Aku dilamar oleh seorang kerabat. Namun setelah lamaran aku baru mengetahui dia memiliki cacat yang tidak dapat aku tanggung. Aku merasa bahwa dia tidak layak bagiku, apalagi dia tidak mendukungku untuk taat kepada Allah. Meskipun demikian setiap kali saya hendak membatalkan lamaran dan beristikharah kepada Allah selalu ada kejadian yang membuat sulit untuk membatalkannya. Apa yang harus saya lakukan? Apakah jika aku membatalkan lamaran, maka aku dikatakan bermaksiat kepada Allah karena pilihanku tidak sama dengan apa yang dipilihkan untukku? Apakah saya harus menyingkirkan akal saya untuk menjadi taat kepada Allah?
Istikharah Setelah Terungkap Cacat Pada Orang Yang Melamar
Pertanyaan: 125848
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Jika jelas bagi anda bahwa orang yang melamar anda memiliki cacat yang tidak dapat anda tanggung, maka tidak mengapa jika anda membatalkannya. Ini lebih baik daripada terjadi perkawinan, kemudian terjadi percekcokan dan akhirnya terjadi talak.
Jika anda hendak mengambil keputusan itu, maka beristikharahlah kepada Allah Ta'ala, kemudian sampaikan kepada wali anda bahwa anda tidak dapat menerima lamaran orang yang melamar anda. Maka dengan cara itu, lamaran dapat dibatalkan.
Istikharah bukan untuk mematikan fungsi akal, atau kemampuan menilai perkara-perkara yang ada di sekitar manusia. Akan tetapi dia adalah pelengkap itu semua. Jika seseorang merasa ragu terhadap suatu perkara, apakah di dalamnya terdapat kebaikan atau keburukan, atau dia tidak tahu apa akibatnya, maka mohonlah kepada Allah agar Dia memudahkan kebaikan baginya yang Allah Ta'ala ketahui.
Kadang, si pelamar tampak seperti tidak memiliki cacat, akan tetapi Allah mengetahui bahwa dia tidak layak bagi anda, atau dia memiliki cacat yang tidak anda ketahui, atau anda sendiri yang tidak layak baginya.
Sebaliknya, kadang orang yang melamar anda tampak seperti memiliki cacat, akan tetapi Allah mengetahui bahwa dia layak bagi anda, atau cacatnya hilang, atau sebenarnya dia bukanlah cacat yang sesungguhnya, atau dia yang cocok menjadi isterinya. Dan perkara lainnya dari perkara gaib yang tidak diketahui selain Allah Ta'ala.
Sebagaimana tidak diketahui keselamatan seorang hamba hanya berdasarkan taufiq dari Allah Ta'ala. Seandainya semua urusannya diserahkan kepada dirinya, maka dia akan tersesat dan merugi.
Jika anda telah istikharah dalam suatu perkara, maka laksanakanlah. Jika ternyata itu baik, Allah akan memberinya kemudahan, dan jika ternyata itu buruk, Allah akan mengalihkannya dari anda atau mengalihkan anda darinya.
Praktek hal tersebut dalam masalah anda: Tatkala tampak bagi anda ada cacat pada diri si pelamar, maka hendaknya anda istikharah kepada Allah dalam membatalkan lamaran. Kemudian anda laksanakan rencana anda, misalnya dengan menyampaikannya kepada wali anda atau kepada siapa yang dapat menyampaikannya kepada si pelamar bahwa anda membatalkan lamaran. Jika ketetapannya demikian, maka Dia akan memudahkan anda, maka itu lebih baik bagi anda insya Allah. Jika ternyata sulit membatalkannya, maka saat ini perkara tersebut bukan kebaikan buat anda. Boleh jadi dalam ilmu Allah baik pernikahan anda dengan orang itu lebih baik bagi anda, atau jika lamaran terhadap anda masih berlaku hingga waktu kemudian, itu lebih baik bagi anda. Tidak mengapa anda mengulang shalat istikharah anda dari waktu ke waktu.
Kami ingatkan beberapa perkara:
Pertama: Istikharah tidak berlaku pada perkara wajib, haram atau makruh. Kecuali jika ragu dalam menetapkan pelaksanaan waktu melakukan yang wajib. Karena itu, jika telah jelas bahwa yang melamarnya adalah orang yang meninggalkan shalat atau pelaku zina, maka dia wajib menolaknya dan tidak disyariatkan istikharah ketika itu.
Kedua: Masalah kesulitan dan kemudahan, kadang masuk didalamnya keraguan dan was-was. Mungkin ketika wali menghubungi si pelamar untuk menyampaikan rencana pembatalan tersebut dia tidak mendapatkannya, lalu dia mengatakan 'urusannya sulit'. Padahal tidak demikian, seharusnya dia ulangi lagi menghubunginya atau mengutus orang yang dapat menyampaikan hal tersebut. Demikian seterusnya.
Ketiga: Jika seseorang melakukan hal berbeda dari apa yang dia maksudkan dalam istikharahnya, dia tidak dikatakan maksiat karena itu, akan tetapi boleh jadi dia kehilangan kesempatan baik yang banyak dan dapat menyesal karena mengabaikannya, atau dia akan tertimpa kesulitan jika tetap melakukan apa yang Allah tidak mudahkan baginya.
Kesempurnaan iman adalah bertawakkal kepada Allah dan melimpahkan segala urusan kepada-Nya, kemudian ridha dengan pilihan-Nya lalu dia lanjutkan rencananya setelah istikharah dan tidak memperbanyak keragu-raguan.
Sebagai tambahan, silakan baca jawaban soal no. 11981 dan 5882.
Kami mohon kepada Allah semoga dimudahkan semua urusan.
Wallahua'lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam