Saya telah membaca soal no. 80425. Dahulu saya mengeluh dengan permasalahan yang sama seperti penanya. Akan tetapi bedanya antara diriku dengan dia adalah bahwa makanan yang sampai di tenggorokan, saya telan lagi. Saya kita tidak membatalkan. Karena makanan ini asalnya dari lambung, maka saya kembalikan ke tempat asalnya (karena kebodohan dariku). Dan saya telah baca, bahwa saya harus mengqodo’nya, akan tetapi saya tidak ingat bilangan hari-hari yang saya lakukan. Karena hal itu terjadi pada masa lalu. Sekarang saya sudah meninggalkan kebiasaan tersebut. Apa seharusnya yang saya lakukan?
KALAU BERBUKA TIDAK TAHU HUKUM ATAU WAKTU
Pertanyaan: 93866
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Selagi anda tidak tahu bahwa menelan makanan ini membatalkan (puasa), maka anda tidak perlu mengqodo’. Karena ketidak tahuan dengan pembatal (puasa) termasuk uzur menurut pendapat yang kuat.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ‘Pembatal-pembatal (Puasa) atas keinginan seseorang tidak membatalkan seseorang kecuali dengan tiga syarat. Syarat pertama, hendaknya dia tahu. Kebalikannya adalah bodoh (tidak tahu). Kalau seseorang makan dalam kondisi tidak tahu, maka dia tidak diharuskan mengqodo’. Bodoh (tidak tahu) ada dua macam,
1.Tidak tahu hukum, seperti seseorang sengaja muntah akan tetapi dia tidak tahu kalau muntah termasuk membatalkan puasa. Hal ini tidak perlu mengqodo’ karena dia tidak tahu. Dalil bahwa ketidak tahuan dengan hukum tidak membatalkan (puasa) adalah ketetapan yang ada di shohehain dari hadits ‘Ady bin Hatim radhiallahu’anhu bahwa beliam menaruh di bawah bantalnya dua ikat benang. Salah satunya hitam yang kedua putih. Dua ikat tali adalah tali yang dibuat menambat unta. Beliau mulai melihatnya, ketika telah jelas antara putih dan hitam. Beliau menahan dari makan dan minum. Ketika beliau pergi ke Nabi sallallahu’alaihi wa sallam diberitahukan akan hal itu. maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya bantal anda panjang yang mampu menampung tali putih dan hitam. Hal itu sesungguhnya adalah putih siang hari dan hitam adalah malam hari. Sementara Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak menyuruhnya untuk mengqodo’. Karena beliau waktu itu tidak tahu makna ayat yang mulia.
2.Tidak tahu waktu, seperti seseorang makan dan menyangka fajar belum terbit. Akan tetapi ternyata fajar sudah terbit. Hal ini tidak perlu mengqodo’nya. Seperti juga berbuka waktu akhir siang, dia menyangka matahari telah terbenam. Kemudian diketahui bahwa matahari belum terbenam, ini juga tidak perlu mengqodo’. Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Asma’ binti Abu Bakar radhiallahu’anha berkata, ‘Kami telah berbuka di hari ketika mendung waktu zaman Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, kemudian matahari masih terbit.’ Pangambilan dalil dari sini adalah, kalau sekiranya puasanya rusak (batal). Pasti harus mengqodo’nya. Kalau qodo’ wajib atas mereka, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam akan memerintahkan kepada mereka. Kalau mereka diperintahkan, pasti akan dinukilkan kepada kita. Karena hal itu termasuk penjagaan syareat. Ketika tidak ada ilmu yang menukilkan dari Nabi sallallahu’alai wa sallam beliau memerintahkan kepada mereka. Ketika beliau tidak memerintahkannya, dapat diketahui bahwa puasanya tidak rusak. Maka tidak ada qodo’ dalam kondisi seperti ini. Akan tetapi seseorang harus menahan makan dan minum ketika mengetahui hal itu. sampai kalau makanan ada di dalam mulutnya, harus dikeluarkan.’ Selesai dari ‘Majmu’ Fatawa Syekh Ibnu Utsaimin, 19/116 dengan sedikit editan. Kemudian beliau menyebutkan syarat kedua dan ketiga yaitu, ingat dan dengan kemauannya. Dari sini, maka anda tahu bahwa anda tidak perlu mengqodo’.
Wallahu’alam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam