Unduh
0 / 0

Seorang Wanita Buang Hajat Di Gelas Di Dalam Masjidil Haram

Pertanyaan: 39947

Seorang wanita pergi ke Masjidil Haram, kemudian dia masuk ke tempat air zam-zam, akan tetapi dia tidak dapat menahan kencingnya, sehingga dia terpaksa kencing di gelas, lalu membuangnya di aliran air. Apa hukumnya?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Buang hajat di dalam masjid termasuk perkara haram, apalagi
jika itu adalah Masjidil Haram.

Dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami di masjid
bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian datang seorang
badui kencing di dalam masjid, lalu para shahabat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam berkata, mah.. mah.. (menghardiknya). Maka Rasulullah
shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Jangan dihardik, biarkan dia.”
Akhirnya mereka meninggalkannya hingga orang itu selesai kencing. Setelah
itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memanggilnya seraya berkata, 

: إن هذه المساجد لا تصلح لشيء من
هذا البول ولا القذر ، إنما هي لذكر الله عز وجل والصلاة وقراءة القرآن ، قال :
فأمر رجلا من القوم فجاء بدلو من ماء فشنَّه عليه

 “Sesungguhnya masjid tidak layak dijadikan tempat kencing
atau tempat kotoran, dia adalah tempat untuk berzikir kepada Allah Azza wa
Jalla, shalat dan membaca Al-Quran.” Kemudian beliau meminta seseorang untuk
mengambilkan air lalu dituangkan di atasnya.” (HR. Bukhari, no. 217 dan
Muslim, no. 285)

Para shahabat karena ghirahnya mereka berteriak kepada orang
badui tersebut dan sudah siap bangkit untuk menghalanginya dan
mengingkarinya agar orang itu tidak kencing. Maka dipahami dari hal tersebut
bahwa tidak boleh kita menyetujui kemunkaran, tapi wajib mengingkari orang
yang melakukannya. Akan tetapi dalam kasus ini, tindakan tersebut dapat
menyebabkan bahaya lebih besar lagi. Karena itu, Nabi shallallahu alaih wa
sallam mencegah mereka terhadap hal tersebut. Bahkan beliau memperingatkan
mereka agar tidak menghardik orang badui itu.

Ini
merupakan perkara yang harus pertama kali menjadi peringatan dalam
pertanyaan ini, yaitu diharamkannya buang hajat di dalam masjid. Maksudnya
jika dia kencing di lantai masjid. Adapun jika dia kencing dalam sebuah
wadah, sebagian ulama membolehkannya jika ada keperluan untuk itu, misalnya
orang tua atau sakit yang tidak mampu menahan kencing atau berat baginya
keluar masjid karena sakit atau lainya. Ini yang tampaknya ada pada orang
yang ditanyakan tersebut.

Syaikhul
Islam berkata dalam Fatawa Al-Kubra, “Kencing di dalam botol di masjid,
sebagian ulama ada yang melarangnya, sebagian lagi ada yang memberikan
keringanan jika ada kebutuhan.” Sementara di tempat lain, Syaikhul Islam
lebih condong pada pendapat membolehkan jika ada kebutuhan. Beliau berkata
dalam Al-Fatawa Al-Misriah, “Yang lebih kuat, jika hal itu dilakukan karena
ada keperluan maka lebih dekat pada kebolehan.”  .

Kedua:

Jika seseorang hendak buang hajat, maka dia harus menyendiri
agar tidak ada orang yang melihat auratnya. 

عن ابن عباس قال : مرَّ النبي صلى
الله عليه وسلم بقبرين فقال : إنهما ليعذبان ، وما يعذبان في كبيرٍ ، وإنه
لكبير ، أما أحدهما فكان لا يستتر من البول ، وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة ،
ثم أخذ جريدة رطبة فشقها نصفين ، فغرز في كل قبرٍ واحدة ، قالوا : يا رسول الله
لم فعلت هذا ؟ قال : لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا

Dari Ibnu Abbas dia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa
sallam melewati dua kuburan, maka beliau berkata, “Keduanya sedang diazab,
namun tidak diazab dalam perkara yang mereka kira bukan dosa besar,
sesungguhnya dia adalah dosa besar (di sisi Allah). Salah seorangnya tidak
berlindung saat kencing sedangkan yang lainnya melakukan namimah. Kemudian
beliau mengabil pelepah kurma dan membelahnya menjadi dua dan menancapkannya
di masing-masing kuburan tersebut. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah,
mengapa engkau melakukan hal itu?” Beliau bersabda, “Semoga dapat
meringankan keduanya selama dahan itu belum kering.” (HR. Bukhari, no. 213
dan Muslim, no. 5708)

Point kedua ini penting diperhatikan, yaitu bersembunyi saat
buang hajat, baik terkait dengan pertanyaan ini atau dalam semua kondisi.
Jika wanita tersebut telah mengupayakan hal tersebut dan melaksanakannya,
maka tidak mengapa baginya insya Allah (kencing di dalam masjid karena
mendesak).

Ketiga:

Perkara
ketiga yang harus diperhatikan adalah mengalirkan air kencingnya. Seandainya
dia simpan di tempat yang aman, lalu dia bawa keluar saat keluar, atau
dibuang di tempat yang tidak bercampur dengan sesuatu yang suci, maka itu
lebih baik. Adapun dia letakkan di tempat aliran air zam zam, dikhawatirkan
akan mencemari sebagian yang terdapat di dalam pipanya.
Jika air tersebut bermuara di tempat yang
manusia aman darinya, maka tidak mengapa. Akan tetapi, langkah yang pertama
disebutkan lebih utama.

Kesimpulannya adalah bahwa apa yang dilakukan wanita tersebut
dibolehkan karena ada kebutuhan, namun dia tetap harus berupaya agar
dilakukan dalam keadaan tertutup saat buang hajat hingga tidak tampak
auratnya serta tidak mengganggu rang lain dengan mencemari mereka dengan
najis tersebut.

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android