Unduh
0 / 0

Seorang Wanita Telah Berihram Untuk Ibadah Umrah, Namun Dia Takut Karena Ada Belalang di Tanah Haram Lalu Dia Tidak Menyelesaikan Umrahnya ?

Pertanyaan: 101688

Saya telah berniat untuk melaksanakan ibadah umrah dan telah pergi ke Makkah untuk melaksanakannya, karena banyak belalang di tanah haram dan saya takut sekali dengan belalang saya tidak bisa melaksanakan umrah, sampai saya menangis karena takut belalang. Beberapa teman perempuan saya berkata: “Saya harus menyembelih hewan kurban, dan apa yang telah saya lakukan merupakan dosa, apalagi saya tidak berkata: “Jika saya terhalang oleh sesuatu, maka tempatku di mana aku terhalang”. Apa yang harus saya perbuat?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Barang siapa telah berihram
untuk umrah, maka dia wajib untuk menyelesaikannya, berdasarkan firman Alloh
–Ta’ala-:

وَأَتِمُّوا
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ
الْهَدْيِ (سورة
البقرة:
196(

“Dan sempurnakanlah ibadah
haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau
karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat”. (QS. Al
Baqarah: 196)

Al Hashr adalah halangan
untuk menyelesaikan umrah, bisa jadi karena ada penghalang yang nampak
seperti adanya musuh atau karena sakit, apa yang telah anda sebutkan bukan
termasuk penghalang untuk menyelesaikan umrah.

Atas dasar itulah maka, anda
wajib kembali untuk menyelesaikan umrah anda, anda lakukan thawaf, sa’i
kemudian pendekkan rambut anda, dengan itu maka anda telah bertahallul dari
umrah anda.

Sampai saat ini anda masih
berstatus sebagai orang yang ihram, anda wajib menghindari semua larangan
bagi seorang yang berihram, dari mulai memakai minyak wangi, mencukur rambut,
memotong kuku, memakai kaos tangan, memakai cadar, melaksanakan akad nikah,
berjimak dan bercumbu sebelum berjima.

Kalau ternyata anda telah
melakukan salah satu dari larangan tersebut, karena tidak tahu atau karena
lupa, maka tidak ada dosa bagi anda.

Baca juga jawaban soal nomor:
36522 dan 49026.

Pada saat anda kembali ke
Makkah, anda tidak perlu lagi berihram dari miqat; karena status anda masih
sebagai seorang muhrim dengan ihram pertama anda, jadi anda langsung
melaksanakan thawaf.

Syeikh Ibnu Ustaimin –rahimahullah-
pernah ditanya tentang seorang wanita yang telah berihram untuk umrahnya,
kemudian dia menggagalkannya, lalu setelah beberapa hari dia melaksanakan
umrah baru, maka apakah yang demikian itu dibenarkan?, bagaimanakah hukumnya
larangan ihram yang telah dilakukannya ?

Beliau menjawab:

“Yang demikian itu tidak
benar; karena jika seseorang telah memulai ibadah umrah atau haji maka
diharamkan untuk menggagalkannya, kecuali karena ada sebab yang syar’i (dibenarkan
oleh syari’at). Alloh –Ta’ala- berfirman:

وأتموا الحج
والعمرة لله فإن أحصرتم فما استيسر من الهدي

“Dan sempurnakanlah ibadah
haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau
karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat…” (QS. Al
Baqarah: 196)

Maka diwajibkan bagi wanita
tersebut agar bertaubat kepada Alloh –‘Azza wa Jalla- dengan apa yang telah
diperbuatnya, namun umrahnya tetap sah; karena meskipun dia telah
menggagalkan umrahnya, maka umrahnya tidak bisa digagalkan. Hal ini termasuk
kekhususan umrah dan haji.

Seandainya seseorang sedang
umrah, lalu dia berniat membatalkannya, maka umrahnya tetap tidak bisa batal.
Atau dia niat membatalkan hajinya pada saat memakai pakaian ihram, maka
hajinya tetap tidak bisa batal; oleh karenanya para ulama  berkata: “Bahwa
manasik itu tidak tertolak karena ditolak oleh pelakunya.”

Atas dasar inilah maka kami
berkata:

“Bahwa wanita tersebut masih
berstatus sebagai orang yang ihram, sejak dia berniat hingga dia
menyelesaikannya. Bahwa dia niat untuk menggagalkannya, tidak mempunyai
pengaruh apapun, dia tetap sebagai orang yang ihram.”

Kesimpulan:

Bagi wanita tersebut kami
berpendapat: umrahnya tetap sah, dan dia tidak boleh lagi menggagalkan
ihramnya untuk yang kedua kalinya. Karena jika dia menggagalkan umrahnya,
maka dia tetap tidak bisa berlepas diri darinya. Sedangkan beberapa larangan
yang telah dilanggarnya, misalnya suaminya telah menggaulinya. Berjimak
dalam keadaan menunaikan manasik sebenarnya termasuk larangan yang paling
besar, namun tidak ada dosa baginya; karena dia tidak mengertahuinya. Semua
orang yang melakukan perkara yang dilarang pada saat ihram karena tidak tahu,
atau karena lupa atau karena terpaksa maka tidak mempunyai pengaruh apapun”.
(Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin: 21/351)

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android