Unduh
0 / 0

Mengambil Sampel Daun Dari Tetumbuhan Mekah Untuk Penelitian. Apakah Wajib Kafarat?

Pertanyaan: 98564

Sekitar empat tahun lalu, saya adalah mahasiswi sebuah perguruan tinggi. Saya sedang melakukan penelitian tentang macam-macam tumbuh-tumbuhan. Saya mengambil sampel dari tumbuh-tumbuhan Mekah berupa 3-5 helai daun dari wilayah tanah haram. Namun saya tidak mematahkan dahannya atau semacamnya. Saya beralasan bahwa apa yang saya lakukan untuk tujuan ilmiah dan karenanya dibolehkan. Mohon penjelasannay, apakah saya terkena kafarat? Jika diwajibkan, berapa ukurannya dan bagaimana menyalurkannya?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Terdapat banyak riwayat hadits dalam dua kitab Shahih
(Ash-Shahihain); Shahih Bukhari dan Muslim serta selain keduanya tentang
dihormatinya tumbuh-tumbuhan tanah haram Mekah.

Di antaranya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam tentang Mekah,

أَلَا وَإِنَّهَا لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ
قَبْلِي وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ بَعْدِي ، أَلَا وَإِنَّهَا حَلَّتْ لِي
سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ؛ أَلَا وَإِنَّهَا سَاعَتِي هَذِهِ حَرَامٌ ؛ لَا
يُخْتَلَى [ أي : لا يحصد ] شَوْكُهَا وَلَا يُعْضَدُ شَجَرُهَا وَلَا
تُلْتَقَطُ سَاقِطَتُهَا إِلَّا لِمُنْشِدٍ   (رواه البخاري،  رقم 112 ومسلم، 
رقم 1355) .

 

“Ketahuilah, sesungguhnya dia (kota Mekah) tidak dihalalkan
sebelumku, maka dia tidak dihalalkan kepada seorang pun sesudahku.
Ketahuilah, dia dihalalkan bagiku sesaat di siang hari. Ketahuilah, kini
sesaat tersebut diharamkan, tidak boleh dipotong dahannya, tidak boleh
dicabut pohonnya, tidak boleh dipungut barang yang terjatuh kecuali jika
bermaksud mengumumkannya.” (HR. Bukhari, no. 112 dan Muslim, no. 13555)

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni
(3/161), “Para ulama sepakat diharamkannya memotong pohon di tanah haram dan
dibolehkan mencabut izkhir (semacam rerumputan padang pasir) serta apa yang
ditanam Anak Adam, seperti sayur mayur dan tumbuh-tumbuhan semacam lainnya.
Demikian dinyatakan oleh Ibnu Munzir.”

Meskipun mereka sepakat diharamkannya memotong pohon di tanah
haram, namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa masalah, di antaranya;
Apakah semua tumbuhan di tanah haram diharamkan dipotong ataukah
keharamannya khusus bagi tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya? Mayoritas
ulama berpendapat bahwa yang diharamkan adalah yang tumbuh dengan
sendirinya. Adapun yang ditanam Anak Adam tidaklah haram.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam “Syarh
Al-Mumti” (7/218), “Yang diharamkan dipotong adalah tumbuhan tanah haram,
bukan tumbuhan manusia. Dengan demikian, tumbuhan yang ditanam manusia atau
bijinya disemai, maka dia tidak haram. Karena dengan demikian dia menjadi
miliknya dan tidak dikaitkan kepada tanah haram, tapi dikaitkan sebagai
miliknya.”

Di antara masalahnya adalah; Apakah diharamkan mengambil daun
dari pohon yang diharamkan dipotong atau tidak?

Ulama kalangan Hanabilah tidak
membolehkan mengambil daunnya. Berbeda dengan mazhab jumhur ulama yang
berpendapat dibolehkannya mengambil daun, karena hal tersebut tidak
mempengaruhi pohonnya. Demikian pendapat mazhab tiga.

Ibnu Qudamah berkata dalam Kitab
Al-Mughni, 3/170, “Tidak dibolehkan mengambil daunnya. Imam Syafii berkata,
“Dibolehkan mengambilnya, karena tidak mengganggu pohonnya. Atha’ memberi
keringanan untuk memetik daun pohon sana (sejenis pohon obat) untuk berjalan
(airnya diminum agar kuat berjalan), akan tetapi jangan dicabut akarnya.
Begitupula Amr bin Dinar memberikan keringanan dalam masalah tersebut.

Sedangkan pendapat kami, dalilnya adalah
hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Tidak boleh dipotong dahannya dan
dicabut pohonnya.” (HR. Muslim). Karena, apa yang haram untuk diambil,
berarti diharamkan pula segala sesuatu yang ada padanya, seperti halnya bulu
pada burung.

Alasan mereka bahwa hal itu (memetik
daun) tidak berpengaruh bagi pohon tersebut tidaklah benar, justeru hal itu
dapat melemahkannya dan bahkan dapat mematikannya.”

Dengan demikian, maka apa yang diambil
oleh saudari penanya berupa beberapa helai daun dari pohon yang tidak
ditanam manusia, maka apa yang dia ambil merupakan perkara yang
diperselisihkan para ulama. Jumhur berpendapat
bahwa hal itu boleh, sementara ulama kalangan mazhab Hambali melarangnya
jika tidak ada kebutuhan secara umum yang menuntut untuk itu. Jika dia telah
memetiknya, padahal memungkinkan baginya untuk memetik daun yang sama dari
pepohonan di tanah halal, maka hendaknya dia istighfar dan bertaubat kepada
Allah Ta’ala. Jika memang ada kebutuhan ilmiah yang manfaatnya kembali
kepada masyarakat secara umum dan tidak dapat digantikan oleh pepohonan yang
terdapat di tanah halal, maka tidak mengapa insya Allah.


Dengan berbagai
kemungkinan hukum di atas, tidak ada kewajiban mengganti atau kafarat
baginya. Karena para ahli fiqih yang melarang memetik daun tersebut yaitu
dalangan mazhab Hambali tidak mewajibkan untuk mengganti pepohonan di tanah
haram. Itulah yang difatwakan oleh Lajnah Daimah Lil Ifta.

Mereka mengatakan, “Jika dia merusak
tumbuhan di tanah haram atau yang dimiliki oleh seseorang, maka dia harus
mengganti dengan harganya. Sedangkan jika tidak dimiliki oleh seseorang,
maka tidak ada kewajiban apa-apa baginya, namun tidak layak jika hal itu
disengaja, karena adanya larangan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.”
(Fatawa Lajnah Daimah, 13/209)

Adapun jika
pohon itu dimiliki oleh seseorang, maka tidak mengapa memetik beberapa helai
daunnya insya Allah, karena hal tersebut secara umumnya merupakan perkara
yang ditolerir.

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android