Unduh
0 / 0
4,09608/01/2000

Para Dokter Menasehati Untuk Mengakhirkan Khitan Karena Penyakitnya

Pertanyaan: 6793

Saat ini usia anakku sekitar empat bulan. Pada usia tujuh pekan setengah dilakukan operasi pencangkokan hati padanya. Hingga kini kami belum mengkhitannya. Karena para dokter menyebutkan bahwa khitan dapat berpengaruh terhadap kehidupannya. Sekarang menghadapi masalah lain. Yaitu testisnya belum turun ke posisi kemaluannya. Dan kami telah memusyawarakan dengan dokter terkait dengan tempat (keluar) kencingnya. Dan beliau meminta kita untuk menungguhnya sampai anak berumur Sembilan bulan. Apakah kami dibolehkan menangguhnya?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Kalau disana ada keperluan
mendesak (darurat) yang menghalangi berkhitan anak ini, pada waktu yang
ditentukan secara agama. Maka dibolehkan mengakhirkannya berdasarkan firman
Allah Azza Wajallah:

ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيماً  (سورة النساء: 29)

“Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)

Dan Firman
Allah, “Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” QS.
Al-Baqarah: 286.

Sabda Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam:

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم (رواه البخاري، رقم 
6858  ومسلم، رقم  1337 )

“Jika saya perintahkan kepada
kamu semua, maka lakukan sesuai dengan kemampuan anda semua.”  (HR. Bukhari,
no. 6858 dan Muslim, no. 1337).

Serta kaidah, “Bahaya
mendesak dapat membolehkan sesuatu yang dilarang”

Khitan, biasanya tidak ada
dampak bahanya. Maka perlu meminta saran ke dokter. Jika dokter mengetahui
ada yang menghalangi khitan karena ada sebab yang benar-benar berpangaruh.
Maka tidak mengapa, tidak berkhitan (terlebih dahulu) sampai dia kuat dan
mampu.

Di antara yang dapat
menggugurkan khitan adalah lemahnya bayi. Tidak mampu menanggungnya dan
dikhawatirkan merusak. Jika kelemahan ini terus menerus, hal ini menjadi
uzur meninggalkan (khitan). Karena paling tinggi pendapatnya adalah suatu
kewajiban yang dapat gugur karena lemah seperti kewajiban-kewajiban lainnya.

Dalam Syarh Al-hidayah
dikatakan, “Dilarangnya hal ini ada kemiripan yang banyak. Seperti
diantaranya mandi dengan air dingin pada cuaca yang sangat dingin dan adanya
penyakit. Puasanya orang sakit yang dikhawatirkan berbahaya dengan puasanya.
Melakukan had (hukuman) kepada orang sakit dan hamil, dan semacamnya. Semua
alasan ini, dapat menghalangi melakukan suatu amalan, sebagaimana gugur
kewajibannya.”

Wallahua’lam

.

Refrensi

(Al-Khitan, Abu Bakar Abdur Rozaq, hal. 144)

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android