Unduh
0 / 0
43,15812/04/2011

Hukum Melihat Aurat Saat Mandi

Pertanyaan: 163602

Bolehkan seseorang melihat auratnya saat mandi?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Alhadulillah

Pertama: Mayoritas ahli fiqih sepakat dibolehkannya membuka
aurat saat sendiri jika ada keperluan. Seperti melakukan pengobatan, buang
hajat, mandi, membersihkan diri, jimak dan alasan-alasan lainnya yang
diterima. Kemaslahatan yang kuat menuntut hal demikian. Terdapat riwayat
bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melucuti pakaiannya saat sendiri
untuk mandi dan buang hajat. Di antaranya hadits Ummu Hani bin Abi Thalib
radhillahu anha, dia berkata,

ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الفَتْحِ ، فَوَجَدْتُهُ
يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ   (رواه البخاري، رقم، 336 ومسلم،
رقم 357)

“Aku
mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada tahun Fathu Mekah,
lalu aku mendapatkannya sedang mandi dan puterinya Fatimah menutupinya.”
(HR. Bukhari, no. 357 dan Muslim, no. 336)

Telah kami
jelaskan di web kami dalam jawaban no. 6976,
45514,

Al-Hafiz
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Dibolehkan membuka aurat, jika ada
kebutuhan, sesuai kebutuhan, tanpa ada khilaf.” (Fathul Bari, Ibnu Rajab,
2/384)

Kedua:

Para fuqaha
juga menetapkan bahwa keperluan membuka aurat  saat sendiri walaupun hal itu
jadi melihat aurat, maka hal itu tidak mengapa. Boleh jadi untuk urusan
membersihkan membuatnya harus melihat tempat yang diperkirakan terdapat
najis, atau menuntutnya harus meletakkan obat di tempat yang sakit. Adapun
jika mungkin baginya untuk tidak melihatnya dan dapat memenuhi tujuannya
tanpa melihatnya dengan mata, maka yang lebih utama adalah tidak melihatnya.
Islam telah mendidik jiwa agar terbiasa melihat kepada perkara-perkara yang
mulia dan menjauhi perkara-perkara rendah. Tidak diragukan lagi bahwa
pandangan memiliki pengaruh bagi jiwa walaupun melalui pandangan tersembunyi.

Dalil syari
dalam masalah ini adalah hadits Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya,
dia berkata,

قُلْتُ : يَا رَسُولَ
اللَّهِ ! عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ ؟ قَالَ : احْفَظْ
عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ . قَالَ :
قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! إِذَا كَانَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ ؟
قَالَ : إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا يَرَيَنَّهَا أَحَدٌ فَلَا يَرَيَنَّهَا .
قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! إِذَا كَانَ أَحَدُنَا خَالِيًا ؟
قَالَ : اللَّهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنَ النَّاسِ (رواه أبوداود،
رقم 4017، وحسنه الألباني في صحيح أبي داود)

“Aku
berkata, ‘Wahai Rasulullah, aurat kami, mana yang harus kami tutup dan mana
yang boleh dibuka?” Beliau bersabda, “Jagalah auratmu kecuali di hadapan
suamimu dan budakmu.” Dia berkata, “Ya Rasulullah, jika
salah seorang di antara kami seorang diri?” Dia berkata, “Allah lebih berhak
untuk dia malu dibanding terhadap orang lain.” (HR. Abu Daud, no.
4017, dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)

Ibnu Abi
Syaibah meriwayatkan dalam Al-Mushanaf (129 – 130) dua atsar mulia dari Abu
Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhuma, dia berkata, “Sungguh aku mandi di rumah
yang gelap, lalu aku membungkukkan punggungku ketika mengambil bajuku,
karena malu terhadap tuhanku.”

Dia juga
berkata,

 ما أقمت صلبي في غسلي منذ
أسلمت

“Aku tidak
pernah menegakkan tulang rusukku saat mandi sejak aku masuk Islam.”

Semua itu sebagai bentuk rasa malu kepada Allah Ta’ala dan
adab terhadap jiwa, serta puncak dari rasa malu dan perasaan selalu
terpantau.

Al-Khattab Al-Maliki rahimahullah berkata, “Apakah seseorang
boleh melihat kemaluannya sendiri tanpa kebutuhan. Sebagian ahli fiqih
menyatakan makruh, namun tidak ada makna padanya. Mungkin yang dimaksud
adalah bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan muru’ah (adab yang baik),
selebihnya, tidak ada larangan dari sisi syar’i.” (Mawahibul Jalil, 1/507)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Pengarang Al-Bayan dan
selainnya berkata, “Disunahkan bagi orang yang sedang buang hajat untuk
tidak melihat kemaluannya dan apa yang keluar darinya dan tidak
memain-mainkannya dengan tangannya.” (Al-Majmu, 2/110)

Al-Bahuti Al-Hambali rahimahullah berkata, “Boleh membuka
aurat jika ada keperluan, seperti ingin buang hajat, istinja, mandi dan
tidak diharamkan melihat auratnya, karena dibolehkan membukanya untuk
berobat atau semacamnya sebagaimana telah disebutkan, akan tetapi
dimakruhkan.” (Kasyaful Qana, 1/265. Lihat: Fathul Bari, Ibnu Rajab, 1/336)

Kesimpulannya adalah, tidak mengapa melihat aurat saat mandi,
hanya saja yang lebih utama adalah tidak melakukannya.

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

answer

Tema-tema Terkait

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android