Unduh
0 / 0
420614/09/2012

Apabila Suami Telah Sepakat Dengan Para Wali Istri Atas Penangguhan Pembayaran Mahar Dengan Batas Waktu Yang Telah Ditentukan, Dan Akhirnya Suami Tidak Memenuhi Janjinya Maka Wajib Baginya Memberikan Mahar Tersebut Jika Telah Jatuh Tempo

Pertanyaan: 175876

Apabila telah terjadi akad nikah dan antara suami-istri sepakat bahwa suaminya akan memberikan maharnya pada waktu yang telah ditentukan, akan tetapi sang suami tidak memuliakan kesepakatan yang telah dibuat dan tidak membayarkan mahar pada waktu yang telah ditentukan, maka apa yang harus dilakukan pada kondisi itu ? Dan apakah di sana ada yang dinasehatkan terkait batasan waktu dilaksanakannya resepsi pernikahan ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

..

Pertama : 

Pada dasarnya sesungguhnya seorang istri
berhak mendapatkan maharnya secara sempurna hanya dengan halalnya hubungan
suami-istri, maka jika mereka mensyaratkan pada saat akad nikah selain yang
demikian semisal menangguhkan pembayaran mahar baik sebagiannya atau
keseluruhannya dengan batas waktu tertentu maka wajib bagi seorang suami
membayarnya pada saat sudah jatuh tempo.  Lihat  “Fatawa al Lajnah ad
Daaimah” (19/56) “Majmu Fatawa Wa Rosaail al Utsaimin” (18/30). 

Dan seorang suami apabila dia memiliki
kelapangan untuk membayar semua maharnya maka tidak dibolehkan menundanya,
dan hendaklah dia ingat firman Allah Ta’ala : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا
بِالْعُقُودِ (سورة المائدة : 1)

“Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah akad-akad itu.”
(QS. Al Maidah:
1). 

Dan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam:

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ (رواه أبو
داود، رقم 3594 وصححه الألباني في “صحيح أبي داود) 

“Orang-orang Muslim sesuai dengan
syarat-syarat mereka.” (HR.
Abu Daud,
no. 3594,
dan dishahihkan oleh
al Albani  dalam Shahih Abu Daud)

dan sabdanya yang lain:

 أَحَقُّ مَا أَوْفَيْتُمْ مِنْ الشُّرُوطِ
أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ (رواه البخاري، رقم 5151
ومسلم، رقم 1418)

“Yang
syarat-syarat yang
paling berhak kalian penuhi  adalah
sesuatu yang menjadikan halal bagi kalian
kehormatan wanita.” (HR.
Bukhari, no.
5151 dan Muslim,
no. 1418). 

Akan tetapi apabila kondisi sang suami dalam
kesulitan dan tidak memiliki harta untuk membayar maka hendaklah istri
memperhatikan kondisinya tersebut, tidak menuntutnya pada kondisi
kesulitannya, khususnya apabila dia tidak sedang membutuhkan harta benda,
dan hendaklah para wali juga bisa memahami perkara tersebut, maka seorang
suami bagaimanapun keadaannya dia lebih utama dan lebih dibutuhkan oleh
seorang istri . Demikian pula sebaliknya, betapapun berbeda kondisi
masing-masing, dan bukan sekedar karena telah habis batas waktu pembayaran
lalu kemudian sang istri atau salah satu dari anggota keluarganya menuntut
kepada suami agar melunasinya dan mendesaknya untuk segera melunasinya, akan
tetapi yang wajib dilakukan adalah ; pertama-tama melihat kondisi suami
apakah dia termasuk yang dilapangkan hidupnya ataukah termasuk dalam
kesulitan, dan apakah sang istri sangat membutuhkan harta tersebut ataukah
tidak ? Dan apakah memungkinkan bagi istri untuk bersabar tidak memintanya
ataukah tidak mungkin untuk bersabar ? 

Tidak diragukan lagi sesungguhnya
berinteraksi dengan penuh kebijaksanaan dalam perkara-perkara semacam ini
merupakan bagian terpenting dari tuntutan-tuntutan bagusnya pergaulan antara
suami dan istri, dan setiap masing-masing wajib untuk menjauhi melakukan
kedzaliman yang menyebabkan terjadinya kerugian satu sama lain, dan
hendaklah sebisa mungkin menghindarkan yang demikian tadi dan masing-masing
dari keduanya berusaha menutupi kebutuhannya – baik dalam hal pemberian
nafkah, kegigihan berusaha, pemberian kemakluman dan maaf – hingga
mendapatkan kebaikan dalam menjalani hidup dan saling menjaga pergaulan
dengan baik.  

Kedua : 

Kami nasehatkan agar segera melaksanakan
resepsi pernikahan dan tidak menundanya lagi sebagai bentuk optimalisasi
maksud dan tujuan pernikahan, dan guna menepis timbulnya problematika,
permasalahan-permasalahan atau bahkan perselisihan karena jarak yang lama
antara saat melamar dan dilangsungkannya akad nikah serta resepsi
pernikahan. Maka selama sudah maksimal persiapannya untuk menyongsong malam
pertama dan masing-masing dari kedua mempelai telah sempurna dalam
mempersiapkannya hendaknya disegerakan dalam hal tersebut dan tidak
menundanya lagi. Bisa melihat kembali fatwa soal no
10048
.

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android