Seseorang telah berniat untuk menghajikan orang lain dan berihram dari miqat tanpa menentukan orang yang diwakili dalam haji, akan tetapi hanya memulai ihram untuk menghajikan orang lain dan tidak ditentukan, kemudian setelah itu ada seseorang yang meminta untuk menghajikannya atau menghajikan orang tertentu. Maka apakah boleh niat umum dalam haji untuk orang lain yang belum definitif diubah kepada orang yang definitif ?
Menglobalkan (niatan) Ihram dan Berniat Tanpa Menentukan Untuk Siapa Kemudian Ditentukan Kepada Orang Tertentu, Apakah Ihramnya Sah ?
Pertanyaan: 296220
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Para ulama fikih berbeda pendapat tentang seseorang yang menglobalkan (niatan) ihram; maksudnya ia berniat untuk seseorang yang masih belum definitif, ulama Hanabilah berpendapat bahwa haji tersebut tetap sah untuk dirinya sendiri; karena ihram itu tidak sah kecuali dengan menentukan niatannya.
Hanafiyah, Syafi’iyyah, hakim Abu al Khatthab dari Hanabilah berpendapat bahwa tetap sah mengihramkan orang lain yang belum definitif, dengan syarat hendaknya ia mendefinitifkannya sebelum memulai manasik haji (thawaf, sa’i, atau wukuf di Arafah).
Jika ia belum mendefinitifkan sampai ia mulai masuk pada salah satu dari amalan tersebut, maka hajinya sah untuk dirinya sendiri.
Ibnu Muflih –rahimahullah- berkata:
“Dan jika ia berihram untuk dua orang, maka hajinya sah untuk dirinya sendiri sesuai dengan kesepakatan para imam empat, karena tidak mungkin menghajikan dua orang sekaligus, tidak juga dengan skala prioritas, seperti; berihram untuk Zaid dan untuk dirinya sendiri.
Demikian juga jika ia berihram untuk salah satu dari dua orang tersebut namun belum definitif, maka ia diminta untuk mendefinitifkannya.
Hakim Abu al Khatthab telah memilih bahwa ia boleh untuk menjadikannya untuk siapa saja yang ia inginkan dari dua orang tersebut, karena niat untuk orang yang tidak dikenal saja tetap sah, maka sah juga untuknya.
Hanafiyah berkata; hal itu termasuk istihsan; karena ihram itu sarana menuju sebuah tujuan, dan yang belum definitif boleh menjadi sarana dengan perantara mendefinitifkannya, maka sudah cukup menjadi sebuah syarat.
Kalau saja ia sudah melakukan thawaf satu putaran, atau bersa’i, atau wukuf di Arafah, sebelum ia mendefinifkannya, maka hajinya sah untuk dirinya sendiri; karena hal itu tidak bisa terhapus dan juga tidak sah untuk orang lain yang belum definitif”. (Al Furu’: 5/386)
Disebutkan di dalam Majma’ al Anhar (1/308):
“Jika seseorang berihram tapi masih belum jelas; karena berniat untuk salah seorang dari keduanya yang belum definitif, lalu ia tentukan sebelum melanjutkannya, maka hajinya sah bagi kedua belah pihak sebagai bentuk istihsan, karena ihram itu disyari’atkan sebagai sarana, dan yang belum tertentu, berbeda dengan Abu Yusuf bahwa ia berkata; haji tersebut sah untuk dirinya karena ia diminta untuk mendefinitifkan, sedangkan yang belum definitif ini berlawanan dengan hal itu, yakni dengan qiyas, sama halnya dengan jika seseorang yang menyuruhnya untuk haji dan orang lain menyuruhnya untuk umrah, dan ia menggabungkan keduanya, kecuali jika kedua orang tersebut mengizinkannya untuk digabung. Dan setelah memulai amalan haji, maka bisa lagi mendefinitifkannya sesuai dengan kesepakatan para ulama”.
Yang serupa dengan hal itu juga disebutkan di dalam Al Hidayah Syarh Al Bidayah (1/179):
An Nawawi –rahimahullah- berkata:
“Jika ada dua orang yang menyewa satu orang untuk menghajikan keduanya, atau ia disuruh oleh keduanya tanpa akad sewa, lalu ia berihram untuk salah satu dari keduanya namun tidak definitif, maka ihramnya dianggap sah untuk salah seorang dari mereka berdua, dan ia bisa memperuntukkannya kepada salah seorang dari keduanya sesuai keinginannya, sebelum ia memulai amalan hajinya.
Inilah madzhab kami, Al Abdari telah menukilnya dari madzhab kami, pendapat ini juga didukung oleh Abu Hanifah dan Muhammad bin Hasan.
Abu Yusuf berkata:
“Haji tersebut dianggap sah untuk dirinya sendiri”. (Al Majmu’: 7/138)
Atas dasar inilah maka, jika jamaah haji tersebut telah menentukan orang yang ia hajikan sebelum memulai thawaf atau wukuf –jika ia belum melaksanakan thawaf- maka haji tersebut sah untuk orang yang telah ia tentukan, dan kalau tidak maka haji tersebut tetap sah untuk dirinya sendiri”.
Wallahu A’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam