Seringkali kami menshalati jenazah dan kami mengetahui bahwa mayat itu pelaku kemaksiatan seperti perokok, mencukur jenggot dan berinteraksi dengan riba. Apakah dibolehkan menshalati seperti mereka atau tidak? Jika tidak dibolehkan bagaimana kami mensikapinya?
Apakah Pelaku Maksiat Dishalati Ketika Meninggal Dunia
Pertanyaan: 155381
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Shalat kepada mayat muslim (hukumnya) fardhu kifayah. Kalau ada sebagian yang melaksanakan, maka yang lainnya telah gugur(kewajibannya). Sementara pelakukemaksiatan termasuk orangIslam, maka dishalat seperti umat Islam lainnya.
Ibnu Abdul Bar rahimahullah mengatakan, “Umat Islam bersepakat bahwa tidak dibolehkanmeninggalkan shalat (jenazah) kepada umat islam yang berdosa karena dosanya meskipun mereka pelaku dosabesar. Telahdiriwayatkan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallambahwa beliau bersabda:
صلوا على كل من قاللا إله إلا الله محمد رسول الله
“Shalatkanlah setiaporang yang mengucapkan ‘LailahaIllallahu Muhammad Rasulullah(Tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu utusan Allah)”
meskipun dalam sanadnya ada kelemahan. Apa yang kamisebutkan dari ijma (consensus) dapat menguatkan dan menshahihkanya.” (Al-Istizkar,3/29)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Al-Qadhimengatakan, mazhab seluruh ulama adalah menshalati setiap jenazah muslim (baik)meninggal karena hukuman, dirajam, bunuh diri dan anak zina.” Imam Malikdan lainnya berpendapat bahwa pemimpin sebaiknya tidak menshalati kepada orang dibunuhkarena hukuman.” Dari Zuhri, tidak dishalatkan orang yang dirajam, dan dishalatkanorang yang diqishash. Abu Hanifah mengatakan, tidak dishalatkan orang yang(berbuat keonaran) dan tidak juga kepada orang yang terbunuh dari kalangankelompok pembangkang.” (Syarh Muslim karangan Nawawi)
(Dalil) yang menunjukkan akan kewajiban shalat kepadapelaku kemaksiatan adalah apa yang diriwayatkan oleh Samurah radhiallahu anhu:
أَنَّ رَجُلا قَتَلَنَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَّا أَنَا فَلا أُصَلِّي عَلَيْه(رواهالنسائي، رقم1964، وصححه الألباني في سننالنسائي)
“Bahwa seseorangbunuh diri dengan pisau, makaRasulullah sallallahu’alaihiwa sallam bersabda: “Kalau saya, maka sayatidak shalatkan dia.” (HR. Nasa’i, no. 1964 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Sunan Nasa’i)
Nampaknya bahwa Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam menyetujui para shahabat yang menshalatinya. Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam enggan menshalatinya sebagai hukuman terhadap kemaksiatannya, dan sebagai pelajaran bagi orang lain atas perbuatannya.
Ini menunjukkandianjurkannya shalat kepada pelaku kemaksiatankecuali pemimpin, seyogyanya dia tidak shalat (jenazah)kepada pelaku dosa besar yang terus menerus danmati dalam kondisi seperti itu. Mencontoh Nabi sallallahu alaih wasallam agar orang-orang mengambilpelajaran dari perbuatannya.
Ibn AbdulBar rahimahullah mengatakan,“(Hadits) ini merupakan dalilbahwaimam dan para pemimpin agama tidak menshalati pelaku dosa. Akan tetapitidak boleh melarang shalat jenazah terhadapnya. Bahkan dia harusmenyuruh orang lain. Sebagaimanasabda Nabi sallallahu alihi wa sallam‘Shalatkanlah teman kalian.”(Al-Istidkar, 5/85)
Syekh Muhammad Ibrohim rahimahullah mengatakan, “Hendaknya menshalati seluruh umat Islam meskipun pelaku dosa. Seperti pezina, pembegal jalanan, pembunuh dan lainnya. Akan tetapi imam –saja– yang tidak menshalatkan para pencuri (dalampembagian gonimah perang) dan pelakubunuh diri.” (Fatawa Syekh Muhammad bin Ibrohim, 3/155)
Beliau rahimahullahjuga ditanya, “Siapakah yang sebaiknya tidak mensalatkan pada pencuri padamasa kini?”
Beliau menjawab,“Dahulu para ulama salaf pertama,(pemimpin) shalat itu para imam. Pada waktu sekarang yang menjadi (imam) shalat jamaah dan Jum’atselain dari mereka. Pada masa kini, setiapimam tetapi dimasjid, jikadia orang yang utama, apabila dia meninggalkannyaakan menjadi pelajaran pendidikan (bagi orang lain), maka hal itu tidakmengapa. Wallahua’lam. Kalau pada setiap kampong, jika ada orang mati di kampungnya, kemudian imam masjid (tidak) menshalatinya (ada efek jeranya). Hal ini kalau imamnya punya keutamaandari sisi keilmuan. Kalau tidak, orang yang bodohdikala (tidak menshalatinya), maka tidak ada unsurpelajarannya.” (FatawaSyekh Muhammad bin Ibrohim,3/155)
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam