Apakah menyentuh wanita asing itu membatalkan wudu? Tolong disebutkan perbedaan para ulama akan hal itu
Apakah Batal Wudu Karena Menyentuh Wanita?
Pertanyaan: 76115
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Para ahli ilmu berbeda pendapat terkait batalnya wudu karena menyentuh wanita menjadi tiga pendapat:
Pendapat pertama:
Bahwa menyentuh wanita membatalkan wudu pada setiap kondisi. Baik menyentuh dengan syahwat maupun tidak. Baik hal itu terjadi karena lupa maupun sengaja. Dan ini mazhab Imam Syafi’I rahimahullah. Beliau berdalil dengan firman-Nya ta’ala:
( أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء) النساء/43
“Atau kamu telah menyentuh perempuan.” QS. An-Nisa’: 43
Makna asal dari kata ‘Lams’ adalah menyentuh dengan tangan. Telah ada hadits penggunaan kata ‘Lams’ dengan arti menyentuh dengan tangan. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika (ada dorongan) kuat radhiallahu anhu, “Mungkin anda menciumnya atau menyentuhnya.” HR. Ahmad di Musnad, (2130). Dan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
( وَالْيَدُ زِنَاهَا اللَّمْسُ ) رواه أحمد (8392) وصححه الألباني في السلسلة الصحيحة (8204)
“Tangan zinanya adalah menyentuh.” HR. Ahmad, (8392) dinyatakan shoheh oleh Albani dalam Silsilah Shohehah, (8204).
Akan tetapi hadits-hadits ini menunjukkan bahwa kata ‘Al-Mas atau Lams’ ditujukan dan maksudnya adalah bukan jima’. Dan ini tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya. Sesungguhnya perbedaannya itu adalah apakah kata ‘Mulamasah’ dalam ayat maksudnya itu jima (berhubungan badan) atau selain dari itu? Sementara hadist-hadits ini tidak menunjukkan hal ini sedikitpun. Pendapat ini termasuk pendapat terlemah dalam masalah ini. Syeikhul Islam rahimahullah mengatakan sebagaimana dalam kitab ‘Ikhtiyarat, hal. 18, “Kalau menyentuh wanita tanpa adanya syahwat, ini termasuk diketahui secara pasti bahwa syari tidak mewajibkan wudu juga tidak dianjurkan berwudu.’ Selesai
Pendapat kedua:
Bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudu secara mutlak, baik dengan syahwat atau tanpa syawhat. Ini adalah mazhab Imam Abu Hanifah rahimahullah. Pendapat ini berdalil dengan beberapa dalil:
1.Asalnya tetapnya suci dan tidak batal sampai adanya dalil shoheh yang menunjukkan hal ini sebagai pembatal wudu. Dan tidak ada dalil akan hal ini. Sementara ayat, maksudnya adalah jima’ (bersetubuh) bukan sekedar menyentuh.
2.Dari Aisyah radhiallahu anhu berkata,
( كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَايَ فِي قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا ) رواه البخاري (382) وفي رواية للنسائي (166) بإسناد صحيح : (حَتَّى إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ مَسَّنِي بِرِجْلِهِ ) صححه الألباني في سنن النسائي
“Saya dahulu tidur diantara Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam sementara kakiku di arah kiblatnya. Kalau beliau bersujud, beliau menyentuuhku. Sehingga kakiku saya tekuk. Kalau beliau berdiri, saya selonjorkan keduanya.” HR. Bukhori, ((382) dalam redaksi Nasa’I (166) dengan sanad shoheh, “Sampai ketika beliau ingin witir, beliau menyentuh dengan kakinya.” Dinyatakan shoheh oleh Albani di Sunan Nasa’i.
3.Dari Aisyah radhiallahu anha berkata,
( فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ (اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ ) رواه مسلم (486) وفي رواية للبيهقي بإسناد صحيحفَجَعَلْتُ أَطْلُبُهُ بِيَدِي فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى قَدَمَيْهِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ سَاجِدٌ ..) وهي عند النسائي أيضاً (169)
“Saya merasa kehilangan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam suatu malam dari ranjang, sehingga tanganku menyentuh kaki bagian dalamnya ketika beliau di masjid. Dan keduanya dalam kondisi berdiri dan berdoa, “Ya Allah, saya berlindung dengan keredoan-Mu dari kemarahan-Mu. Dan ampunan-Mu dari siksa-Mu. HR. Muslim, (486). Dalam redaksi Baihaqi dengan sanad shoheh. (Saya memulai mencari dengan tanganku, sampai tanganku mengenai kedua kakinya dalam kondisi berdiri waktu sujud). Redaksi ini di Nasaa’I juga (169).
Yang Nampak dalam hadits-hadits ini tidak diragukan lagi bahwa Nabi sallallahu alaih wa salam menyentuh Aisyah radhiallahu anha sementara beliau dalam kondisi shalat. Kalau sekiranya menyentuh wanita itu membatalkan wudu, pasti wudu dan shalatnya batal.
Syafi’iyyah menjawab hadits-hadits ini dengan jawaban yang lemah. Mereka mengatakan, “Mungkin beliau (menyentuh) di atasnya ada penghalang. Syaukani rahimahullah mengatakan, “Takwil ini sangat dipaksakan menyalahi dohir (nash).
4.Dan dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam mencium salah seorang istrinya kemudian keluar shalat tanpa berwudu. HR. Abu Dawud (179) dishohehkan Ibnu Jarir dan Ibnu Abdul Bar dan Zaila’i. Albany di Shoheh Abu Dawud. Kebanyakan melemahkannya diantaranya Sofyan Tsauri, Yahya bin Said Qoton, Ahmad bin Hanbal, Daruqutni, Baihaqi dan Nawawi. Kalau hadits ini shoheh, sangat jelas sekali pangambilan dalilnya pendapat ini. Kalau tidak shoheh, maka cukup dengan hadits shoheh tadi. Disertai berpegang pada asalnya yaitu sahnya bersuci. Dan tidak adanya dalil yang membatalkan wudu dengan menyentuh wanita.
Pendapat ketiga:
Ada perincian, kalau menyentuh dengan syahwat, maka membatalkan. Kalau tanpa ada syahwat, tidak membatalkan. Ini mazhab Malikiyah dan Hanabilah. Mereka berusaha menggabungkan diantara nash (dalil Quran dan Hadits). Ayat :
( أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء) النساء/43
“Atau kamu telah menyentuh perempuan.” QS. An-Nisa’: 43
Adalah dalil yang membatalkan wudu dengan menyentuh wanita menurut mereka. Dan hadits-hadits yang menjadi dalil bagi pendapat yang tidak membatalkan wudu.
Cara seperti ini benar, kalau sekiranya ayat itu menunjukkan batalnya wudu hanya sekedar menyentuh –sebagaimana pendapat mereka- akan tetapi yang benar dalam makna ayat adalah maksudnya adalah jima’ (bersetubuh). Sebagaimana yang ditafsirkan oleh Abudllah bin Abbas radhiallahu anhuma dan dipilih Ibnu Jarir. Tafsir beliau radhiallahu anhuma lebih didahulukan dibandingkan dengan penafsiran lainnya. Karena doa Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepadanya, “Ya Allah, pandaikan ilmu agama dan ajarkan tafsir kepadanya.” HR. Ahmad asalnya ada di Bukhori dinyatakan shoheh Albani dalam Tahqiq Tohawi. Silahkan melihat kitab ‘Mahasinu Ta’wil’ karangan Qosimi, (5/172).
Dalam Qur’an Karim telah ada ungkapan jima’ dengan kata ‘Almas’ pada ayat lainnya. Allah berfirman:
( لاَّ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاء مَا لَمْ تَمَسُّوهُنُّ أَوْ تَفْرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةً) البقرة /236
“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.” QS. Al-Baqarah: 236
( وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ) البقرة /237
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya.” QS. Al-Baqarah: 237
( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا ) الأحزاب /49
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.” QS. AL-Ahzab: 49
Kemudian ketika direnungi, ayat ini menunjukkan pendapat ini bahwa maksud dari kata ‘Al-Mulamasah’ adalah jima (bersetubuh), penjelasan hal itu adalah Allah ta’ala berfirman:
( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ) المائدة/ 6
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” QS. AL-Maidah: 6.
Ini adalah bersuci kecil dengan air asli . kemudian dilanjutkan:
( وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مِّنكُم مِّن الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدًا طَيِّبًا)
“Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).” QS. AL-Maidah: 6.
Ungkapan ‘فَتَيَمَّمُواْ’ adalah badal (pengganti). Ungkapan أَوْ جَاء أَحَدٌ مِّنكُم مِّن الْغَآئِطِ (atau kembali dari tempat buang air (kakus) ). Ini penjelasan sebab (bersuci) kecil. Dan ungkapan ( أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء )(atau menyentuh perempuan ). Ini adalah penjelasan sebab (bersuci) besar.
Kalau kita artikan kata ‘Almas’ itu menyentuh dengan tangan. Maka dalam ayat Allah menyebutkan dua sebab untuk bersuci kecil. Dan Allah mendiamkan sebab bersuci besar. Padahal Allah berfirman وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُواْ (dan jika kamu junub maka mandilah). Dan ini menyalahi balagoh Qur’an. Sehingga ayat tadi menunjukkan bahwa maksud ( أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء ) (atau menyentuh perempuan ) adalah ‘Anda berhubungan badan’ agar Allah menyebutkan dua sebab yang mengharuskan bersuci.” Selesai dari Syarkh Mumti’, (1/240). Silahkan melihat ‘Badai’ Sonai’, (1/132) Al-Fiqhu Al-Malik, (1/89) Al-Majmu;, (2/21).
Pendapat terkuat dari pendapat-pendapat ini adalah pendapat kedua. Bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudu secara umum. Baik dengan syahwat atau tanpa ada syahwat. Dan ini pilihan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, (12/222). Dari kalangan ulama kontemporer yang memilih pendapat ini adalah Syekh Ibnu Baz, (10/134) Syekh Ibnu Utsaimin, (1/286) dan para Ulama Lajnah Daimah, (5/266).
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam