Unduh
0 / 0
12,01409/02/2006

Hukum Keluar Dan Tidak Mentaati Pemerintahan Yang Biasa Melakukan Maksiat Dan Dosa-Dosa Besar

Pertanyaan: 96026

Ada yang berpendapat sesungguhnya sebagian pemerintahan yang berbuat kemaksiatan atau dosa-dosa besar, maka wajib keluar dari pemerintahan tersebut dan berusaha merubah tatanan peraturannya meski akan berdampak keburukan bagi kaum Muslimin yang tinggal di negara tersebut. Kejadian-kejadian yang mendera dunia Islam kita amatlah banyak dan kompleks, maka apa pendapat anda yang mulia?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Yang mulia As Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Rahimahullah menjawab, beliau berkata :

“ Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah Tuhan semesta
Alam, Shalawat dan Salam  kepada Utusan-Nya, para keluarga, sahabat-sahabat 
beliau dan siapa saja mengambil petunjuk dengan petunjuk beliau.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

 “Wahai orang-orang
yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan Utusan-Nya, dan taatlah kepada
pemimpin kalian maka jika kalian berselisih terhadap sesuatu masalah,
hendaklah kalian kembalikan kepada Allah dan Utusan-nya jika kalian
benar-benar beriman kepada Allah dan hari Akhir karena yang demikian itu
adalah yang paling utama bagi kalian dan sebaik-baik akibatnya.”
(QS. An Nisaa:
59) 

Maka ayat tersebut adalah nash yang paten
yang menyeru keharusan untuk taat kepada para pemimpin dan mereka adalah
para umaro dan Ulama. Terdapat
dalam sunnah yang shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang
menjelaskan
bahwasannya ketaatan di sini sebuah kewajiban, dan dia merupakan Fardlu Ain
dalam hal kebaikan, dan nash-nash dalam as Sunnah menjelaskan akan
pengertian hal tersebut. Secara
umum ayat tersebut mengisyaratkan bahwa maksud dari mentaati mereka adalah
dalam hal kebaikan. Maka
wajib bagi kaum Muslimin mentaati para pemimpin dalam kebaikan bukan pada
kemaksiatan. Maka,
jika mereka menyeru untuk melakukan kemaksiatan,
tidak wajib mentaati mereka dalam hal
kemaksiatan. Akan
tetapi tidak boleh keluar meninggalkannya
akibat kemaksiatan,
 sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam :

ألا من ولي عليه وال فرآه يأتي شيئاً من معصية الله ، فليكره ما
يأتي من معصية الله ولا ينزعن يداً من طاعة

“Tidaklah seorang pemimpin yang memimpin,
kemudian diketahui dia melakukan sesuatu dari perbuatan maksiat kepada
Allah, maka patut dibenci apa yang dia perbuat dari kemaksiatan tersebut dan
tidak boleh mengangkat tangan sebagai tanda tidak taat lagi kepadanya.”  

Juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

من خرج من الطاعة وفارق الجماعة فمات مات ميتة جاهلية

“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan
meninggalkan jamaah (jama’atul muslimin) lalu meninggal dunia dalam kondisi
seperti itu maka dia meninggal dalam kondisi Jahiliyyah.”

Rasulullah hallallahu Alaihi Wasallam juga
bersabda:

على المرء السمع والطاعة فيما أحب وكره إلا أن يؤمر بمعصية فإن
أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة

“Sebuah kewajiban bagi seseorang untuk patuh
mendengar dan taat dalam hal yang ia senangi maupun yang ia benci, kecuali
apabila ia diperintahkan kepada kemaksiatan maka tidak ada kepatuhan dan
tidak wajib mendengar dan taat dalam kemaksiatan.”

Para sahabat Radliyallahu Anhum pernah
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam—sebagaimana
disebutkan jika ada Umaro’ yang diketahui mereka melakukan kemaksiatan
kemudian mereka mengingkarinya—para Sahabat bertanya: “Apa yang baginda nabi
perintahkan kepada kami?” beliau bersabda: “Laksanakanlah hak-hak mereka dan
mohonlah kepada Allah hak-hak kalian.”

Ubadah ibnu Ash Shomit Radliyallahu anhu
berkata: “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam membai’at kami agar kami
senantiasa mendengar dan taat dalam kondisi apapun baik dalam kondisi
semangat atau kondisi tidak suka, pada saat sulit dan pada saat lapang dan
agar kami tidak menyelisihi perintah pemimpin, beliau bersabda: “Melainkan
jika engkau mengetahui dari pemimpin tersebut kekufuran yang nyata dan
dilakukan dengan terang-terangan di depan kalian dan kalian mengetahuinya
dengan bukti-bukti dari Allah.”

Hadits ini memberikan petunjuk bahwasannya
tidak dibolehkan tidak mentaati ulil Amri, keluar dari kepemimpinannya, atau
dengan kata lain membangkang dari perintahnya kecuali jika mereka
nyata-nyata melakukan kekufuran yang amat jelas yang kalian mengetahuinya
dengan bukti-bukti dari Allah. Namun apabila ciri-ciri tersebut tidak
terdapat pada mereka, maka tidak dibolehkan membangkang dari perintah Ulil
Amri karena akan menimbulkan kerusakan yang besar, kejahatan yang luar biasa
besar, keamanan menjadi tidak kondusif, hilangnya hak-hak sesama, tidak
mudah menghalau dan menghentikan orang yang zalim, tidak bisa segera
membantu orang yang dizalimi, jalan-jalan akan tidak aman dan mencekam.

Maka bisa dibayangkan bagaimana akibat keluar
dari kepemimmpinan Ulil Amri yakni terjadinya kerusakan yang besar dan
kejahatan yang merajalela, kecuali jika memang kaum Muslimin menyaksikan
mereka nyata-nyata melakukan kekufuran yang amat jelas dan yang demikian itu
bisa diketahui dengan bukti-bukti dari Allah. Maka tidak jadi masalah keluar
dari kepemimpinan mereka, apabila kaum Muslimin memiliki kekuatan untuk
memakzulkannya. Adapun
bila kaum Muslimin tidak mempunyai kemampuan untuk keluar dari
kepemimpinannya, atau akan menimbulkan dampak keburukan yang semakin meluas
maka dalam hal ini kaum Muslimin lebih baik tidak melawan dan keluar dari
pemerintah demi menjaga kemaslahatan umum. 

Hal ini sesuai dengan kaidah umum yang telah
disepakati oleh para Ulama’ yang berbunyi: “Sesungguhnya tidak dibolehkan
menghilangkan keburukan yang akan menimbulkan keburukan yang lebih besar
darinya, bahkan menjadi sebuah kewajiban menolak kejahatan atau
meminimalisir kejahatan dengan harapan menghilangkannya.”

Adapun menghilangkan
kejahatan dengan kejahatan yang lebih besar maka sesuai dengan kesepakatan
para jumhur ulama hal semacam ini tidak dibolehkan.

Maka apabila kelompok yang ingin memakzulkan
penguasa yang melakukan kekufuran yang nyata ini memiliki kekuatan untuk
melengserkannya, dan menggantikannya dengan seorang Imam atau pemimpin yang
baik dan Shalih dengan tanpa membuat kerusakan yang besar bagi kaum Muslimin
atau keburukan yang lebih besar dari keburukan yang telah dibuat oleh sang
penguasa maka dibolehkan.

Adapun jika keluarnya dari pemerintahan
tersebut akan mengakibatkan kerusakan yang besar, tidak terkendalinya
keamanan, kezaliman bagi ummat manusia, penghilangan nyawa bagi orang yang
tidak berhak dibunuh atau yang semacamnya yang termasuk kerusakan yang
besar, maka tentu saja hal yang semacam ini tidak diperkenankan. Bahkan
dianjurkan untuk banyak bersabar, mendengar dan selalu taat kepada yang
ma’ruf, memberikan nasihat kepada Ulil Amri dengan senantiasa mendo’akan
kebaikan bagi mereka dan berusaha sekuat tenaga meminimalisir keburukan dan
memperbanyak berbuat kebaikan, ini merupakan cara yang paling bijaksana yang
harus ditempuh karena padanya terdapat kemaslahatan yang merata bagi kaum
Muslimin, yaitu meminimalisir keburukan dan memperbanyak kebaikan juga yang
demikian itu menjaga keamanan dan keselamatan ummat Islam dari segala bentuk
kejahatan, dan kami memohon kaepada Allah Taufiq dan Hidayah untuk semua
umat islam.” (Majmu
FatawaIbnu Baaz,
8/202-204)

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android