Unduh
0 / 0
1733727/06/2012

Berzina Sebelum Resepsi Pernikahan Lalu Hamil Kemudian Aborsi. Apakah Pernikahannya Sah?

Pertanyaan: 175536

Saya memiliki hubungan yang tidak syar’i dengan seseorang seminggu sebelum resepsi pernikahan saya dengan orang lain. Setelah beberapa bulan, terbukti bahwa saya hamil dari orang pertama, bukan dari suami saya. Maka saya melakukan aborsi, lalu setelah itu saya hamil dari suami saya. Hingga sekarang, tidak ada seorang pun yang mengetahui perkara ini. Kadang saya merasa ingin mengakui perbuatan saya, akan tetapi saya ragu. Pertanyaan saya adalah; Apakah pernikahan saya sah? Apakah ada pengaruhnya terhadap anak saya dari sudut pandang ajaran Islam?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Jika perbuatan zina itu terjadi setelah akad, walaupun
sebelum resepsi, maka pernikahan anda sah. Namun anda harus bertaubat dari
perbuatan dosa yang terjadi pada anda tersebut.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika seorang isteri
berzina, atau suaminya berzina, pernikahan mereka tidak batal, apakah hal
itu terjadi setelah mereka hidup bersama atau sebelumnya, berdasarkan
pendapat mayoritas ulama.” (Al-Mughni, 9/565)

Kedua:

Jika zina tersebut terjadi sebelum akad, maka akadnya tidak
sah, kecuali jika sang wanita telah dinyatakan bebas rahimnya dengan
datangnya haid, berdasarkan pendapat yang lebih kuat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Menikahi
seorang pezina diharamkan sebelum dia bertaubat, baik dia yang menzinahinya
atau orang lain. Inilah pendapat yang benar tak diragukan lagi dan ini
merupakan mazhab sejumlah ulama kalangan salaf (dahulu) dan kholaf
(belakangan). Di antaranya adalah Ahmad bin Hambal dan selainnya. Banyak
juga dari kalangan salaf dan kholaf yang membolehkannya. Pendapat ini
terbagi dalam tiga pendapat lagi. Imam Malik mensyaratkan bebasnya Rahim
dari kehamilan, Abu Hanifah membolehkan akad sebelum pernyataan bebasnya
Rahim dari kehamilan jika dia ternyata hamil akan tetapi tidak boleh digauli
sampai melahirkan. Sedangkan Imam Syafii membolehkan akad dan digauli secara
mutlak. Karena air mani seorang pezina tidak dihormati dan hukumnya tidak
diiikuti oleh nasabnya, ini adalah aib baginya. Akan tetapi Abu Hanifah
membedakan antara hamil dan tidak hamil. Jika dia hamil dan digauli, berarti
dia pasti telah mengangkat anak yang bukan anaknya, berbeda jika wanita
tersebut tidak hamil. Imam Malik dan Ahmad menetapkan syarat bersihnya rahim
dari kehamilan, inilah pendapat yang benar. Akan tetapi Imam Malik dan Ahmad
dalam satu riwayat berpendapat bahwa bebasnya Rahim dari kehamilan cukup
dibuktikan dengan satu kali haid, sedangkan dalam riwayat lain dari Imam
Ahmad dan inilah yang dijadikan pendapat mayoritas pengikutnya, seperti
Qadhi Abu Ya’la dan para pengikutnya, bahwa hal tersebut terbukti dengan
tiga kali haid. Yang benar adalah semua itu tidak wajib, yang wajib hanyalah
kepastian bahwa tidak ada kehamilan dalam rahimnya.” (Majmu Al-Fatawa,
32/110)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Kitab Asyarhul
Mumti, 13/382, “Bahkan, pendapat yang diriwayatkan dari Abu Bakar serta
sejumlah shahabat radhiallahu anhum bahwa wanita yang dizina tidak ada
iddahnya sama sekali serta tidak perlu kepastian bebasnya Rahim dari
kehamilan. Apalagi jika dia memiliki suami. Berdasarkan sabda Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, “Anak itu untuk suami yang sah.” Justeru
hendaknya jika seseorang mengetahui bahwa isterinya telah berzina, nauzu
billah, dan taubat hendaknya dia menjimaknya segera agar tidak timbul dalam
hatinya keraguan, apakah wanita tersebut hamil karena zina atau tidak? Jika
dia menjimaknya, maka jika hamil, sang anak akan dinisbatkan kepada suami,
bukan kepada laki-laki yang menzinahinya.

Adapun jika wanita yang berzina tersebut tidak memiliki
suami, maka (sebelum menikah) dia harus memastikan rahimnya bebas dari
kehamilan dengan sekali haid, berdasarkan pendapat yang lebih kuat.

Karena masalah ini merupakan perbedaan pendapat yang diakui
di antara para ulama, dan membatalkan pernikahan serta pengakuan berzina
pada saat itu dapat berakibat keburukan yang besar serta menyingkap apa yang
telah Allah sembunyikan kepada anda dan mengundang terjadinya fitnah, maka
kami berpendapat, wallahu a’lam, bahwa anda tidak wajib memberitahu suami
anda akan apa yang sesungguhnya telah terjadi sampai akad diperbarui. Adapun
dalam pendapat lain dari sebagian ulama bahwa tidak disyaratkannya
kepastiian bebasnya Rahim dari kehamilan, hal itu memberikan keluasan. Hal
ini berlaku sebagaimana kami katakan, jika zina terjadi sebelum akad dan
sebelum kepastian bebasnya Rahim dari kehamilan.

Karnena Allah Ta’ala telah menutup aib anda, maka hendaklah
anda menutup aib anda sendiri. Imam Bukhari (6069) dan Muslim (2990)
meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ
أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ
يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ
اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ : يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا
، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Seluruh umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan.
Yang dimaksud adalah orang yang melakukan sebuah perbuatan (dosa) di malam
hari dan telah Allah sembunyikan (dosanya) namun dipagi harinya dia berkata,
‘Wahai fulan, aku tadi malam melakukan ini dan itu.’ Dia sudah ditutupi
aibnya semalaman, namun dipagi harinya apa yang telah Allah sembunyikan
justeru dia bongkar.”

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,


 لَا
يَسْتُرُ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ

 “Tidaklah Allah menutup aib hambanya di dunia, kecuali Dia
akan menutup aibnya di hari kiamat.”

Baihaqi (18056) meriwayatkan dari Ibnu Umar, sesungguhnya
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam setelah dia merajam Al-Aslamy, dia
berkata,

اجتنبوا هذه القاذورة التى نهى الله عنها فمن أَلَمّ فليستتر بستر الله عز وجل
(وصححه الألباني في “الصحيحة” ، رقم 663)

“Jauhi kotoran ini yang telah Allah larang darinya. Siapa
yang mengalaminya, hendaklah dia menyembunyikan aibnya sebagaimana Allah
telah sembunyikan aibnya.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shahihah,
663)

Keempat:

Anak anda sekarang adalah anak anda yang sah dari suami anda,
tidak ada keraguan padanya, insya Allah.

Adapun janin yang telah anda gugurkan, apabila digugurkan
sebelum tertiupnya ruh, sebelum empat bulan, maka tidak ada kafarat dan
diyatnya, akan tetapi anda harus bertaubat dan menyesal serta beristighfar
dari perbuatan tersebut. Namun apabila dilakukan setelah empat bulan, maka
anda harus membayar kafarat dan diyat.

Diyatnya adalah membebaskan budak laki-laki atau perempuan,
jika tidak didapatkan, maka dikeluarkan sesuai harganya, yaitu 5 onta.

Adapun kafaratnya adalah memerdekakan budak, jika tidak
didapat, diganti dengan berpuasa dua bulan berturut-turut.

Lihat jawaban soal no 106448.

Wallahu ta’ala a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android