Sebuah gedung atau semacamnya yang ketika dibangun dan ditempati pertama kali tidak dengan tujuan dijadikan masjid, kemudian setelah itu berubah menjadi masjid. Apakah masjid seperti itu dianggap tidak sempurna dan pahala shalat berjama’ah di dalamnya berkurang?
APAKAH DIBOLEHKAN MERUBAH RUMAH MENJADI MASJID DAN DIHUKUMI (SEPERTI) MASJID?
Pertanyaan: 148294
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Kalau disana ada rumah atau sebuah tempat, sementara pemiliknya ingin merubah menjadi masjid, atau sebagian berkeinginan untuk menjualnya dan dirubah menjadi masjid, hal itu tidak mengapa, dan mempunyai hukum masjid. Shalat di dalamnya (pahalanya) sempurna tidak berkurang. Tidak disyaratkan sejak pertama dibangun dengan tujuan dijadikan masjid. Kaum muslimin telah merubah banyak tempat syirik di negara yang ditaklukkannya menjadi masjid. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Dan dalam sunnah telah ada riwayat yang menunjukkan akan hal itu.
روى أبو داود (450) عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ رَضي اللهُ عنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَجْعَلَ مَسْجِدَ الطَّائِفِ حَيْثُ كَانَ طَوَاغِيتُهُمْ .
Abu Dawud meriwayatkan (hadits no. 450) dari Utsman bin Abul Ash radhiallahu’anhu, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk dijadikan masjid Thaif, yang mana dahulu tempat thagut (sesembahan) mereka.
Asy-Syaukani rahimahullah berkomentar, ‘Para perawi sanadnya tsiqah (kuat).’ (Al-Al-bany melemahkannya dalam kitab ‘Dha’if Abu Dawud)
Dalam kitab Aunul Ma’bud dikatakan: “Hadits tersebut menunjukkan dibolehkan menjadikan gereja, sinagog dan tempat-tempat patung untuk masjid. Begitu juga tindakan kebanyakan shahabat ketika menaklukan suatu negara, mereka menjadikan tempat ibadah orang kafir menjadi tempat ibdah bagi umat islam dan merubah mihrab (tempat Imamnya). Hal tersebut dilakukan sebagai hukuman dan tekanan bagi orang kafir karena mereka telah beribadah kepada selain Allah di tempat ini. Demikain pula seorang Raja India Sultan yang adil, ulama besar rahimahullah telah melaksanakan sunnah ini. Dimana beliau telah membangun berbagai masjid di tempat ibadah orang-orang kafir, semoga Allah menghinakan mereka (orang-orang kafir).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Tempat-tempat orang kafir dan orang yang suka berbuat maksiat yang tidak diturunkan azab di sana, jika dijadikan tempat keimanan dan ketaatan, hal ini adalah bagus. Sebagaimana Nabi sallallahu alaihi wa sallam perintahkan kepada penduduk Thaif untuk menjadikan tempat thagut (sesembahan) mereka menjadi masjid, beliau juga memerintahkan penduduk Yamamah untuk menjadikan tempat mereka berbaiat dahulu sebagai masjid.” (Iqtidha’ As-Shirat, hal. 81-82)
Syaikhul Islam rahimahullah ditanya tentang gereja yang terdapat di suatu desa dan memiliki wakaf. Sementara orang Kristen telah punah dari desa tersebut, yang tersisa di antara mereka telah masuk Islam. Apakah (bangunan) tersebut boleh dijadikan masjid? Beliau menjawab: “Ya, jika ahli dzimmah (orang non islam yang tinggal di negeri Islam) sudah tidak ada lagi seorag pun yang mempunyai hak, maka (bangunan tersebut) boleh dijadikan masjid.” (Majmu’ Fatawa, 31/256)
Kalau merubah gereja dan tempat ibadah menjadi masjid dibolehkan, apalagi merubah rumah menjadi masjid, maka lebih utama lagi.
Para ulama di Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta ditanya: “Apakah dibolehkan membangun masjid atau merubah bangunan menjadi masjid di daerah atau kota yang kemungkinan jarang umat Islam setelah itu? Seperti di Amerika para mahasiswa muslim membangun masjid di daerah tertentu, kalau mereka telah lulus dan kembali ke negaranya, maka masjid menjadi kosong atau nyaris kosong?.
Mereka menjawab: “Dibolehkan membangun atau merubah bangunan menjadi masjid. Karena ada kemaslahatan umum bagi umat Islam yang ada. Disamping hal tersebut dapat menjadi syiar Islam serta diharapkan menjadi sebab bertambahnya umat Islam serta masuknya sebagian penduduk negeri tersebut ke dalam agama Islam.” (Fatawa AL-Lajnah Ad-Daimah, 6/234)
Mereka juga di tanya, bahwa sebuah bangunan telah dibeli dan dirubah menjadi masjid. Namun setelah itu kaum muslimin merasa tertekan, sehingga mereka meninggalkannya dan daerah tersebut kosong dari umat islam. Apakah dibolehkan menjualnya? Kalau sekiranya dibolehkan, bagaimana menggunakan dana dari hasil penjualan tersebut?
Mereka menjawab: “Dibolehkan menjualnya, dan dananya digunakan untuk membangun masjid yang lebih luas lagi. Kalau tidak diperlukan lagi, dananya digunakan untuk memakmurkan masjid lain yang membutuhkan meskipun di kota atau di desa lain.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/235)
Wallahu’alam .
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam