Syarat sahnya nikah adalah adanya wali wanita atau wakilnya.
Sebagai syarat sahnya pernikahan adalah akad dilakukan oleh wali wanita atau wakilnya. Jika dia tidak punya wali, maka hakim yang sah yang menikahkannya. Jika tidak, maka direktur Islamic Center atau seorang imam, atau seorang laki-laki adil dari kalangan umat Islam.
Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- berkata: “Jika seorang wanita pada posisi tidak ada yang menjadi penanggungjawab atasnya, juga tidak ada walinya, maka urusannya diserahkan kepada orang yang terpercaya dari para tetangganya agar dapat menikahkannya. Maka dialah yang menjadi walinya dalam kondisi seperti ini. Karena manusia itu mereka harus menikah dan hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai yang paling memungkinkan baginya.” (At Tamhid: 19/93)
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata:
“Jika seorang wanita tidak memiliki wali dan tidak ada yang bertanggungjawab atasnya, maka Imam Ahmad berpendapat yang menunjukkan bahwa laki-laki yang adil dapat menikahkannya dengan seizinnya. Beliau berkata terkait kepala dusun: “Dia dapat menikahkan wanita yang tidak mempunyai wali dengan mempertimbangkan agar waninta tersebut mendapat suami yang sekufu dan mahar yang layak, jika di desa tersebut tidak ada hakim”. (Al Mughni, 9/362)
Tidak masalah jika ayah anda yang menikahkannya jika dia seorang yang adil.
Kedua:
Ada syarat persaksian atas akad pernikahan.
Jumhur ulama mensyaratkan adanya saksi dua orang laki-laki muslim yang adil untuk sahnya pernikahan, hanya saja ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa persaksian saat akad nikah adalah sunah. Persaksian boleh ditunda sampai sebelum digauli dan tidak wajib pada saat akad nikah, dan jika dipersaksikan oleh dua orang Islam sebelum digauli, maka sudah sah.
Ad Dardir berkata: “Dan disunahkan adanya persaksian dua orang laki-laki yang adil. Jika tidak adil karena kurang akal atau fasiq maka tidak dianggap persaksiannya dan bukan sebagai wali, maksudnya bukan orang yang memiliki hak perwalian bagi mempelai wanita, meskipun orang yang mewakilinya, ini merupakan sunah saja. Adapun persaksian sebelum digauli maka menjadi syarat wajib.” (As Syarhul Kabir Maa Hasyiyati ad Dasuqi, 2/216)
Sebagian ulama berpendapat bahwa saksi bukan merupakan syarat akad nikah, akan tetapi cukup dengan mengumumkan pernikahannya saja. Jika pernikahan telah diketahui dan diumumkan, maka dia sudah dianggap sah. Pendapat ini diriwayatkan dari Ahmad rahimahullah.
Disebutkan dalam kitab Al Mughni, “(Praktek ini, nikah tanpa saksi, tapi cukup diumumkan saja) dilakukan oleh Ibnu Umar, Hasan bin Ali, Ibnu Zubair, Salim dan Hamzah keduanya anak Ibnu Umar. Juga berpendapat demikian; Abdullah bin Idris, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, Al Anbari, Abu Tsaur, Ibnul Munzir, dan juga pendapat Az Zuhri dan Malik, (dengan catatan) jika mereka mengumumkannya. Ibnul Munzir berkata: “Tidak ada riwayat yang shahih menunjukkan keharusan adanya dua saksi dalam pernikahan”.
Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin, rahimahullah. (Lihat As Syarhul Mumti, 12/94)
Syaikhul Islam, rahimahullah, berkata: “Tidak ada keraguan bahwa pernihakan yang diumumkan adalah sah, meskipun tidak dihadiri dua orang saksi. Adapun jika pernikahan tanpa pengumuman tapi dihadiri saksi, maka ini perlu ditinjau ulang.
Jika digabungkan (dalam akad nikah), dihadiri saksi dan diumumkan, maka tidak ada perdebatan tentang sahnya.
Adapun jika tidak ada saksi dan tidak diumumkan, maka akad seperti ini batil menurut kebanyakan para ulama. Jika ada perbedaan hanya sedikit saja.” (Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah: 177)
Apa yang telah anda sebutkan adanya saksi dua orang laki-laki dan belum dipastikan keislamannya, apalagi terkait dengan keadilannya, maka itu tidak cukup dalam persaksian, akan tetapi harus dipastikan kepribadian dua orang saksi, sekiranya jelas bagiya tentang kepribadiannya dan dapat dipatikan keislaman dan keadilan keduanya.
Ibnul Arabi, rahimahullah, berkata: “Jika pernikahan disaksikan, maka hendaknya disaksikan dua orang laki-laki yang adil yang dengan mereka hak-hak dapat ditetapkan. Demikianlah pendapat para ulama Islam”. (Aridhotul Ahwadzi, 5/19)
Jalan keluarnya sekarang adalah bagaimana agar disaksikan dua orang adil, maka sah pernikahannya, menurut madzhab Malikiyah.
Atau pernikahan itu diumumkan. Jika tidak anda umumkan, maka buatlah walimah atau anda mengundang masyarakat untuk walimah dengan pernikahan anda atau dengan acara yang serupa dengannya. Maka pernikahannya menjadi sah.
Lebih hati-hati lagi, jika anda mengulangi lagi akad pernikahan anda, dengan dihadiri wali yang melakukan akad untuknya pernikahannya, yaitu ayah anda, seperti yang telah anda sebutkan dan disaksikan dua orang adil dari umat Islam. Kemudian pernikahan itu diumumkan kepada orang-orang di sekitar anda, sesuai petunjuk sebelumnya.
Akad Nikah Melalui Media Komunikasi Modern
Akad nikah dinyatakan sah jika dilakukan melalui alat komunikasi modern dengan syarat harus dipastikan orang-orang yang terlibat di dalam akad dan persaksian dan menjauhi praktek curang dan penipuan dalam pelaksanaanya.
Wallahu A’lam