Terdapat riwayat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
ما بين قبري ومنبري روضة من رياض الجنة (المعجم الأوسط للطبراني، 2/120)
“Di antara kuburanku dan mimbarku terdapat taman (raudhah) di antara taman surga.”
(Al-Mu’jam Al-Ausath, Thabrani, 2/120)
Apa yang dimaksud dengan ungkapan ini? Apakah jika seorang penziarah Masjid Nabawi duduk saja di antara kuburan dan mimbarnya, maka dia telah masuk taman surga? Mengapa raudha dibatasi oleh jarak itu saja. Mengapa tidak seluruh Masjid Nabawi dianggap sebagai raudhah? Masjid Nabawi seluruhnya mulia dan suci, bahkan daerah tersebut (Madinah) menjadi mulia dan barokah karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berada di sana, tinggal dan hidup di sisinya.
Antara Rumahku Dan Mimbarku Terdapat Salah Satu Raudhah (Taman) Surga
Pertanyaan: 115693
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Hadits ini termasuk hadits mutawatir yang diriwayatkan dari jalur periwayatan yang banyak. Di antaranya seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَا بَيْنَ بَيْتِى وَمِنْبَرِى رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ (رواه البخاري، رقم 1196 ومسلم، رقم 1391)
“Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga.” (HR. Bukhari, no. 1196 dan Muslim, no. 1391)
Adapun redaksi “Antara kuburku dan mimbarku..” terdapat dalam riwayat Ibnu Asakir dalam Shahih Bukhari. Sebagian ulama, seperti Imam Nawawi, menyebutkan bahwa redaksi ini berada dalam Shahih Bukhari. Bahkan Imam Bukhari sendiri ketika meriwayatkan hadits ini dalam Bab “Keutamaan shalat di Masjid Mekah dan Madinah” menyebutkannya dengan redaksi, “Bab keutamaan shalat antara kubur dan mimbar” Demikian pula redaksi ini tertera daam beberapa riwayat lain di sebagian hadits.
Hanya saja para ulama menghukumi bahwa kalimat ‘Kuburku’ (قبري) sebagai riwayat lemah karena dua sebab;
Pertama: Riwayat tersebut bertentangan dengan kebanyakan para perawi. Maka kemungkinan besar, bahwa perawi yang meriwayatkan dengan kata ‘kuburku’ meriwayatkannya dengan makna, bukan dengan lafaz.
Kedua: Seandainya redaksi itu benar, niscaya para shahabat mengetahui tempat akan dikuburkannya Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan mereka tidak berselisih dalam masalah ini atau paling tidak mereka menjadikan hadits ini sebagai dalil dalam perisitiwa tersebut (penguburan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam). Akan tetapi, tidak ada khabar yang diketahui tentang hal tersebut. Menunjukkan bahwa redaksi ‘Kuburku’ merupakan kekeliruan pada sebagian perawi hadits.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata,
“Riwayat yang kuat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah sabda beliau, “Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga.” Inilah riwayat yang shahih. Akan tetapi sebagian mereka (para perawi) meriwayatkannya dengan makna, lalu mereka mengatakan, “Kuburanku” (sebagai ganti dari rumahku). Saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan kalimat ini, beliau belum di kubur. Karena itu tidak ada seorang pun dari shahabat yang berdalil dengan hadits ini saat mereka berselisih pendapat tentang tempat penguburannya. Seandainya mereka mengetahui hadits ini, niscaya ini akan menjadi nash ketetapan saat terjadi perbedaan pendapat.”
(Majmu Fatawa, 1/236)
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Diterjemahkan dengan kalimat ‘kuburan’, sedangkan dalam dua hadits disebut dengan redaksi, ‘Rumah’. Karena kuburannya berada di dalam rumahnya. Pada sebagian riwayat disebut dengan kalimat ‘kuburan’. Al-Qurthubi berkata, “Riwayat yang benar adalah ‘rumahku’, diriwayatkan pula dengan redaksi ‘kuburanku’. Kemungkinan diriwayatkan dengan makna. Karena beliau dikubur di rumah yang beliau tinggali.”
(Fathul Bari, 3/70)
Beliau (Ibnu Hajar) rahimahullah juga berkata,
Ungkapan ‘Antara rumahku dan mimbarku’ demikian yang lebih banyak diriwayatkan. Hanya dalam riwayat Ibnu Asakir yang terdapat ungkapan, ‘kuburanku’ sebagai pengganti dari ‘rumahku’. Ini salah. Telah disebutkan disebutkan sebelumnya hadits ini dalam bab Shalat, sebelum bab Jenazah berdasarkan sanad ini dengan menggunakan lafaz ‘rumahku’. Demikian pula terdapat dalam sanad Musaddad yang menjadi guru Imam Bukhari.
Ya, terdapat dalam hadits Saad bin Abi Waqqash, dalam riwayat Al-Bazzar dengan sanad para perawi tsiqah. Juga menurut riwayat Thabrani dari hadits Ibnu Umar dengan lafaz ‘kubur’. Maka, dengan demikian, yang dimaksud dengan sabdanya, ‘rumahku’ adalah salah satu rumahnya, yaitu rumah yang ditinggali Aisyah yang kemudian menjadi tempat kuburannya. Sebagaimana terdapat juga dalam sebuah riwayat, “Antara mimbar dan rumah Aisyah terdapat taman di antara taman surga.” Riwayat Thabrani dalam Al-Ausath.
(Fathul Bari, 4/100)
Kedua:
Adapun makna hadits, disebutkan oleh para ulama memiliki tiga makna;
Makna pertama: Tempat ini menyerupai taman surga dalam mendatangkan kebahagiaan serta ketenangan bagi orang yang duduk di dalamnya.
Makna kedua: Bahwa ibadah di tempat tersebut menjadi sebab masuk surga. Makna ini dipilih oleh Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla, 7/284. Ibnu Taimiah mengutip pendapat Imam Ahmad bahwa beliau memilih pendapat (dianjurkan) shalat di raudhah.
Makna ketiga: Tempat itu sendiri yang terdapat antara mimbar dan rumah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di akhirat nanti akan menjadi salah satu taman surga.
Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata, “Ungkapan ‘salah satu taman surga’ mengandung dua kemungkinan makna;
Pertama: Tempat itu menyebabkan masuk surga dan bahwa doa serta shalat di dalamnya layak mendapatkan balasan seperi itu. Seperti dikatakan dalam sebuah riwayat, “Surga berada di bawah bayang-bayang pedang.”
Kedua: Tempat itu akan Allah pindahkan secara fisik ke surga. Pendapat ini dikatakan oleh Ad-Daudi.
(Asy-Syifa, 2/92)
Ibnu Abdul Barr rahimahullah berkata,
Sebagian orang berkata, “Maknanya adalah bahwa tempat itu akan diangkat pada hari kiamat sehingga menjadi taman di surga.”
Yang lainnya berkata, “Ini berdasarkan kiasan. Seakan-akan yang dimaksud adalah bahwa duduknya orang-orang di dalamnya dalam keadaan mempelajari Al-Quran dan dalam keadaan beriman dan menjaga agamanya, maka tempat itu diumpamakan sebagai taman, karena kemuliaan yang mereka raih di dalamnya. Ditambah dengan kata-kata surga, karena semua itu akan mengantarkan seseorang ke dalam surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Surga berada di bawah bayang-bayang pedang.” Maksudnya adalah bahwa hal itu (jihad di jalan Allah) merupakan amal yang dapat mengantarkan seseorang kepada surga. Begitu juga seperti dikatakan, ‘Bapak dan ibu merupakan pintu-pintu surga.’ Maksudnya adalah bahwa berbakti kepada keduanya, dapat mengantarkan seorang muslim untuk masuk surga jika dilakukan perkara-perkara kewajiban lainnya. Ungkapan seperti ini boleh dan biasa digunakan dalam percakapan bangsa Arab. Allah yang lebih mengetahui tujuannya.”
(At-Tamhid, 2/287)
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
“Mereka menyebutkan bahwa maknanya ada dua kemungkinan;
Pertama: Tempat tersebut secara fisiki akan dipindahkan ke surga.
Kedua: Ibadah di dalamnya akan mengantarkan untuk masuk surga.
At-Thabari berkata bahwa yang dimaksud ‘rumahku’ di sini adalah ada dua maknanya; Salah satunya: Kuburan. Pendapat ini dikatakan oleh Zaid bin Aslam, sebagaimana diriwayatkan sebagai penafsiran dari ungkapan, ‘Antara kuburanku dan mimbarku.’ Kedua: Yang dimaksud adalah rumah yang beliau tinggali.
Diriwayatkan pula dengan ungkapan, ‘Antara kamarku dan mimbarku.’
Ath-Thabari berkata, “Kedua makna tersebut sesuai, karena kuburannya terletak di kamarnya dan dia tak lain adalah rumahnya.”
(Syarah Muslim, 9/161-162)
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ungkapan ‘salah satu taman surga’ maksudnya adalah bagaikan salah satu taman surga dalam hal mendatangkan rahmat serta teraihnya kebahagiaan yang dapat diraih dengan selalu berada dalam perkumpulan zikir. Khususnya pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maka ini merupakan bentuk tasybih (penyerupaan) tanpa menggunakan perangkat. Atau maknanya adalah bahwa ibadah di dalamnya akan mengantarkannya ke surga. Maka dengan demikian adalah bentuk majaz (kiasan). Atau (maknanya yang lain) dipahami secara zahir, yaitu bahwa ini merupakan taman secara hakiki dan tempat itu secara fisik akan dipindahkan di akhirat ke surga.
Inilah kesimpulan dari penafsiran para ulama tentang hadits ini. Urutan dari pemahaman tersebut menunjukkan kekuatannya.”
(Fathul Bari, 4/100)
Kesimpulannya adalah bahwa tempat ini memilik keutamaan yang jelas. Menuntut agar seorang muslim berusaha dapat duduk dan shalat di dalamnya. Namun yang lebih penting dari itu adalah bertakwa kepada Allah Ta’ala. Itulah yang menjadi sebab masuk surga, bukan sekedar duduk begitu saja di raudhah atau di tempat lain.
Karena perkara ini merupakan bentuk ibadah murni, maka kami tidak dapat menafsirkan sebab dikhususkannya tempat ini dibanding tempat-tempat lainnya. Allah sesuai kehendaknya mengkhususkan waktu, tempat, individu tertentu dengan beberapa keutamaan. Di dalamnya terdapat hikmah yang dalam yang mungkin tidak kita ketahui.
Wallahua’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam