Apa kekeliruan yang terjadi saat berziarah ke Masjid Nabawi?
Kekeliruan Yang Terjadi Saat Berziarah Ke Masjdi Nabawi
Pertanyaan: 36647
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji saat berziarah ke Masjid Nabawi, ada beberapa perkara, di antaranya;
Pertama:
Sebagian jamaah haji berkeyakinan bahwa berziarah ke Masjid Nabawi memiliki kaitan dengan ibadah haji dan bahwa ibadah haji tidak boleh dilakukan tanpa berziarah ke sana, bahkan sebagian orang bodoh mungkin menganggap bahwa berziarah ke Masjid Nabawi lebih ditekankan dari ibadah haji itu sendiri! Ini adalah keyakinan batil. Tidak ada kaitan antara menunaikan haji dengan berziarah ke Masjdi Nabawi. Menunaikan ibadah haji dapat terlaksana sempurna tanpa berziarah ke Masjid Nabawi sebagaimana berziarah ke Masjid Nabawi dapat terlaksana tanpa haji. Akan tetapi, orang-orang terbiasa untuk menjadikan masalah berziarah ke Masjid Nabawi dalam satu paket perjalanan bersama ibadah haji, karena kalau mengulang safar lagi akan berat bagi mereka. Demikian pula, berziarah tidak lebih ditekankan dari haji. Karena ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam dan prinsip-prinsipnya yang utama, sedangkan berziarah tidak sampai seperti itu tingkatannya. Tidak kami ketahui ada ulama yang menyatakan wajib berziarah ke Masjid Nabawi atau ke kuburan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Adapun riwayat yang konon berasal dari Nabi shallalalhu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabd,a
من حج ولم يزرني فقد جفاني
“Siapa yang berhaji tapi tidak berziarah kepadaku, maka sungguh dia telah berlaku kasar kepadaku.”
Ini adalah hadits dusta atas nama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang bertentangan dengan perkara yang sudah diketahui dalam agama. Seandainya hadits ini shahih, maka berziarah ke kuburan beliau merupakan kewajiban yang sangat besar.
Kedua:
Sebagian penziarah Masjid Nabawi melakukan thawaf di kuburan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mereka mengusap-usap lobang dan dindindnya, kadang mereka cium dengan bibir mereka atau mereka tempelkan pipi mereka di sana, semua itu adalah bid’ah yang munkar. Karena thawaf di selain Ka’bah adaha bid’ah yang diharamkan. Demikian pula halnya dengan mengusap, mencium dan menempelkan pipi, semua itu hanya disyariatkan di tempatnya, yaitu di Ka’bah. Beribadah kepada Allah Ta’ala dengan cara seperti itu di tembok tersebut, justeru akan semakin menambah jauhnya dia dari Allah
Ketiga:
Sebagian penziarah mengusap mihrab, mimbar serta dinding Majid Nabawi. Semua itu adalah bid’ah.
Keempat:
Ini yang paling berat kemunkarannya, yaitu bahwa sebagian penziarah memohon dan berdoa kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar diangkat kesulitannya atau dipenuhi keinginannya. Ini merupakan syirik besar dan dapat mengeluarkan seseorang dari agama serta tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وأن المساجد لله فلا تدعوا مع الله أحدا ) سورة الجن: 18)
“Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” SQ. Al-Jin: 18
Allah Ta’ala juga berfirman,
وقال ربكم ادعوني أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين ) سورة غافر: 60)
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina”. SQ. Ghofir: 60.
Allah Ta’ala juga berfirman,
إن تكفروا فإن الله غني عنكم ولا يرضى لعباده الكفر(سورة الزمر: 7)
“Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu[1307] dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya.” SQ. Az-Zumar: 7
Jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingkari seseorang yang berkata kepadanya, “Atas kehendak Allah dan kehendak engkau.” Lalu beliau berkata,
أجعلتني لله ندا، ما شاء الله وحده ) رواه ابن ماجه ، رقم 2118 (
“Apakah engkau hendak menjadikan aku sebagai tandingan Allah; Hanya kehendak Allah semata.” (HR. Ibnu Majah, no. 2118)
Maka bagaimana halnya dengan orang yang memohon berdoa kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar diangkat kesulitannya dan diberikan kebaikan. Padahal Allah berkata tentang diri beliau,
قل لا أملك لنفسي نفعا ولا ضرا إلا ما شاء الله (سورة الأعراف: 188)
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.” SQ. Al-A’raf: 188
قل إني لا أملك لكم ضرا ولا رشدا قل إني لن يجيرني من الله أحد ولن أجد من دونه ملتحدا (سورة الجن: 21) .
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak Kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan”.SQ. Al-Jin: 21
Seorang mukmin hendaknya menggantungkan harapannya dan keinginannya kepada Sang Pencipta yang berkuasa mewujudkan apa yang dia inginkan dan menyelamatkannya dari apa yang dia takuti. Serta hendaknya dia mengetahi hak nabinya dalam bentuk keimanan, kecintaan dan mengikuti ajarannya lahir dan batin serta mohon kepada Allah agar diberikan keteguhan dalam hal tersebut serta tidak beribadah kepada Allah kecuali berdasarkan apa yang dia ajarkan.
Refrensi:
Demikian ucapan Syekh Muhammad bin Utsaimin dalam kitab Akhtha Yaqau Fiiha AlHaj wal Mu’tamir