Saya kembalikan mahar suami saya dan saya meminta darinya khulu’. Dia mengatakan kepada saya, ‘Terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan anda. sekarang anda bebas. Anda bisa pergi.'
Maka saya meninggalkan rumah dan pergi ke rumah saudariku. Disana saya tinggal selama dua bulan. Kemudian saya sakit dan terus terbaring di atas ranjang. Sementara tetangga memberikan bantuan dan perhatian terhadap diriku dan anak-anakku, saya ucapkan terima kasih. Dalam kondisi seperti ini saya hamil dan hampir mau melahirkan. Dia menghubungi diriku dan mengatakan bahwa dia ingin menenangkan diriku dan anaknya. Kemudian dia mengatakan kepadaku setelah itu bahwa kita masih dalam kondisi pernikahan karena khulu tidak berarti perceraian.
Kami pergi dan berkonsultasi kepada Imam masjid, beliau mengatakan, “Anda telah bercerai dengannya.' Apakah hal ini benar? Apakah kami sekarang untuk melaksanakan aqiqah anak yang mau lahir harus menikah baru lagi? Atau kita dibolehkan mendahulukan acara aqiqah dengan kedatangan bayi ini meskipun kami masih dalam kondisi perceraian?