Unduh
0 / 0
5443431/07/2003

Apakah Kami Berkata Pada Saat Bertasyahhud: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” atau “Assalamu’alan Nabii” ?

Pertanyaan: 34535

Apakah dibenarkan sepeninggal Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa orang yang mengucapkan pada tasyahhud: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” dihawatirkan termasuk dalam dosa syirik ? dan kita harus membaca: “Assalamu’alan Nabii” ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Ulama Lajnah Daimah pernah
ditanya:

“Dari Ibnu Mas’ud –radhiyallahu
‘anhu- berkata:

علمني رسول
الله صلى الله عليه وسلم وكفي بين كفيه التشهد ، كما يعلمني السورة من القرآن :
التحيات لله والصلوات والطيبات السلام عليك أيها النبي … الخ

“Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan kepadaku tasyahhud dalam keadaan
telapak tangan saya di hadapan telapak tangan beliau, sebagaimana beliau
telah mengajarkan surat di dalam Al Qur’an kepadaku: “Semua salam, shalawat
dan kebaikan hanya kepada Allah, salam sejahtera kepadamu wahai Nabi….“.

Pada saat beliau berada di
tengah-tengah kami, setelah beliau meninggal dunia maka kami berkata:
“Assalamu’alan Nabii (Salam sejahtera kepadamu wahai Nabi).

Maka banyak orang yang
menggunakan doa terakhir tersebut dan menyuruh yang lainnya pun untuk
melakukannya.

Maka mereka menjawab:

“Sifat tasyahhud yang telah
diucapkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- di dalam shalat
beliau dan menyuruh para sahabatnya untuk melakukannya juga adalah yang
telah diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim di dalam kitab Shahihnya dari
Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

علمني رسول
الله صلى الله عليه وسلم كفي بين كفيه كما يعلمني السورة من القرآن ” التحيات
لله والصلوات والطيبات السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته السلام علينا
وعلى عباد الله الصالحين أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله “

“Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan kepadaku dalam keadaan telapak tanganku
di hadapan telapak tangan beliau sebagaimana beliau mengajarkan surat dari
Al Qur’an kepadaku: “Segala bentuk penghormatan, shalawat dan kebaikan
adalah bagi Allah, salam sejahtera dihaturkan kepadamu wahai Nabi, rahmat
Allah dan barakah-Nya juga kepadamu, salam sejahtera juga kepada kita semua
dan kepada hamba-hamba Allah yang sholeh, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
–yang berhak disembah- kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasul-Nya”.

Inilah yang lebih shahih;
karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkannya kepada para
sahabat dan tidak bersabda: “Jika saya meninggal dunia nanti maka ucapkanlah
Assalamu’alan Nabii”.

Mereka juga pernah ditanya:

“Di dalam bertasyahhud apakah
seseorang mengatakan: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” atau mengatakan:
“Assalamu’alan Nabii”; karena Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-
berkata: “Kami sebelum meninggalnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
mengucapkan: “Assalamu’alaika Ayyuhan Nabii” dan setelah beliau meninggal
dunia kami mengucapkan: “Assalamu’alan Nabii” ?

Mereka menjawab:

“Yang benar hendaknya orang
yang shalat mengucapkan di dalam tasyahhud dengan: “Assalamu’alaika Ayyuhan
Nabii wa Rahmatullahi wa Barakatuh”; karena inilah yang ditetapkan di banyak
riwayat, adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dalam masalah ini –jika
memang benar berasal darinya- maka sebagai bentuk ijtihad dari pelakunya dan
tidak membatalkan hadits-hadits yang telah ditetapkan, kalau memang hukumnya
berbeda setelah beliau meninggal dunia dengan sebelum meninggalnya, maka
beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pasti akan menjelaskannya”. (Fatawa
Lajnah Daimah lil Buhuts ‘ilmiyah wal Iftaa’: 7/11-13)

Syeikh Ibnu Utsaimin
–rahimahullah- telah menjelaskan masalah tersebut dengan sangat jelas, dan
telah menjawab syubhat orang yang mengakui kalimat panggilan yang sesuai
dengan syari’at adalah dengan panggilan orang ketiga, dengan berkata:

“Kalimat: “Assalamu’alaika
‘alaika”, apakah kalimat tersebut berbentuk berita atau doa ?, maksudnya,
apakah kalian memberitakan bahwa Rasul itu mendapat keselamatan, atau berdoa
kepada Allah agar Dia menyelamatkannya ?

Jawabannya adalah sebagai
bentuk doa yang mengharap agar Allah memberikan keselamatan kepada beliau,
maka redaksi tersebut sebagai khabar (berita) yang bermakna doa.

Kemudian apakah ucapan
tersebut diperuntukkan untuk Rasulullah –‘alaihis shalatu was salam- seperti
ucapan sesama manusia di antara kalian ?

Jawabannya:

Tidak, jika dianggap demikian
maka shalatnya menjadi batal; karena shalat ini tidak sah jika ada
pembicaraan manusia; karena kalau demikian maka bisa dipastikan bahwa para
sahabat akan mengeraskan suaranya sampai terdengar oleh Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- dan pasti beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- akan
menjawab salam tersebut sebagaimana pada saat mereka bertemu beliau, akan
tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Islam dalam buku: “Iqtidha’
Shiratal Mustaqiim”: “Karena begitu kuatnya upaya menghadirkan Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada saat mengucapkan salam kepada beliau,
seakan-akan beliau berada di hadapanmu”.

Oleh karenanya para sahabat
berkata: “Assalamu ‘alaika” padahal beliau tidak mendengar mereka. Mereka
berkata: “Assalamu’alaika” pada saat mereka berada di suatu tempat dan
Rasulullah di tempat yang lain, kita semua mengucapkan: “Assalamu’alaika”
sementara kita tinggal di daerah yang bukan di daerah beliau, pada suatu
masa yang bukan pada masa beliau.

Adapun yang diriwayatkan di
dalam Shahih Al Bukhori dari Abdullah bin Mas’ud bahwa mereka setelah
wafatnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengucapkan: “Assalamu’alan
Nabi wa rahmatullahi wa barakatuh” hal ini termasuk bagian dari ijtihad
beliau –radhiyallahu ‘anhu- yang dibantah oleh orang yang lebih alim dari
beliau, yaitu; Umar bin Khattab yang berkhutbah dari atas mimbar Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan berkata dalam hal tasyahhud:
“Assalamu’alaika Ayyuhan Nabi wa rahmatullah”, sebagaimana yang telah
diriwayatkan oleh Malik di dalam Al Muwatha’ dengan sanad yang paling shahih,
Umar berkata demikian itu di hadapan para sahabat dan mereka menyetujui hal
itu.

Kemudian sesungguhnya
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkannya kepada
umatnya, sampai juga kepada Ibnu Mas’ud, dan pernyataan bahwa telapaknya
berada di hadapan telapak beliau ditujukan untuk mengaktualkan redaksi
tersebut, dan beliau juga telah mengajarkannya kepadanya sebagaimana beliau
mengajarkan surat dari Al Qur’an, beliau mengetahui bahwa beliau akan
meninggal dunia; karena Allah berfirman:

( إنك ميت
وإنهم ميتون ) الزمر / 30

“Sesungguhnya kamu akan mati
dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)”. (QS. Az Zumar: 30)

Dan tidak mengatakan:
“Setelah saya meninggal dunia maka ucapkanlah: “Assalamu’alan Nabi” akan
tetapi beliau mengajarkan kepada mereka tasyahhud sebagaimana beliau
mengajarkan surat dari Al Qur’an dengan lafadznya, oleh karenanya tidak
dialihkan ke ijtihadnya Ibnu Mas’ud, namun diucapkan: “Assalamu’alaika
ayyuhan Nabi”. (Asy Syarhul Mumti’: 3/150-151)

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android