Unduh
0 / 0

Apakah Kembali Lagi Sebagai Seorang Muhrim Jika Dia Belum Melakukan Thawaf Ifadhah Pada Saat Hari Raya Idul Adha ?

Pertanyaan: 36833

Saya telah mendengar bahwa bagi siapa saja yang belum melaksanakan thawaf ifadhoh pada hari raya idul adha, dia harus kembali lagi dalam keadaan muhrim sampai dia melaksanakan thawaf, apakah yang demikian itu dibenarkan ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Hal ini telah diriwayatkan
sebuah hadits dari Ummu Salamah –radhiyallahu ‘anha- . Syiekh Ibnu Utsaimin
–rahimahullah- juga pernah ditanya dalam masalah ini, seraya beliau
menjawab:

“Pertanyaan kalian tentang
hadits Ummu Salamah –radhiyallahu ‘anha- yang menyatakan bahwa bagi siapa
saja yang belum melaksanakan thawaf ifadhoh sebelum terbenamnya matahari
pada hari raya idul adha harus kembali lagi sebagai seorang muhrim, saya
beritahukan bahwa hadits tersebut adalah dho’if (lemah) tidak bisa dijadikan
dalil, tidak bisa dinyatakan sebagai sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- dilihat dari berbagai aspek, di antaranya adalah:

1.Dari
segi sanadnya.

Hadits tersebut muaranya
menurut Imam Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah kepada Muhammad bin Ishak
penulis sejarah yang terkenal, dia berkata: “Abu Ubaidah bin Abdullah Zam’ah
telah mengabarkan kepada kami dari bapaknya, dari ibunya dari Ummu Salamah
–radhiyallahu ‘anha- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( إذا أنتم أمسيتم قبل أن تطوفوا بهذا البيت عدتم حرما كهيئتكم
قبل أن ترموا الجمرة حتى تطوفوا به(

“Jika kalian telah memasuki
waktu sore dan belum melaksanakan thawaf di sekitar Ka’bah ini, maka kalian
kembali lagi sebagai seorang muhrim dalam keadaan sama dengan sebelum kalian
melempar jumroh sampai anda melaksanakan thawaf terbut”.

Adapun Ibnu Ishak maka di
dalam kesendiriannya (dalam meriwayatkan) ada sebagian yang mengingkarinya,
Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishak
sendirian, apakah anda menerimanya ?, beliau menjawab: “Demi Alloh, tidak”.

Muhammad bin Yahya berkata:
“Hadits hasan baginya adalah hadits gharib”. Ad Daruquthni berkata: “Para
imam berbeda pendapat tentang hadits tersebut, dan tidak bisa dijadikan
pegangan, akan tetapi tetap tetap diriwayatkan”. (Tahdzib: 9/39-46)

Bisa jadi hadits ini termasuk
dalam periwayatannya dia sendiri yang mungkar.

Adapun Abu Ubaidah bin
Abdullah bin Zam’ah disebutkan di dalam At Taqrib (2/448): “Dapat diterima
dari yang ketiga”.

Disebutkan juga di dalam Al
Muhalla (7/142) tentang dirinya: “Dia tidak dikenal sebagai periwayat
hadits, juga tidak terkenal bahwa dia sebagai penghafal, jika –hadits Ummu
Salamah- benar, maka kami akan segera berpendapat demikian”.

Ath Thawahi telah mentakhrij
(menjelaskan periwayatannya) dalam Syarh Ma’ani al Atsar (2/228) tentang
hadits Ummu Salamah akan tetapi dari jalur Ibnu Luhai’ah, disebutkan dalam
At Taqriib (1/144) tentangnya: “Dia jujur dari yang ketujuh, hafalannya
bermasalah setelah buku-bukunya terbakar. Riwayat Ibnu Mubarak dan Ibnu
Wahab tentang dirinya lebih adil dari pada yang lainnya”.

Saya berkata: “Secara umum
telah dinyatakan lemah oleh para penghafal, dan sebagian mereka jika
diriwayatkan selain dari “’Abadilah” (para Abdullah)”.

Maka jika demikian sanad
haditsnya, tidak diriwayatkan kecuali dalam periwayatan mereka perlu
dikritisi ulang, para imam besar para perawi hadits dan para penghafalnya
dari jalurnya Bukhori dan Muslim dan yang setara dengan mereka berpaling
darinya, padahal hal tersebut termasuk perkara yang mudah diketahui oleh
banyak orang, dan ada banyak alasan dan sebab untuk meriwayatkannya, semua
itu menjadi dalil bahwa hadits itu tidak ada sumbernya.

2.Dari
segi matannya (redaksi haditsnya).

Matannya janggal; karena
hadits-hadits yang terdapat dalam Shahihain dan di dalam kitab hadits yang
lain jelas dan saling menguatkan bahwa tahllul yang pertama dilakukan
sebelum thawaf di sekitar Ka’bah tanpa ada batasan dan dilakukan sebelum
terbenamnya matahari, seperti perkataan ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-:

( كنت أطيب النبي صلى الله عليه وسلم لحله قبل أن يطوف بالبيت )

“Saya pernah memberikan
wangi-wangian kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- karena dia sudah
bertahallul sebelum berthawaf di Ka’bah”.

Hal itu tidak mungkin menjadi
terikat dengan hadits yang janggal tersebut, oleh karenanya Ath Thahawi
berkata dalam Syarh Ma’ani al Atsar (2/229) pada saat disebutkan hadits
‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-: “Hal itu bertentangan dengan hadits Ibnu
Luhai’ah yang telah kami sebutkan diawal bab ini, dan yang ini lebih utama;
karena mutawatir dan penukilannya shahih yang tidak didapatkan pada yang
lainnya”.

3.Dari
sisi pengamalannya.

Hadits itu tidak diamalkan
oleh umat, baik dari para imamnya, ulamanya, kecuali hanya sedikit setelah
generasi para sahabat jika penukilannya benar dari mereka, Ath Thabari
berkata dalam kitabnya “Al Qura li Qashidi Ummil Qura” (472) pada saat
menyebutkan hadits tersebut: “Ini adalah hukum yang saya tidak mengetahui
seorang pun yang mengatakan demikian”.

Imam Nawawi berkata dalam
Syarh Muhadzab (8/185) dari Baihaqi bahwa dia berkata: “Saya tidak
mengetahui seorang pun dari ulama fikih yang menyatakan demikian”, saya
(Nawawi) berkata: “Maka hal itu menjadi mansukh (dihapus), telah terbukti
dengan ijma’ yang menasakhnya, ijma’ tidak bisa menasakh dan dinasakh akan
tetapi menunjukkan dalil yang menasakhnya”.

Nawawi bersepakat dengan
Baihaqi bahwa keduanya tidak mengetahui yang menyelisihinya, bahkan
menjadikannya sebagai ijma’ yang menunjukkan bahwa hadits tersebut adalah
mansukh, yaitu; bahwa umat tidak mengamalkannya, akan tetapi perkataan
Nawawi –rahimahullah- masih dipertanyakan; karena mengklaim bahwa hadits
tersbut telah dihapus mengharuskan bahwa yang dimansukh (dihapus) itu benar
adanya. Ternyata hadits tersebut tidak mempunyai dasar sampai diklaim telah
dimansukh.

Hal ini telah dinukil oleh
sebagian orang dari Urwah bin Zubair salah seorang dari ahli fikih yang
tujuh telah menyatakannya, bisa jadi beliau memahami hal itu dari
perkataannya yang menukil dari perkataan Ath Thabari dalam kitabnya Al Quro
(470): “Bahwa tidak dihalalkan baginya wangi-wangian bagi yang belum thawaf
di Ka’bah setelah hari Arafah, meskipun dia belum maksimal dalam beribadah”.
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur.

Saya mengatakan hal itu
karena jauh sekali kemungkinannya bahwa Urwah bin Zubair berkata demikian
karena hadits Ummu  Salamah kemudian menyembunyikan pernyataan seperti
Thabari dan Baihaqi.

Atas dasar inilah maksud dari
perkataan Urwah: “Bahwa tidak dihalalkan wangi-wangian sampai dia berthawaf
di Ka’bah”, ini adalah perkataan yang terkenal, perbedaan dalam masalah
tersebut sudah tidak asing lagi. Perbedaannya dengan maksud dari hadits Ummu
Salamah begitu jelas, bahwa hadits Ummu Salamah menunjukkan bahwa tahallul
sebelum thawaf di Ka’bah, akan tetapi jika menunda thawaf sampai terbenamnya
matahari pada hari raya idul adha, maka dia kembali lagi dalam keadaan
muhrim.

Sedangkan yang dinukil oleh
Thabari dari Urwah menunjukkan akan kehalalan wangi-wangian sebelum thawaf,
antara ini dan itu nampak jelas perbedaannya.

4.
Ketepatannya menyelisihi ketepatan dasar-dasar syari’at dan kaidah-kaidah
yang baku.

Ketepatan dasar-dasar
syari’at menyatakan bahwa seorang pelaku ibadah jika telah menyelesaikan
ibadah tersebut, maka tidak bisa kembali lagi kepadanya kecuali dengan niat
yang baru, inilah salah satu indikasi yang melemahkan hadits di atas, jika
hadits tersebut benar maka tentu wajib mengamalkannya, dan setiap kaidah
pastilah mempunyai pengecualian.

Inilah yang dimudahkan oleh
Alloh untuk menuliskannya pada kesempatan yang singkat ini.

Semoga Alloh –Ta’ala-
senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita semua kepada jalan yang benar,
dan mengamalkan petunjuk sunnah dan al Qur’an, karena Dia Maha Kuasa untuk
melakukan hal itu.

Berasal dari tulisan singkat
Syeikh –rahimahullah- sendiri.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android