Pertama: Penjelasan makna dari mata yang terjaga untuk menjaga di jalan Allah
Tirmidzi (1639) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:
عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ، وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وصححه الألباني في "صحيح الترمذي".
“Kedua mata tidak tersentuh api neraka, mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang terjaga menjaga di jalan Allah”. (Telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih Tirmidzi)
Al Hakim di dalam Al Mustadrak (2431) telah meriwayatkan dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
حرم على عينين أن تنالهما النار: عين بكت من خشية الله، وعين باتت تحرس الإسلام وأهله من أهل الكفر وقال الألباني في "صحيح الترغيب والترهيب" (1233): "صحيح لغيره".
“Telah diharamkan bagi kedua mata untuk mendapatkan neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang terjaga menjaga Islam dan pemeluknya dari orang-orang kafir”. (Albani berkata di dalam Shahih Targhib wa Tarhib: 1233 hadits ini shahih li ghairihi)
Maksud dari Al Hirasah adalah menjaga di perbatasan untuk berjihad.
Disebutkan di dalam Dalilul Falihin: 7/106: “Mencakup orang yang menjaga pasukan dari musuh, dan orang yang menjaga perbatasan untuk bersiaga di situ”.
Disebutkan di dalam Mirqatul Mafatih (6/2479): “(Dan mata yang terjaga menjaga) dan dalam riwayat lain mengintai di jalan Allah, hal itu termasuk derajat ibadahnya para mujahid dan hal itu mencakup dalam haji, mencari ilmu, jihad, atau ibadah dan yang paling nampak adalah bahwa yang dimaksud penjaga untuk para mujahid yang menjaga mereka dari orang-orang kafir”.
Kami belum menemukan orang yang menjadikan dokter jaga termasuk dalam kategori ini, akan tetapi mereka menyebutkan haji, mencari ilmu karena keduanya termasuk di jalan Allah.
Kedua: Kedokteran adalah ilmu paling mulia setelah ilmu syari’ah
Kedokteran adalah ilmu paling mulia setelah ilmu syari’ah karena termasuk menjaga kesehatan tubuh.
Imam Ibnu Abi Hatim Ar Razi telah meriwayatkan di dalam Adabus Syafi wa Manaqibihi: 244 dari Rabi’ bin Sulaiman berkata: “Aku telah mendengar Syafi’i berkata: “Sungguh ilmu itu ada dua: ilmu agama, dan ilmu dunia. Ilmu yang untuk agama ini adalah ilmu fikih dan ilmu yang untuk dunia adalah kedokteran. Dan selain itu ilmu syair dan yang lainnya adalah kepenatan dan aib”.
Dan telah diriwayatkan juga dari beliau: “Janganlah kalian tinggal di negara yang tidak ada seorang ulama yang berfatwa tentang agamamu, dan juga tidak ada dokter yang menjelaskan urusan fisikmu”.
Adz Dzahabi telah menukil dalam biografi As Syafi’i dari Syar A’lam Nubala’ (10/57): “Saya tidak mengetahui ilmu setelah ilmu halal dan haram, yang lebih mulia dari pada kedokteran, hanya saja ahli kitab telah telah mengalahkan kita semua”.
Harmalah berkata: “Bahwa Syafi’i telah menekankan kedokteran yang telah ditelantarkan oleh umat Islam, beliau berkata: “Mereka telah menelantarkan 1/3 ilmu dan telah mewakilkannya kepada orang-orang yahudi dan nasrani”.
Seorang dokter jika niatnya baik maka akan diberi pahala yang besar; karena perbuatannya termasuk dalam kategori ihsan, mengurai permasalahan, bermanfaat bagi manusia, disertai dengan kesabaran dan pengorbanan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ آل عمران/134
“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran: 134)
Firman Allah yang lain:
هَلْ جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلَّا الإِحْسَانُ الرحمن /60
“ Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”. (QS. Ar Rahman: 60)
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ . وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ ، يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ . وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ . وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ . وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ ، وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ رواه مسلم (2699(
“Barangsiapa yang menghilangkan satu kesulitan seorang mukmin yang lain dari kesulitannya di dunia, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang meringankan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan meringankan baginya (urusannya) di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut mau menolong saudaranya. Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah–rumah Allah (masjid), membaca kitabullah, saling mengajarkan di antara mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmat dan dinaungi oleh para malaikat serta Allah akan menyebut–nyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisiNya. Barangsiapa yang lambat dalam beramal, sungguh garis nasabnya tidak akan bisa membantunya”. (HR. Muslim: 2699)
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda:
أحب العباد إلى الله تعالى أنفعهم لعياله أخرجه عبد الله بن أحمد في زوائد الزهد، وحسنه الألباني في صحيح الجامع.
“Hamba yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat kepada keluarganya”. (HR. Abdullah bin Ahmad di dalam Zawaid az Zuhdi dan telah dihasankan oleh Albani di dalam Shohih Al Jami’)
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
أحبُّ الناسِ إلى الله أنْفَعُهم لِلنَّاسِ، وأحبُّ الأعْمالِ إلى الله عزَّ وجلَّ سرورٌ تُدْخِلُه على مسلمٍ، تَكْشِفُ عنه كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عنه دَيْناً، أوْ تَطْرُدُ عنه جُوعاً، ولأَنْ أَمْشي مَعَ أخٍ في حاجَة؛ أحَبُّ إليَّ مِنْ أنْ أعْتَكِفَ في هذا المسجِدِ -يعني مسجدَ المدينَةِ- شَهْراً، ومَنْ كَظَم غيْظَهُ- ولو شاءَ أنْ يُمْضِيَهُ أمْضاهُ-؛ ملأَ الله قلْبَهُ يومَ القيامَةِ رِضاً، ومَنْ مَشى مَع أخيه في حاجَةٍ حتى يَقْضِيَها له؛ ثَبَّتَ الله قدَميْه يومَ تزولُ الأقْدامُ رواه ابن أبي الدنيا في قضاء الحوائج، وحسنه الألباني في "صحيح الجامع".
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia, dan amalan yang paling dicintai oleh Allah –‘azza wa jalla- adalah kebahagiaan yang kamu masukkan kepada seorang muslim, melapangkan kesulitannya, membayarkan hutangnya, menjadikannya kenyang, dan aku berjalan bersama seorang saudara dalam urusan tertentu, lebih aku senangi dari pada beri’tikaf di masjid ini –masjid Madinah- selama satu bulan, dan barang siapa yang menyembunyikan kemarahannya –jika ia mau melampiaskannya ia bisa melampiaskannya-; maka Allah akan mengisi hatinya pada hari kiamat dengan keridhoan, dan barang siapa yang berjalan bersama saudaranya untuk sebuah urusan tertentu sampai ia menyelesaikannya, maka Allah akan mengokohkan kedua kakinya pada hari di mana semua kaki tergelincir”. (HR. Ibnu Abi Dunya dalam Qadha’ul Hawaij, dan telah dihasankan oleh Albani dalam Shahih al Jami’)
Maka renungkanlah kondisi anda sekarang, dan ikhlaskanlah niat anda untuk Allah berharaplah kebaikan dari-Nya –subhanah-, anda berada pada misi dan amal yang paling mulia, dan janganlah anda lupa bagianmu untuk berbagai macam ibadah dan dzikir, membaca Al Qur’an, karena hal itu menjadi bekal menuju Rabbul ‘Alamin.
Wallahu A’lam