Seorang wanita Pakistan mengidap penyakit kejiwaan dan ingin mengakhiri hidupnya, ia beberapa kali mencoba untuk bunuh diri. Sebelumnya ada seorang pemuda Arab muslim telah melamarnya dan mau menikahinya, namun kedua orang tuanya menolaknya bukan karena apa-apa, hanya karena dia bukan orang Pakistan. wanita tersebut mengira bahwa dialah yang cocok baginya, dialah yang mau membantu meringankan beban sakitnya dan merasakan cita rasa kehidupan; oleh sebab itu saya menikah dengannya dan yang menjadi wali adalah saudara laki-lakinya. Sebagai bentuk balasan, maka kedua orang tuanya mengirimkan surat yang berisi celaan kepadanya, dan ia pun sekarang bertanya dan berkata: “Apakah yang dilakukannya itu salah ?, dan apakah Allah akan menyiksa saya dengan apa yang telah saya lakukan ?, terbesit dalam dirinya rasa hawatir apa yang dilakukannya dengan pemuda tersebut termasuk perbuatan haram.
Bapaknya Menolak Untuk Menikahkannya Dengan Selain Kebangsaannya Akhirnya Dinikahkan Oleh Saudara Laki-lakinya
Pertanyaan: 131257
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Yang menjadi kewajiban wanita tersebut adalah agar bertaqwa kepada Allah –ta’ala- dan diberitahu bahwa bunuh diri itu adalah dosa besar dan bahwa barang siapa yang bunuh diri dengan sesuatu yang ada di dunia , maka ia akan diadzab dengan sesuatu tersebut pada hari kiamat, sebagaiman telah disebutkan sebelumnya pada jawaban nomor: 70363.
Penyakit kejiwaan itu penyembuhannya dengan dzikir, do’a, ketaatan, bertaubat dan merujuk kepada para spesialis.
Kedua:
Selayaknya bagi wali seorang wanita agar berusaha menikahkannya dengan laki-laki yang sekufuk dan shaleh, sebagaimana anjuran Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
)إِذَا خَطَبَ إِلَيكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فزوِّجُوه ، إِلَّا تَفْعلُوا تكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسادٌ عَرِيضٌ ( رواه الترمذي (1084) من حديث أبي هريرة ، وحسنه الألباني في صحيح الترمذي .
“Jika ada yang datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya untuk melamar, maka nikahkanlah ia, kalau tidak maka kalian akan tertimpa fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas”. (HR. Tirmidzi: 1084 dari hadits Abu Hurairah dan dihasankan oleh al Baani dalam Shahih Tirmidzi)
Seorang wali tidak berhak melarang wanita yang berada di bawah perwaliannya untuk menikah dengan laki-laki yang sekufuk yang ia ridho kepadanya, hanya karena dia berasal dari bangsa lain, selama tidak ada penghalang yang telah disepakati yang menghalanginya untuk menikah, kalau tidak maka wali tersebut adalah “adhil” (menghalangi menikah).
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata: “Makna dari “adhl” adalah melarang wanita yang meminta untuk menikah dengan laki-laki yang sekufuk dan masing-masing sudah saling mencintai satu sama lain. Ma’qil bin yasar berkata: “Saya telah menikahkan saudari saya dengan seseorang, kemudian dia menceraikannya hingga masa iddahnya berakhir, lalu ia datang lagi ingin rujuk kembali, maka saya berkata: “Saya telah menikahkannya denganmu, memberikan peluang kepadamu, memuliakanmu, namun kamu menceraikannya lalu kamu mau menikah lagi dengannya, tidak..!! demi Allah ia tidak boleh kembali ke pangkuanmu selamanya. Laki-laki tersebut orangnya lumayan juga, wanitanya juga ingin kembali lagi kepadanya, maka seraya Allah menurunkan ayat berikut ini:
فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ
“maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka…”. (QS. al Baqarah: 232)
Saya berkata: “Sekarang saya akan melakukannya, wahai Rasulullah…”. Beliau bersabda:
: فزوجها إياه . )رواه البخاري(
“Maka nikahkanlah dia dengannya”. (HR. Bukhori)
Jika seorang wanita menyukai laki-laki yang sekufuk, namun walinya mau menikahkannya dengan yang lain yang juga sekufuk sebenarnya, dan tidak mau menikahkan dengan yang sekufuk dan disukai oleh wanita tersebut, maka wali tersebut juga dianggap sebagai “adhil” (penghalang).
Namun jika seorang wanita meminta menikah dengan yang tidak sekufuk, maka walinya berhak untuk melarangnya, dan dalam hal ini bukan dianggap sebagai ‘adhil” (penghalang)”. (Al Mughni: 9/383)
“al adhl” (penghalang) tersebut mewajibkan pindahnya perwalian dari seorang wali kepada wali setelahnya dari jalur keluarga laki-laki”.
Atas dasar ini semua, maka jika laki-laki tersebut adalah kufuk dan walinya menolak untuk menikahkannya dan yang menikahkan adalah saudara laki-lakinya, maka pernikahannya tetap sah, dan bagi wanita tersebut agar tetap berbakti kepada keluarganya dan menjalin hubungan baik dengan mereka serta berusaha mendapat restu mereka.
Namun jika wali tersebut ternyata benar ketika melarangnya untuk menikah dengan laki-laki tersebut; karena adanya penghalang, seperti: kefasikan dan tidak sholeh, maka para wali di bawahnya juga tidak boleh menikahkannya. Maka pernikahan yang dilanjutkan dengan kondisi seperti ini adalah tidak sah menurut jumhur ahli fikih; karena akadnya tanpa wali. Maka yang harus dilakukan adalah mencari cara agar wali menyetujuinya dengan akad yang baru atau pernyataan dari wali tersebut bahwa dirinya menyetujuinya.
Untuk penjelasan lanjutan bisa dibaca pada jawaban soal nomor: 13929.
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait