Saya telah menikah sejak beberapa minggu, kemudian saya dapati istriku mengeluh dengan epilepsi (sering pingsan) mulai dengan menggigil dan hilang kesadaran beberapa waktu. Sementara dia dan keluarganya tidak memberitahukan tentang kondisi seperti ini sebelum menikah, apa yang (selayaknya) saya lakukan?
MENIKAH DENGAN WANITA YANG MENGELUHKAN PENGYAKIT PINGSAN (EPILEPSI) SEMENTARA MEREKA TIDAK MEMBERITAHUKAN SEBELUM AKAD, APA (SELAYAKNYA) YANG DILAKUKAN?
Pertanyaan: 158489
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pingsan merupakan aib diantara aib-aib pernikahan yang menghilangkan sebagian maksud (pernikahan). Kalau salau satu dari kedua pasangan (suami istri) mempunyai penyakit ini dan disembunyikan, yang lainnya tidak mengetahuinya kecuali setelah berhubungan, maka dia punya pilihan. Meneruskan (pernikahan) atau faskh (membatalkan pernikahan).
Telah ada dalam kitab ‘Matolib Ulin Nuha, 5/147: “Diantara aib yang ditetapkan untuk memilih adalah (gila meskipun) kadang-kadang di tali. Karena jiwa tidak tenang dalam kondisi seperti ini. (Yang termasuk ini diantaranya) yakni diantara (penyakit) gila yang mana kadang terjadi (pingsan).” Selesai secara ringkas.
An-Nawawi rahimahullah berkata di kitab ‘Al-Minhaj’ dalam (Bab Al-Khiyar Fin Nikah), Kalau salah seorang dari suami istri mendapatkan pasangannya gila..) dikatakan oleh Al-haitsami di kitab ‘At-Tuhafah, 7/345.
Ungkapan ‘gila’ seyogyanya diantara bagiannnya atau semaknanya adalah ‘pingsan’ selesai
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Kalau hilang ingatan meskipun satu jam yakni kalau telah ada ketetapan dia terkena kegilaan meskipun satu jam. Maka hal itu termasuk aib. Baik terjadi pada wanita maupun pria. Diantanya juga pingsan.’ Selesai ‘As-Syarkhu Al-mumti’, 12/215.
Sementara suami kembali kepada orang yang menipunya terkait dengan mahar –kalau telah dicampuri- Al-Hijawi rahimahullah berkata di kitab ‘Az-Zad, hal. 167: “Kalau belum dicampuri, maka tidak ada mahar, kalau setelah dicampuri. Dia (istri) mendapatkan mahar yang telah disebutkan. Dan dikembalikan kepada orang yang menipunya kalau ada.’ Selesai.
Hal ini kalau tidak memungkinkan diobati. Kalau memungkinkan diobati dan hilang (sembuh) maka tidak ada pilihan. Silahkan merujuk ‘As-Syarkhu Al-Mumti’, 12/218-219.
Kalau telah terlihat aib setelah berhubungan, dan pihak lain telah rela. Atau terlihat darinya tanda-tanda kerelaan. Maka tidak ada pilihan juga. Dalam kitab ‘Zadul Al-Mustaqni’, hal. 166: “Barangsaiap yang rela dengan aib, atau didapatkan tanda-tanda kerelaan padahal dia telah mengetahuinya, maka tidak ada pilihan baginya.’ Selesai.
Kesimpulannya, kalau sekiranya anda tidak mengetahunya kecuali setelah berhubungan dengannya, kalau aibnya tidak mungkin diobati. Maka anda ada pilihan, anda dapat rela dengan aib tersebut, sabar terhadap penyakit istri anda atau anda batalkan pernikahan dengannya. Sementara wanita dapat mahar karena telah dihalalkan kemaluannya. Akan tetapi yang menanggung maharnya adalah orang yang menipu anda dengan adanya aib yang ada padanya. silahkan merujuk kitab ‘As-Syarkhu Al-Mumti’, 12/229-230.
Kami nasehatkan agar anda berhati-hati dalam masalah ini, memaafkan dan sabar dengan istri anda. Seceparnya berusaha untuk mengobati semaksimal mungkin. Sabar terhadap ketidak puasan ini, akan mendapatkan pahala yang agung dikala diniatkan untuk mendapatkan pahala. Apalagi kalau wanita tersebut berakhlak dan beragama. Diharapkan kalau anda melakukan hal itu karena Allah, Dia akan menghilangkan penyakit ini dan mengangkat ujian ini. Sementara anda akan mendapatkan pahala atas kesabaran anda.
Wallahu’alam silahkan merujuk soal Jawab no. 128221 .
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait