Unduh
0 / 0
463404/11/2012

Hukum Keluarga Dari Istri Mewajibkan Kepada Suami Agar Membayar Harta Benda Untuk Mereka Baik Pada Saat Akad Nikah Atau Setelah Resepsi Pernikahan

Pertanyaan: 182926

Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Qoshosh dengan Lisan Nabi Syu’aib :

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (سورة القصص : 27)

“Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. Al Qashash: 27).

Terjadi kebiasaan di sebagian masyarakat lslam Asia yang mereka mewajibkan kepada pengantin pria sejumlah harta yang nilainya cukup besar ketika menikahi putri mereka, dan mereka berdalih dengan ayat tersebut diatas !! Malah mereka mengembangkan perkara yang mereka buat sendiri dengan meminta kepada suami dari putri mereka agar berkenan membantu mereka dengan sejumlah uang dari waktu ke waktu (bukan hanya sekali waktu saja), tanpa memperhatikan kondisi keuangannya, dan apabila sang suami menolak maka serta-merta mereka akan mengambil putri mereka dan memita kepada suaminya agar menceraikannya, kemudian mereka mengarang dan menyebarkan cerita bahwasannya dia adalah lelaki yang buruk dan tidak bisa melindungi dan menjaga putri mereka…dan yang lain sebagainya. Dan semua perkara-perkara ini secara umum dan secara global mengarah kepada permasalahan sosial yang membahayakan, seperti terjadinya pembunuhan, perceraian dan berakhir kepada keputusan pengadilan. Dan untuk memberikan solusi atas perselisihan ini maka sang istri menuliskan daftar nama-nama yang patut atas suami untuk memberikan nafkah kepada mereka ( Jika memang ada kelebihan harta bagi suami ). Maka pertama kali yang ditulis adalah suami dan anak-anaknya, lalu kedua orang tuanya, lalu sanak kerabatnya dari jalur ayahnya, baru kemudian keluarga istrinya. Sungguh dia meletakkan keluarga dari istri pada penghujung urut-urutan daftar nama, akan tetapi hal ini tidak membuat sebagian dari mereka bisa menerima! dan mereka mengatakan sesungguhnya syariat tidak membuat urut-urutan seperti ini !!.

Maka apa gerangan nasihat dari anda, dan apa yang dimaksud dengan firman Allah:

على أن تأجرني ثماني حجج

“Atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun….” ??

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

.. 

Pemahaman Syariah dibangun di atas
sunnah-sunnah yang datang secara mutawatir dari Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam yang langsung berdialog dan berkomunikasi dengan ummatnya dan
membimbing mereka dengan sunnah tadi apa yang terbaik dan membahagiakan
mereka, dan bukan didirikan di atas kejadian-kejadian tertentu yang
disesuaikan dengan kondisi-kondisi khusus atau syariat-syariat yang hanya
sebagian orang saja yang berpegang teguh kepadanya, yang kesemua itu
bertentangan dengan dalil-dalil nyata yang  terdapat dalam konteks syariat
secara umum. 

Dan hal inilah yang nampak di hadapan kita
bahwasannya ada sekelompok orang yang “Menjadikan mahal nilai mahar” dari
kebiasaan mahar pada umumnya. Mereka menyalahi kesemua hadits-hadits Nabi
yang menganjurkan agar memberikan kemudahan dan keringanan dalam urusan
mahar, dan anjuran kepada para wali agar lebih mementingkan kemaslahatan
umum dari pada kemaslahatan pribadi, dan mereka mengambil argumen dengan
kisah pernikahannya Musa Alaihis Salaam dengan salah seorang dari putri Nabi
Syu’aib, dan firman Allah : 

قَالَ
إِنِّي
أُرِيدُ
أَنْ
أُنْكِحَكَ
إِحْدَى
ابْنَتَيَّ
هَاتَيْنِ
عَلَى
أَنْ
تَأْجُرَنِي
ثَمَانِيَ
حِجَجٍ
فَإِنْ
أَتْمَمْتَ
عَشْرًا
فَمِنْ
عِنْدِكَ
وَمَا
أُرِيدُ
أَنْ
أَشُقَّ
عَلَيْكَ
سَتَجِدُنِي
إِنْ
شَاءَ
اللَّهُ
مِنَ
الصَّالِحِينَ
(سورة
القصص
:  27(

“Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan
sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak
hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang baik”. (QS. Al Qashash: 27).

Disebutkan dalam “Tafsir as Sa’di” (hal. 614)
: “Engkau menjadi pegawaiku atau bekerja kepadaku (selama delapan tahun).”
Dan tujuan yang dikehendaki ayat ini – sebagaimana yang ungkapan para ahli
fikih – adalah dibolehkannya seorang wali memberikan syarat berupa sesuatu
untuk dirinya ketika menikahkan putrinya, sebagimana madzhab Al Hanabilah,
dan penjelasannya telah diterangkan dahulu dalam fatwa nomor 2491  . 

Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah pernah
ditanya :

Apabila seorang wali menikahkan putrinya atau
saudara perempuannya dan mensyaratkan sesuatu untuk dirinya ?

Beliau menjawab: Tidak dibolehkan yang
demikian selain ayahnya sendiri.

Saya mengatakan: Karena kekuasaan seorang
ayah itu mencakup dalam hal harta benda anak-anaknya yang dibolehkan baginya
mengambil sekehendaknya.

Beliau mejawab: Benar.

Ishaq berkata: Itulah sebagaimana yang beliau
ungkapkan, yaitu selain ayah kandung tidak dibolehkan mensyaratkan sesuatu
untuk dirinya.” Demikian
dinukil dari ‘Masalah-masalah
Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaihi’
(4/1527). 

Berdasarkan hal itu, maka telah disebutkan
prinsip kita bahwasannya kita menguatkan (membenarkan) Madzhab Syafi’iyyah
yang berpendapat tentang tidak dibolehkannya seorang ayah atau wali dan
lainnya mensyaratkan sesuatu untuk dirinya, dan yang demikian itu terdapat
dalam fatwa no. 140036

Dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab
‘Al Mushannif’ (3/327) mengatakan: “Telah menceritakan kepada kami Isa bin
Yunus, dari al Auza’i bahwasannya seorang lelaki menikahkan putrinya dengan
mahar sebesar seribu dinar, dan mensyaratkan untuk dirinya seribu dinar,
lalu Umar bin Abdul Aziz memutuskan bagi putrinya tersebut dua ribu dinar
tanpa diberikan kepada ayahnya.” 

Dan bagi yang berprinsip mengambil pendapat
Al Hanabilah, maka hukum dibolehkannya di sini bukan berarti harus merubah
Sunnah nabawiyyah yang menganjurkan kemudahan dalam urusan mahar serta
menjauhi menjadikan sulit dan mahalnya harga sebuah mahar, maka sesungguhnya
sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tetap sebagai acuan yang asli, dan
tidak bertentangan dengan salah satu kejadian tertentu yang terjadi pada
syari’at- syari’at Nabi-nabi terdahulu yang masih membutuhkan pengejah
wantahan, dan untuk mengetahui dalil-dalil yang menerangkan akan anjuran
menjadikan ringan dan murahnya sebuah mahar harap bisa dilihat dalam
fatwa-fatwa no. 10525 dan 12572

Terlebih lagi jika dari kalangan keluarga
istri menuntut kepada suami agar menafkahi mereka semuanya, atau memberikan
bantuan berupa uang atau harta benda lain dengan cara yang sedikit memaksa
atau dengan cara-cara yang sedikit malu-malu, kesemua ini merupakan bagian
dari hal yang haram dan merupakan harta benda yang haram yang Allah dan
Utusan-Nya mengharamkannya, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

يَا
أَيُّهَا
الَّذِينَ
آمَنُوا
لَا
تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ
إِلَّا
أَنْ
تَكُونَ
تِجَارَةً
عَنْ
تَرَاضٍ
مِنْكُمْ
(سورة
النساء: 29)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An Nisaa’
/ 29).

Hadits riwayat Muslim ( 1218 ) dari hadits
Jabir bin Abdullah Radliyallahu Anhuma,
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : 

إِنَّ
دِمَاءَكُمْ
وَأَمْوَالَكُمْ
حَرَامٌ
عَلَيْكُمْ
،
كَحُرْمَةِ
يَوْمِكُمْ
هَذَا
،
فِي
شَهْرِكُمْ
هَذَا
،
فِي
بَلَدِكُمْ
هَذَا
(رواه
مسلم، رقم
1218)

 “Sesungguhnya darah dan harta benda kalian
haram atas kalian, sebagaimana diharamkannya hari kalian saat ini, dalam
bulan kalian ini, dan di negara kalian ini ” 

Bahkan para Ulama Fikih Hanifiyyah menganggap
apa yang diambil dengan pola mewajibkan semacam ini merupakan kejahatan,
sesuatu yang menyakitkan dan suap yang diharamkan, sebagaimana disebutkan
dalam kitab Raudhul Mukhtar 3/156:

“Jika saudara lelakinya enggan untuk
memberikannya atau yang semacam itu sehingga dia mengambil sesuatu dari
mahar, demikian pula kalau dia enggan dan menolak untuk menolak
menikahkannya, maka jadilah sang  suami diliputi keragu-raguan, apakah dia
hanya berdiri saja dan tinggal diam atau dia akan binasa ; karena harta
benda yang diminta merupakan suap.” 

Dan demikianlah tidak ada seorang ulama pun
yang mengatakan bahwa nafkah seorang suami kepada keluarga istrinya wajib
baginya. Ketidakwajiban tersebut baik dalam tempo waktu yang dekat maupun
dalam tempo yang lama, dan menurut asal pensyari’atan tidak ada yang
mendukung mereka tentang kewajiban seorang suami agar menafkahi mereka.
Tidak terdapat dalam kitab-kitab sunnah, fikih dan peninggalan salaf, maka
yang paling benar adalah menghapuskan nama-nama mereka dari daftar yang
telah anda susun. Adapun
menjadikan nama kerabat istri diakhir urutan daftar maka sesungguhnya
pemberian kepada mereka bukanlah hak bagi mereka dan yang demikian merupakan
kedzoliman yang nyata. 

Adapun berbagi dan berbuat baik kepada sesama
makhluk dengan memberikan sedekah makanan bagi yang membutuhkan dan menolong
mereka, maka hal ini masuk dalam bab lain di luar konteks yang
diperbincangkan oleh mereka, dan tidak ada yang menuntut untuk memenuhi yang
demikian itu karena tidak ada kewajiban bagi seseorang terhadap sesuatu yang
tidak diwajibkan oleh Syari’at. 

Maka hendaklah mereka yang berusaha untuk
merobohkan bahtera rumah tangga anaknya dan saudara-saudara perempuannya
bertakwa dan takut kepada Allah, juga mereka yang berupaya untuk menjegal
kebahagiaan dan ketentraman hidup bersama suami-suami mereka, dan hendaklah
mereka sadar bahwasannya Allah Azza wa Jalla mengawasi dan memantau mereka,
dan Dialah yang akan menghisab mereka penghisaban bagi orang-orang yang
dzolim yang sama sekali tidak memiliki kasih sayang dan Kelembutan, dan yang
tidak bisa memelihara kehormatan dan hak-hak orang lain.

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android