Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Diwajibkan bagi seorang wanita untuk menahan pandangannya dari melihat aurat yang diharamkan, tidak dibolehkan memandang kepada laki-laki dengan dorongan syahwat dan menikmati pandangan tersebut atau karena hawatir akan terjadi fitnah, berdasarkan firman Allah –Ta’ala-:
( وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ ) النور/ 31.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…”. (QS. An Nuur: 31)
As Sa’di berkata dalam tafsirnya halaman: 515: “…tentang memandang aurat dan laki-laki dengan disertai syahwat atau yang semacamnya, adalah termasuk pandangan yang dilarang”.
Kedua:
Menurut pendapat yang terkuat dari kalangan para ulama bahwa dibolehkan bagi seorang wanita memandang yang sering nampak dari laki-laki, seperti: kepala, lengan hasta, jika pandangannya tidak dengan syahwat atau menikmati atau aman dari fitnah, berdasarkan perkataan ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-:
)رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتُرُنِي ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ وَهُمْ يَلْعَبُونَ فِي الْمَسْجِدِ (
أخرجه البخاري (988) ومسلم (892(
“Saya melihat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menghalangi pandangan saya, pada saat saya memandang orang-orang Habasyah yang sedang bermain di Masjid”. (HR. Bukhori (988) dan Muslim (892).
Ini adalah hadits yang shahih yang menunjukkan bahwa dibolehkannya seorang wanita memandang laki-laki asing (bukan mahram).
al Hafidz Ibnu Hajar ketika mengomentari hadits ini:
“Dibolehkannya seorang wanita melihat laki-laki”. (Fathul Baari: 9/248)
Di antara dalil lain yang membolehkan adalah sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada Fatimah binti Qais:
( اعْتَدِّي عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ أَعْمَى تَضَعِينَ ثِيَابَكِ عنده (
أخرجه مسلم (1480(
“Jalanilah masa iddahmu (dirumah) Ibnu Ummi Maktum; karena dia adalah seorang yang buta, kamu boleh membuka sebagian auratmu di hadapannya”. (HR. Muslim: 1480)
Al Qurtubi berkata dalam tafsirnya: 12/228:
“Sebagian ulama menyimpulkan melalui hadits di atas bahwa dibolehkan bagi seorang wanita untuk memandang laki-laki atas apa yang tidak dibolehkan melihat wanita, seperti; kepala dan anting-anting. Adapun aurat maka tidak boleh, hal ini menjadi takhshish (pengkhususan) dari firman Allah:
( وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ)
““Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…”. (QS. An Nuur: 31)
(من) dalam ayat di atas adalah menunjukkan sebagian
Ibnu Qathan berkata: “Sebagaimana yang saya ketahui tidak ada perbedaan akan dibolehkannya bagi wanita memandang wajah laki-laki jika tidak bermaksud untuk menikmatinya dan aman dari fitnah”. (Ar Raddul Mufhim/AlBaani/116)
Syeikh Muhammad bin Shaleh bin Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya:
“Bagaimanakah hukumnya seorang wanita memandang laki-laki melalui media televisi atau melihat secara umum di jalalanan ?”
Beliau menjawab:
“Pandangan wanita kepada laki-laki tidak terlepas dari dua hal, baik melalui televisi atau yang lainnya:
- Melihat dengan disertai syahwat dan menikmati pandangannya, inilah yang diharamkan; karena akan merusak (hati) dan menimbulkan fitnah
- Melihat secara umum, tidak disertai syahwat dan menikmati pandangannya, yang demikian itu tidak masalah menurut pendapat yang benar dari banyak pendapat para ulama, dan dibolehkan berdasarkan sebuah riwayat dalam shahihain:
( أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم ) وأقرها على ذلك
“Bahwa ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- melihat orang-orang Habasyah yang sedang bermain, dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menghalang-halangi pandangannya kepada mereka”. Nabi pun mendiamkan perbuatan ‘Aisyah tersebut.
Karena banyak wanita juga berjalan di pasar, mereka pun melihat banyak laki-laki, meskipun para wanita memakai hijab namun mereka masih bisa melihat laki-laki, dan laki-lakinya tidak bisa melihat mereka, dengan syarat tidak disertai syahwat dan aman dari fitnah, namun jika disertai syahwat dan tidak aman dari fitnah maka pandangan tersebut hukumnya haram, baik melalui televisi atau yang lainnya”. (Fatawa Mar’ah Muslimah: 2/973)
Ketiga:
Pandangan khusus saat meminang, hal tersebut dilakukan pada saat ada azam untuk meminang, pandangan ini sesuai kebutuhan, jika pandangannya sudah masuk dalam hati, lalu ia jadi meminangnya, maka hukum memandangnya lagi kembali seperti semula sama dengan memandang orang lain. Dan kalau tidak jadi meminangnya, maka pandangannya harus lebih dijauhkan, dan setelah itu dia kembali seperti melihat orang lain.
Baca juga jawaban soal nomor: 143844
Yang kami nasehatkan bagi saudariku penanya agar anda melarangnya untuk memandang laki-laki tersebut, selama dia belum jelas untuk meminangnya, dia hendaknya mencegah diri dari fitnah dan menjaga agamanya; karena pandangan seorang gadis kepada pemuda yang diharapkan untuk meminangnya, justru akan menjadikannya merasa ada ketergantungan kepadanya, lalu ternyata dia tidak jadi meminangnya, maka tidak ada manfaat yang didapat dan justru akan menyisakan masalah dalam dirinya dan dihawatirkan akan keselamatan agamanya.
Semoga Allah menjadikan akhlak anda baik, dan membekali anda dengan taqwa dan wara’ (sikap hati-hati), dan menghiasi anda dengan menjaga kesucian diri, rasa malu dan terhormat, dan mensucikan hati anda dari segala kejahatan baik yang ringan maupun yang berat, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan menetapkan anda pada jalan yang benar dan memberikan kepada anda petunjuk yang Dia cintai dan Dia ridhoi.
Wallahu a’lam