Apakah makan daging onta membatalkan wudu?
MAKAN DAGING ONTA MEMBATALKAN WUDU
Pertanyaan: 7103
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Yang benar, dia diharuskan berwudu (lagi) setelah memakan daging onta, baik ontanya kecil ataupun besar, jantan maupun betina, dimasak maupun masih mentah. Hal ini telah ditunjukkan oleh dalil yang banyak, di antaranya;
1.Hadits Jabir, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ditanya, "Apakah kami berwudu dari (memakan) daging onta?" Beliau menjawab: “Ya". Orang itu bertanya (lagi): “Apakah kami berwudu dari (memakan) daging kambing?" Beliau menjawab: “Jika anda mau." (HR. Muslim, no. 360)
2.Hadits Bara, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ditanya tentang daging onta? Beliau menjawab: “Berwudulah kalian darinya." Lalu beliau ditanya tentang daging kambing, maka beliau menjawab: “Tidak perlu berwudu.” (HR. Abu Daud, no. 184, Tirmizi, no. 81. Dishahihkan oleh Imam Ahmad, Ishaq bin Rahaweh)
Sedangkan kelompok yang tidak mewajibkan wudu setelah memakan daging onta, mereka memberikan beberapa jawaban berikut:
A.Hukum ini mansukh (dihapus). Dalil mereka adalah,
Hadits Jabir, bahwa ketetapan terakhir yang Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam putuskan dari dua perkara adalah tidak perlu berwudu dari (makanan) yang terkena api (HR. Abu Daud, no. 192, Nasa’i, no. 185)
Bantahan ini tidak dapat mengalahkan nash khusus yang telah disebutkan dalam Shahih Muslim. Kemudian di dalamnya tidak ada dalil dalam masalah nasikh (penghapusan). Karena mereka bertanya apakah kami berwudu dari (makan) daging kambing, maka beliau menjawab: “Jika anda mau.”
Kalau sekiranya hadits ini dihapus hukumnya (mansukh), maka akan dihapus juga hukum memakan daging kambing. Dan perkataan beliau, 'Jika kamu mau (berwudu)' menunjukkan bahwa hadits ini lebih akhir dari hadits Jabir. Sedangkan dalam masalah nasakh (penghapusan hukum) seharusnya ada dalil yang menunjukkan bahwa (hukum) penghapus seharusnya disebutkan kemudian, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu. Kemudian hadits nasikh ini (tentang daging yang terkena api) cakupannya umum, sementara hadits ini (perintah wudu dari memakan daging onta) bersifat khusus yang mengkhususkan keumuman hadits tadi.
Kemudian pertanyaan tentang daging kambing menjelaskan sebab (illat) bukan masalah terkena api, karena kalau demikian, maka akan sama hukumnya antara daging onta dan daging kambing dalam masalah itu.
B.Mereka berdalil dengan hadits
الوُضُوءُ مِمَّا يَخْرُجُ لاَ مِمَّا يَدْخُلُ
"Berwudu dari apa yang keluar, bukan dari apa yang masuk."
Bantahannya, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, 1/116, namun dia menyatakannya lemah, begitu pula diriwayatkan oleh Ad-Daruqutni, hal. 55. Hadits ini lemah karena tiga sebab kelemahan. Silakan lihat pembahasan tuntasnya (tahqiq) dalam kitab As-silsilah Ad-Dhaifah, no. 959. Kalau pun kita terima hadits ini dianggap shahih, maka maknanya bersifat umum, sementara hadits yang mewajibkan wudu (setelah memakan daging onta) bersifat khusus.
C.Sebagaian dari mereka mengatakan: “Yang dimaksud dengan sabda beliau, 'Berwudulah kamu semua darinya' adalah membersihkan kedua tangan dan mulut dari daging onta karena kuatnya bau busuk dan lemak yang ada padanya, berbeda dengan daging kambing.
Bantahan dari pernyataan ini adalah bahwa kesimpulan tersebut jauh sekali. Karena yang tampak dari nash adalah wudu syar’i bukan dari sisi bahasa (lughawi). Memahami lafaz syar’i dengan maksud syar’i adalah suatu keharusan.
D.Adapula di antara mereka mengambil dalil dari kisah yang tidak ada asalnya, ringkasannya adalah bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah, salah satu di antara mereka (pendengar) keluar angin. Dan dia malu untuk berdiri di tengah banyak, sedangkan dia telah memakan daging onta. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam berkata untuk menutupi rasa malunya: “Barangsiapa yang telah makan daging onta, hendaklah dia berwudu." Maka sejumlah orang yang memakan daging onta berdiri untuk berwudu.
Bantahannya, Syekh Al-Albany rahimahullah berkomentar: “Sepengetahuanku (cerita) ini tidak ada asalnya, baik dari kitab-kitab sunnah atau kitab lainnya, baik kitab fiqih maupun tafsir.” (As-Silsilah Ad-Dhaifah, 3/268)
Pendapat yang benar dalam masalah ini adalah bahwa keharusan berwudu setelah makan daging yang terkena api (dibakar/dipanggang) telah dihapus (hukumnya), dan bahwa setelah makan daging onta diharuskan berwudu.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Pendapat bahwa (makan daging onta) membatalkan wudu adalah pendapat Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaeh, Yahya bin Yahya, Abu Bakar bin Al-Mundzir, Ibnu Huzaimah dan pilihan Al-Hafidz Abu Bakar Al-Baihaqi. Diriwayatkan dari semua ahli hadits dan sejumlah para shahabat. Mereka berhujjah dengan hadits Jabir bin Samurah yang diriwayatkan oleh Muslim. Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawaeh berkata, "Terdapat dua hadits shahih dari Nabi sallallahu’alaih wa sallam, (yaitu) hadits Jabir dan hadits Bara. Pendapat ini kuat dari sisi dalil, meskipun mayoritas (ulama) berbeda dengannya.
Mayoritas (ulama) telah menjawab hadits ini dengan hadits Jabir, bahwa ketetapan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam yang terakhir kali dari dua masalah ini adalah bahwa tidak perlu berwudu setelah makan (daging) yang terkena api.
Akan tetapi hadits ini umum, sementara hadits berwudu setelah makan daging onta bersifat khusus. Dan yang khusus lebih didahulukan dibandingkan yang umum.” (Syarah Muslim, 4/49)
Yang berpendapat demikian (makan daging onta membatalkan wudu) dari ulama masa kini adalah Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin dan Syekh Al-Albany.
Wallahu’alam .
Refrensi:
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid