti mahar dan uang belanja”.
Az Zuhaily berkata: “Laki-laki jadi pemimpin atas isterinya, yaitu jadi kepalanya dan pembesarnya, menjadi hakim atasnya, meluruskannya jika dia bengkok. Dan dialah penanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya, maka diwajibkan dia berjihad untuk hal itu. Dia mendapat warisan dua kali lipat dari bagian wanita; karena dia diwajibkan berikan nafkah kepada isteri.”
Dan penyebab kepemimpinan ini adalah karena dua hal:
Pertama:
Adanya kesiapan secara fisik dan penciptaan. Maksunya, dia diberikan penciptaan sempurna, kuat daya pikirnya, perasaan yang stabil, postur yang sehat. Maka laki-laki lebih utama atas wanita dalam hal akal, pendapat, tekad dan kekuatan. Oleh karenanya dikhususkan kepada laki-laki itu kenabian, kepemimpinan terbesar, peradilan, menegakkan syi’ar-syi’ar, seperti; adzan, khutbah, shalat Jumat, berjihad, dan menjadikan talak berada di tangan mereka, dan dibolehkan bagi mereka untuk poligami, dan dikhususkan kepada mereka persaksian pada kasus kriminal dan pidana, tambahan bagian pada warisan dan menjadi ashabah (penerima sisa harta warisan).
Kedua:
Diwajibkan untuk memberi nafkah kepada istri dan kerabat, dan diwajibkan mahar kepadanya sebagai simbol untuk memuliakan wanita.
Dan selain itu semua, maka laki-laki dan wanita sama dalam hak dan kewajiban, dan inilah bagian dari indahnya agama Islam, Allah Taala berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ، وَلِلرِّجالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
سورة البقرة: 2/ 228
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”. (QS. Al Baqarah: 228)
Yaitu, soal mengatur rumah, membimbing urusan keluarga dan memberi petunjuk dan mengawasi” (At Tafsir Al Munir: 5/54)
Kedua:
Terdapat riwayat terkait dengan sebab turunnya ayat ini beberapa hadits dhaif, di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh At Thabari –rahimahullah- di dalam tafsirnya (8/291) dari Hasan:
أنّ رجلا لطمَ امرأته، فأتت النبي صلى الله عليه وسلم، فأراد أن يُقِصّها منه، فأنزل الله: الرجالُ قوّامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم فدعاه النبيّ صلى الله عليه وسلم فتلاها عليه، وقال: أردتُ أمرًا وأراد الله غيرَه
“Ada seseorang laki-laki menampar istrinya, lalu sang istri tersebut mendatangi Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-. Lalu beliau ingin menetapkan qishas kepadanya. Maka Allah menurunkan ayat, “Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum Wanita (isteri), karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. An Nisa: 34). Lalu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- membacakannya kepadanya dan bersabda: “Saya menginginkan sesuatu, dan Allah menginginkan yang lainnya”.
Hadits ini sanadnya shahih sampai ke Hasan, namun Hasan adalah seorang tabiin, karenanya dia riwayat mursal dan hadits mursal termasuk kategori hadits lemah.
Muqatil berkata, “Ayat ini telah turun kepada Sa’d bin Rabi dan dia termasuk di antara para naqib (pengawas dari kalangan Anshar) dan istrinya; Habibah binti Zaid bin Abu Hurairah, keduanya dari kalangan Anshar. Dia telah melakukan nusyuz kepada suaminya, lalu sang suami menamparnya.
Lihat penjelasan riwayat dari hal itu pada jawaban soal no. 220192.
Ketiga:
Adapun konteks dan kesesuaian ayat dengan sebelumnya, bahwa Allah Taala telah menyebutkan di sini sebab keutamaan laki-laki atas wanita, setelah menjelaskan bagian dari masing-masing mereka dalam warisan, dan larangan bagi suami dan isteri mengangankan apa yang telah Allah karuniakan kepada masing-masing mereka”. (Tafsir Al Munir karya Az Zuhaily: 5/45)
Mengisyaratkan kepada firman Allah Taala:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
سورة النساء، رقم 32
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. An Nisa’: 32)
Wallahu A’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam