Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Yang menjadi sikap kami terkait dengan santunan kematian atau imbalan kematian di negara si penanya, santunan ini digunakan untuk orang-orang yang telah ditentukan oleh si mayit semasa hidupnya, lembaga asuransi mengalokasikan santunan tersebut untuk istri si mayit karena berstatus sebagai janda, jika tidak maka diperuntukkan bagi anak-anak laki-lakinya dan anak-anak perempuannya yang belum menikah, kalau tidak maka bagi kedua orang tuanya, dan seterusnya, hal ini bisa dipelajari lebih detail kepada lembaga asuransi tersebut.
Besaran santunan ini biasanya sebesar gaji satu kali gaji pada bulan dia meninggal dunia dan dua kali gaji setelahnya, diperuntukan bagi orang yang meninggal dunia dan masih berstatus sebagai karyawan, atau sebesar penghasilan pada bulan ia meninggal dunia dan dua bulan setelahnya, jika dia sebagai pegawai yang ada pensiunannya.
Jika adanya santunan tersebut disebabkan karena adanya kematian si mayit, ia pun berstatus sebagai pegawai dan telah memotong gajinya untuk asuransi, maka santunan tersebut baru menjadi harta warisan dan dibagi kepada semua ahli waris, tanpa perlu menghiraukan aturan lembaga asuransi, karena dana itu bukan santunan akan tetapi harta mayit yang sebenarnya.
Kalau misalnya santunan tersebut bukan diambilkan dari sebagian harta yang dipotong dari gaji seorang pegawai, namun murni sebagai santunan karena pengabdiannya sebagai pegawai, namun masih berkaitan dengan pekerjaan dan amal usaha si mayit, maka santunan tersebut termasuk hasil usahanya dan dikumpulkan dengan harta semasa ia masih hidup dan menjadi harta warisan.
Di dalam Al Mausu’ah AlFiqhiyah (11/208):
“Penganut madzhab Syafi’i mengemukakan dengan jelas bahwa sebagian harta peninggalan si mayit itu akan diterima setelah ia meninggal dunia, disebabkan usahanya pada masa hidupnya, seperti buruan yang ia pasang pada saat ia masih hidup, pemasangan perangkap tersebut di dalam berburu menjadi sebab kepemilikannya pada hasil buruan, sebagaimana juga jika seseorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan khomr lalu berubah menjadi cukak sepeninggalnya”.
Baca juga: Asna Al Mathalib: 3/3, Tuhfatul Muhtaj: 6/382
Diwajibkan bagi seorang pegawai jika ia menghitung siapa saja yang akan mendapatkan bagian agar menyebutkan semua ahli warisnya dan berwasiat kepada semua ahli warisnya bahwa nanti yang akan menggantikan posisinya adalah semua ahli waris, karena bisa jadi ahli waris lupa dengan apa yang tertulis atau ia meniggal dunia.
Wallahu A’lam