Unduh
0 / 0
923505/02/2011

Yang Benar Nabi sallallahu’alaihi wa sallam Menikahi Maimunah Dalam Kondisi Halal Bukan Dalam Kondisi Berihrom

Pertanyaan: 159220

Dalam kitab Shoheh Muslim, kitab 8 no hadits, 3285. Kita diberitahukan bahwa Sayyidinah Maimunah menikah dengan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dalam kondisi beliau bukan berihrom. Sementara Ibnu Abbas dalam shoheh Bukhori, juz 5 kitab 59 hadits no. 559 bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahi Sayyidinah Maimunah dimana dalam kondisi berihrom, beliau dinikahi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sementara (Nabi) dalam kondisi berihrom. Bagaimana membedakan dua hadits ini? Dan manakah pendapat yang terkuat?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Para ulama’ fiqih berbeda
pendapat terkait dengan nikahnya orang yang sedang berihrom. Mayoritas
ulama’ (jumhur) dari kalangan Malikiyah, Syafiiyyah dan Hanabilah
berpendapat bahwa nikahnya orang yang sedang berihrom itu tidak sah. Baik
dia sebagai suami, istri maupun wali yang melakukan akad pernikahan terhadap
orang yang dijadikan perwaliannya atau wakil yang melakukan akad nikah
kepada orang yang diwakilkannya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa
sallam:

( لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ وَلاَ يَخْطُبُ )
رواه مسلم (1409)

“Orang yang sedang berihrom
tidak boleh menikah, tidak boleh dinikahi dan tidak boleh melamar.” HR.
Muslim, 1409.

Sementara Ibnu Abbas
radhiallahu’anhuma dan Hanafiyah berpendapat, sah nikahkan orang yang sedang
berihrom haji atau umroh. Sampai meskipun keduanya (suami istri) dalam
kondisi berihrom. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
radhiallahu’anhuma sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahi
Maimnah sementara beliau dalam kondisi berihrom.” HR. Bukhori, 1837. Muslim,
1410. Selesai dari ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 41/349-350.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud,
1843 dari Yazid bin Al-Ashom dari Maimunah radhiallahu’anha berkata,

” تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَنَحْنُ حَلَالَانِ بِسَرِفَ “

“Rasulullah sallallahu’alaihi
wa sallam menikahiku sementara kami dalam kondisi halal di ‘Saraf’.

ورواه مسلم (1411) عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ حَدَّثَتْنِي
مَيْمُونَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَزَوَّجَهَا وَهُوَ حَلَالٌ . قَالَ : وَكَانَتْ خَالَتِي وَخَالَةَ
ابْنِ عَبَّاسٍ

Dan diriwayatkan oleh Muslim,
1411 dari Yazid bin Al-Ashom, Maimunah binti Harits memberitahukan kepadaku
, sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam menikahinya sementara
beliau dalam kondisi halal. Beliau berkata, ‘Dimana (Maimunah) adalah bibiku
dan bibi Ibnu Abbas.

وروى أحمد (26656) عَنْ أَبِي رَافِعٍ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزَوَّجَ مَيْمُونَةَ حَلَالًا وَبَنَى بِهَا حَلَالًا
وَكُنْتُ الرَّسُولَ بَيْنَهُمَا .
صححه ابن القيم في “الزاد” (3/373)

Dan diriwayatkan oleh Ahmad,
26656 dari Abu Rafi’ budak Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam menikahi Maimunah dalam
kondisi halal. Dan digauli dalam kondisi halal. Dahulu saya adalah sebagai
utusan diantara keduanya. Dishohehkan oleh Ibnu Qoyyim, dalam kitab Az-Zad,
3/373.

Syeikhul Islam rahimahullah
mengomentari, “Yang terkenal menurut kebanyakan orang bahwa beliau
(sallallahu’alaihi wa sallam) menikahi (Maimunah) dalam kondisi halal.”
Selesai dari ‘Majmu’ Fatawa, 18/73.

Apa yang disebutkan oleh
Syeikhul Islam, merupakan pendapat mayoritas shahabat dan mayoritas ahli
ilmu. Bahwa Nabi sallallahu’alai wa sallam menikahi Maimunah
radhiallahu’anha dalam kondisi halal. Dan mereka mempunyai banyak jawaban
terkait dengan hadits Ibnu Abbas, yang paling kuat adalah hal itu merupakan
kelengahan beliau radhiallahu’anhuma. Dimana beliau menyangka bahwa Nabi
sallallahu’alaihi wa sallah menikahinya sementara beliau dalam kondisi
berihrom.

Ibnu Qoyyim rahimahullah
mengatakan, “Beliau sallallahu’alaihi wa sallam diperselisihkan, apakah
ketika menikahi Maimunah dalam kondisi halal atau berihrom? Ibnu Abbas
mengatakan, “Menikahinya sementara beliau dalam kondisi berihrom. Sementara
Abu Rafi’ mengatakan, “Menikahinya sementara beliau dalam kondisi halal. Dan
dahulu saya adalah utusan diantara keduanya. Perkataan Abu Rafi’ lebih kuat
dari beberapa sisi,

Salah satunya, Waktu itu
beliau sudah dalam kondisi balig. Sementara Ibnu Abbas waktu itu belum
mencapai baligh. Bahkan waktu itu beliau baru berumur sepuluh tahun.
Sehingga Abu Rafi’ waktu itu lebih hafal darinya.

Kedua, bahwa beliau sebagai
utusan. Antara Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam dan Maimunah. Di
tangannya terjadi perbincangan. Dan dia lebih mengetahui dari (Ibnu Abbas)
tanpa diragukan lagi. Hal itu telah diisyaratkan sendiri dengan penuh
kebenaran dan keyakinan tanpa menukil dari yang lainnya. Bahkan beliau
sendiri yang melakukannya.

Ketiga, Ibnu Abbas waktu itu
tidak bersamanya dalam umroh tersebut. Karena umroh qodo’. Sementara Ibnu
Abbas waktu itu termasuk orang-orang lemah yang Allah berikan uzur dari
kalangan anak-anak. Dan beliau mendengarkan cerita (dari orang lain) tanpa
kehadirannya.

Keempat, Sesungguhnya Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam ketika masuk Mekkah, beliau mulai dengan towaf
di Ka’bah. Kemudian sa’I antara shafa dan marwah, menggundul kemudian
tahallul. Telah diketahui bahwa beliau tidak menikahinya di jalan. Tidak
juga memulai menikah dengannya sebelum towaf di Ka’bah. Tidak menikah juga
sewaktu towaf. Hal ini telah diketahui tidak terjadi. Maka pendapat Abu
Rofi’ yang kuat secara meyakinkan.

Kelima, bahwa para shahabat
radhiallahu’anhu menyalahkan Ibnu Abbas dan tidak menyalahkan Abu Rafi’.

Keenam, perkataan Abu Rafi’
sesuai dengan larangan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tentang menikahnya
orang yang sedang berihrom. Sementara perkataan Ibnu Abbas menyalahinya. Hal
itu ada dua kemungkinan, bisa karena dinaskh (dihapus) atau ditakhsis
(dihususkan) oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dengan memperbolehkan
nikahnya orang yang sedang berihrom. Keduanya menyalahi dari asalnya dan
tidak ada dalil (yang menguatkan). Maka tidak dapat diterima.

Ketujuh, bahwa anak saudara
perempuan yaitu Yazid bin Al-Ashom memberi persaksian bahwa Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam menikahinya sementara beliau dalam kondisi
halal. Dan beliau mengatakan,  dia dahulu adalah bibiku dan bibinya Ibnu
Abbas. Hal itu disebutkan oleh Muslim. Selesai dari ‘Zadul Ma’ad, 5/112-124.

Al-Hafidz Ibnu Hajar
rahimahullah mengatakan, “Al-Atsram mengatakan, saya bertanya kepada Ahmad,
bahwa Abu Tsaur mengatakan, dengan apa menolak hadits Ibnu Abbad –padahal
shoheh- beliau berkata, “Allahul musta’an. Ibnu Musayyab mengatakan, Ibnu
Abbas lengah. Padahal Maimunah berkata, saya dinikahi sementara beliau dalam
kondisi halal.” Selesai

Ibnu Abdul Bar mengatakan,
“Periwayatan bahwa beliau menikahinya dalam kondisi halal, telah ada dari
berbagai macam jalan. Sementara hadits Ibnu Abbas, shoheh dari sisi sanad.
Akan tetapi kelengahan seorang (rowi) itu lebih dekat dibandingkan
kelengahan kelompok. Kondisi minimal keduanya bertentangan. Sehingga diminta
dalil dari selain keduanya. Dan hadits Utsman yang shoheh tentang pelarangan
nikah orang yang sedang muhrim, dan itu yang menjadi sandaran.” Selesai

Ibnu Qudamah rahimahullah
mengatakan, “Maimunah lebih mengetahui tentang dirinya dan Abu Rafi’ pelaku
kisah dan dia adalah utusan dalam kisah tersebut. Keduanya lebih mengetahui
akan hal itu dibandingkan Ibnu Abbas dan lebih didahulukan kalau sekiranya
Ibnu Abbas sudah dewasa. Bagaimana lagi dia (Ibnu Abbas) waktu itu masih
kecil. Belum mengetahui hakekat masalah dan belum mendalaminya. Dan pendapat
ini telah diingkari. Said bin Musayyab mengatakan, ‘Ibnu Abbas lengah. Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah menikah kecuali dalam kondisi
halal. Bagaimana mengamalkan hadits ini sementara kondisinya seperti ini?
Ada kemungkinan pendapat dalam ucapan ‘Dia dalam kondisi haram’ adalah di
bulan haram. atau di negeri haram. sebagaimana ungkapan, “Ibnu Affan dibunuh
dalam kondisi haram (di negeri haram).” selesai dari Al-Mugni, 3/318.

Kesimpulan, yang benar bahwa
Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahi Maimunah radhiallahu’anha dalam
kondisi bukan berihrom. Dan ini yang kuat dan ditegaskan. Kalau sekiranya
tidak ada hadits Ibnu Abbas. Kebanyakan ahli ilmu menguatkan bahwa Ibnu
Abbas lengah dalam hadits ini. Dimana beliau mengira bahwa Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam menikahinya sementara beliau dalam kondisi
berihrom. Dan pendapat ini beliau pegang berdasarkan berbagai macam penguat
yang beliau dapatkan. Pendapat seperti ini tidak dapat mengalahkan hadits
yang kuat dari Maimunah dan Abu Rafi’ radhiallahu’anhuma bahwa Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam menikahinya dan beliau dalam kondisi halal bukan
berihrom.

Wallahuta’ala a’lam

.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android